Malang (Antara Jatim) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyatakan prosesa rekutmen para pejabat pemerintah sekarang ini dalam kondisi tidak sehat karena hanya mengandalkan ijazah untuk mendapatkan kedudukan dan jabatan tertentu di pemerintahan.

"Proses rekrutmen pejabat ini menjadi salah karena prosesnya sudah tidak sehat, sehingga berdampak pada ketidakefektifan sistem rekrutmen dan kualitas SDM-nya, sebab hanya ijazah saja yang dijadikan ukuran untuk menetapkan posisi atau jabatan seseorang," kata Mahfud MD ketika berbicara dalam diskusi panel di Universitas Brawijaya (UB) Malang, Senin.

Selain itu, lanjutnya, proses rekrutmen pejabat yang hanya mengandalkan ijazah itu juga memunculkan kasta tersendiri dalam dunia pendidikan. Dampaknya, masyarakat yang berpendidikan rendah menjadi termarjinalkan, sedangkan yang berpendidikan tinggi menjadi orang terhormat.

Akibatnya, kata Mahfud, dengan hanya melihat dan mengcu pada ijazah saja, menjadikan masalah baru bagi bangsa ini, yakni maraknya pembelian ijazah, tanpa aktif perkuliahan di kampus. Pendidikan sangat penting untuk masa depan bangsa, namun jika ijazah dijadikan tolak ukur, hal itu dapat mendasari pihak-pihak tertentu menyalahgunakan ijazah.

"Akhirnya banyak anggota DPR maupun orang-orang di lingkungan pemerintahan akhirnya membeli ijazah agar bisa naik jabatan. Ini kan dampak buruk dalam tubuh birokrasi. Oleh karena itu, pemerintah harus mengkaji ulang secara lebih luas seluruh keputusannya agar nantinya pemerintahan tidak diduduki oleh pejabat abal-abal yang tidak memiliki kredibilitas dan kualitas yang baik," tegasnya.

Selain masalah ijazah, katanya, birokrasi Indonesia juga dipaksa ‘kawin’ dengan politik yang menyebabkan birokrasi kurang baik dan tidak mandiri. Contohkan, banyak SPBU asing di Indonesia bisa beraktivitas dengan leluasa. "Kita lihat sendiri bangsa ini banyak melahirkan hukum yang sifatnya konservatif," tandasnya.

Akibat dari sejumlah kondisi tersebut, kata Mahfud, menjadikan kemandirian bangsa Indonesia sangat lemah dan tidak ideal. Dan, ketidakmandirian bangsa itu disebabkan oleh tiga hal, yakni pemerintahan atau birokrasi Indonesia "disandra" oleh politik, artinya birokrasi Indonesia tidak netral. Hal ini terjadi karena adanya pengalaman dari masa lalu yang mempengaruhi birokrasi saat ini.

Pada zaman orde baru yang dipimpin almarhum Presiden Suharto, birokrasi sangat bergantung pada pusat, sehingga sejak lahir, birokrasi di seluruh Indonesia tidak bisa mandiri.

Selain itu, menurut Mahfud, terciptanya hukum di Indonesia bersifat konservatif, artinya hukum di Indonesia lebih mementingkan visi misi pimpinan yang akhirnya ada beberapa produk hukum yang justru menyulitkan rakyatnya bukan menyejahterakan raykat.

"Beberapa hal tersebut yang menjadi problem utama dalam mewujudkan kemandirian bangsa. Problem ini harus menjadi perhatian khusus agar birokrasi menjadi kuat dan pemerintahan mampu mandiri di negaranya sendiri," tandasnya.(*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015