Malang (Antara Jatim) - Forum Independen Masyarakat Malang (FIMM) melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Malang ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu karena meloloskan Calon Bupati dari PDIP, Dewanti Rumpoko yang memiliki nama berbeda antara ijazah dengan KTP.
Juru bicara FIMM Haris Budo Kuncahyo, di Malang, Kamis, mengatakan laporan ke DKPP itu diterima 18 Oktober 2015 bernomor surat 034/B/K/X/2105. "Kami lampirkan pula ijazah, KTP, dan surat keputusan KPU dan Panwaslu," katanya di sela aksi di kantor KPU Kabupaten Malang.
FIMM, lanjutnya, meminta DKPP segera menjatuhkan sanksi berat berupa pemecatan para Komisioner KPU dan Panwas Kabupaten Malang. Sebab, mereka dianggap telah mengabaikan dan melakukan tindakan ceroboh telah meloloskan calon bermasalah.
Meskipun calon tersebut membuat surat pernyataan bermeterai dan tanda tangan atas saran KPU, katanya, justru hal itu menyalahi peraturan Dinas Kependudukan dan Cacatan Sipil (Dispendukcapil) tentang administrasi penduduk.
Oleh karena itu, kata Haris, KPU harus mencetak surat suara tanpa calon nomor urut 2, yakni pasangan Dewanti Rumpoko-Masrifah. "Yang berhak memutuskan adalah Pengadilan Negeri (PN), kalau diputuskan sekarang tidak bisa karena pencalonannya sudah duluan," ujarnya.
Ia mengatakan setelah menggelar aksi di Kantor KPU Kabupaten Malang, dalam waktu dekat ini FIMM juga akan menggelar aksi yang sama di kantor DKPP di Jakarta. "Kami heran, kenapa KPU dan Panwas dari dulu tutup mata dan tutup telinga terkait masalah ini," katanya.
Sementara itu audiensi antara KPU Kabupaten Malang dengan FIMM tidak menemukan kata sepakat karena kedua pihak memiliki argumen yang kuat terkait permasalahan yang di diskusikan. KPU tetap pada prinsipnya sudah menjalankan Undang-Undang terkait penetapan KPU terhadap ketiga pasangan calon, sedangkan FIMM beranggapan Undang-Undang hanya ditafsir oleh mereka, padahal yang boleh menafsirkan hanya pengadilan.
"Karena tidak ada kata sepakat, kami akan melaporkan persoalan ini ke Bawaslu dan DKPP di Jakarta," kata Ketua Presidium FIMM Subaryo.
Bahkan, FIMM mengancam jika ada nama Dewanti Rumpoko dalam Pilkada 9 Desember nanti, ia akan menggelar aksi lanjutan dengan massa yang lebih besar. "Kan yang bersangkutan bisa dibilang tidak pernah sekolah, ijazah SD dan SMP dengan ijazah SMA dan Sarjana berbeda serta yang tertera di KTP juga berbeda, syarat calon kan pendidikan minimal SMA, kalau ijazah SMA nya saja cacat kan tidak layak menjadi calon Bupati," tegas Subaryo.
Menanggapi hal itu, Ketua KPU Kabupaten Malang Santoko menyampaikan apresiasinya atas kritik, saran, diskusi, dan aspirasi FIMM. "Seluruh masukan akan kami jadikan bahan evaluasi dengan hirarki kami di tingkat atas, yaitu KPU Jatim dan KPU RI," kata Santoko.
Ia menilai tuntutan yang diminta FIMM terkait tahapan penetapan pasangan calon yang meminta untuk ditunda, apalagi dibatalkan itu tidak mungkin karena tahapan itu sesuai undang-undang. Kalau dibatalkan, justru KPU melanggar Undang-Undang.
"KPU telah menetapkan dan kami yakini itu sudah sesuai undang-undang dan peraturan," ucapnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
Juru bicara FIMM Haris Budo Kuncahyo, di Malang, Kamis, mengatakan laporan ke DKPP itu diterima 18 Oktober 2015 bernomor surat 034/B/K/X/2105. "Kami lampirkan pula ijazah, KTP, dan surat keputusan KPU dan Panwaslu," katanya di sela aksi di kantor KPU Kabupaten Malang.
FIMM, lanjutnya, meminta DKPP segera menjatuhkan sanksi berat berupa pemecatan para Komisioner KPU dan Panwas Kabupaten Malang. Sebab, mereka dianggap telah mengabaikan dan melakukan tindakan ceroboh telah meloloskan calon bermasalah.
Meskipun calon tersebut membuat surat pernyataan bermeterai dan tanda tangan atas saran KPU, katanya, justru hal itu menyalahi peraturan Dinas Kependudukan dan Cacatan Sipil (Dispendukcapil) tentang administrasi penduduk.
Oleh karena itu, kata Haris, KPU harus mencetak surat suara tanpa calon nomor urut 2, yakni pasangan Dewanti Rumpoko-Masrifah. "Yang berhak memutuskan adalah Pengadilan Negeri (PN), kalau diputuskan sekarang tidak bisa karena pencalonannya sudah duluan," ujarnya.
Ia mengatakan setelah menggelar aksi di Kantor KPU Kabupaten Malang, dalam waktu dekat ini FIMM juga akan menggelar aksi yang sama di kantor DKPP di Jakarta. "Kami heran, kenapa KPU dan Panwas dari dulu tutup mata dan tutup telinga terkait masalah ini," katanya.
Sementara itu audiensi antara KPU Kabupaten Malang dengan FIMM tidak menemukan kata sepakat karena kedua pihak memiliki argumen yang kuat terkait permasalahan yang di diskusikan. KPU tetap pada prinsipnya sudah menjalankan Undang-Undang terkait penetapan KPU terhadap ketiga pasangan calon, sedangkan FIMM beranggapan Undang-Undang hanya ditafsir oleh mereka, padahal yang boleh menafsirkan hanya pengadilan.
"Karena tidak ada kata sepakat, kami akan melaporkan persoalan ini ke Bawaslu dan DKPP di Jakarta," kata Ketua Presidium FIMM Subaryo.
Bahkan, FIMM mengancam jika ada nama Dewanti Rumpoko dalam Pilkada 9 Desember nanti, ia akan menggelar aksi lanjutan dengan massa yang lebih besar. "Kan yang bersangkutan bisa dibilang tidak pernah sekolah, ijazah SD dan SMP dengan ijazah SMA dan Sarjana berbeda serta yang tertera di KTP juga berbeda, syarat calon kan pendidikan minimal SMA, kalau ijazah SMA nya saja cacat kan tidak layak menjadi calon Bupati," tegas Subaryo.
Menanggapi hal itu, Ketua KPU Kabupaten Malang Santoko menyampaikan apresiasinya atas kritik, saran, diskusi, dan aspirasi FIMM. "Seluruh masukan akan kami jadikan bahan evaluasi dengan hirarki kami di tingkat atas, yaitu KPU Jatim dan KPU RI," kata Santoko.
Ia menilai tuntutan yang diminta FIMM terkait tahapan penetapan pasangan calon yang meminta untuk ditunda, apalagi dibatalkan itu tidak mungkin karena tahapan itu sesuai undang-undang. Kalau dibatalkan, justru KPU melanggar Undang-Undang.
"KPU telah menetapkan dan kami yakini itu sudah sesuai undang-undang dan peraturan," ucapnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015