Sidoarjo (Antara Jatim) - Wakil Gubernur Jawa Timur Saifulah Yusuf meminta pemerintah pusat untuk memberikan perhatian khusus kepada guru pegawai tidak tetap (PTT) dan bidan honorer.

"Bidan dan guru adalah garda terdepan dalam pembangunan, khususnya di bidang kesehatan dan pendidikan. Untuk itu, nasib mereka harus diperjuangkan," ujarnya dalam audiensi dengan Forum Bidan PTT dan Guru PTT se-Jawa Timur di Juanda, Sidoarjo, Senin.

Ia mengemukakan, pihaknya akan mengusulkan melalui surat Pemprov Jatim kepada Presiden RI supaya bidan dan guru PTT mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah pusat.

"Surat tersebut harus ada sinergitas data bidan dan guru PTT dari pemerintah kabupaten/kota dengan Forum Bidan PTT dan Guru PTT, sehingga dapat diperoleh data yang valid jumlah bidan PTT dan guru PTT yang ada di Jatim," katanya.

Ia mengatakan, nasib guru PTT dan bidan perlu ada rumusan jangka pendek dan panjang. "Ada keperluan jangka pendek, seperti dibuatnya Perpres untuk Bidan PTT dan Guru PTT agar kerja layak, upah layak, dan hidup layak," katanya.

Pria yang akrab dipanggil Gus Ipul ini mengatakan, terkait dengan pengangkatan pegawai honorer menjadi CPNS, hingga saat ini belum ditetapkan kebijakan atau peraturan yang secara khusus membahas pengangkatan dokter/dokter gigi/bidan PTT (yang dibiayai APBN dan APBD) menjadi CPNS tanpa melalui tes CPNS setelah tahun 2012.

"Berkaitan dengan pelaksanaan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, belum ditetapkan peraturan yang menjelaskan implikasinya terhadap status pegawai honorer atau PTT saat ini, serta keterkaitannya dengan PPPK," ujarnya.

Berdasarkan data yang ada, jumlah bidan PTT Pusat di kabupaten/kota se-Jatim sebanyak 3.408 orang. Sedangkan data guru PTT di sekolah negeri dari 19 kabupaten/kota yang terlapor yakni sebanyak 36.614 orang.

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Rieke Diah Pitaloka yang hadir dalam kegiatan tersebut mendesak Presiden RI Joko Widodo segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk mengangkat guru PTT dan bidan PTT menjadi PNS di seluruh Indonesia.

Menurut Rieke Diah Pitaloka, dari sisi aturan memang harus segera dibuat terobosan aturan mengenai honorer yang sejauh ini belum diakomodasi dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
    
"Karena itu, pemerintah wajib segera menyelesaikan peraturan turunan UU ASN yang sejauh ini memang belum disusun oleh Pemerintah. Harus diterbitkan Perpres," katanya.
    
Dari sisi alokasi anggaran, Rieke menilai alokasi anggaran dari Kemenpan memang belum sinkron dengan jumlah CPNS yang akan direkrut, karena menganut asas efisiensi dan transparansi dalam  proses perekrutan honorer menjadi PNS.
    
"Harus ada aturan pengecualian bagi mereka yang sudah mengabdi lebih dari tiga tahun, tanpa pungutan apa pun dan tanpa diskriminasi bagi 439.956 guru dan tenaga honorer K2 dan 42.135 Bidan PTT," katanya.
    
Ia menyatakan pengangkatan boleh dilakukan secara bertahap, tapi harus dipastikan semuanya masuk data daftar CPNS Nasional pada tahun 2016.
    
"UU ASN itu mengubah sistem kepegawaian dari tenaga honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), namun tidak dilengkapi dengan ketentuan peralihan (overgangs bepalingen), sehingga status tenaga honorer lama kehilangan payung hukum atau mengalami pada ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid)," katanya.
    
Agar UU ASN tidak merugikan hak tenaga honorer, katanya, maka Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan harus segera menetapkan Peraturan Presiden yang berfungsi sebagai peraturan pengganti karena tidak dimuatnya ketentuan peralihan dalam UU ASN.
    
"Perpres tersebut tidak haram, karena penerbitan Perpres tidak harus atas dasar perintah peraturan yang lebih tinggi. Presiden bisa menetapkan Prepres dalam rangka menyelenggarakan pemerintahannya," katanya. (*)

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015