Kediri (Antara Jatim) - PT Kereta Api Daop VII Madiun memidanakan empat warga Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, terkait dengan kasus dugaan penyerobotan tanah di bekas emplasemen Stasiun Pare.

"Kami sudah buat laporan ke Polres Kediri, ada empat orang dengan pasal penyerobotan tanah," kata Manajer Hukum Daop VII Madiun Slamet Riyadi saat berkunjung ke Stasiun Kediri, Jawa Timur, Kamis.

Ia mengatakan, keempat warga itu selama ini tinggal di tanah bekas emplasemen Stasiun Pare, Kabupaten Kediri. Mereka dilaporkan, sebab dinilai tidak mempunyai itikad baik untuk mengurus soal sewa ke PT KAI.

Slamet juga mengatakan, PT KAI sudah dimintai keterangan terkait dengan laporan tersebut, dan saat ini kasus tersebut dalam proses penyelidikan di Polres Kediri.

Ia juga mengatakan, saat ini, PT KAI juga sedang menunggu hasil sidang PTUN. PT KAI ikut menjadi tergugat intervensi, sebab yang dipermasalahkan adalah lahan bekas emplasemen Stasiun Pare tersebut.

Warga di Kecamatan Pare tersebut menggugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebab mengeluarkan sertifikat kepemilikan bekas emplasemen itu menjadi milik PT KAI. Selama ini, warga tinggal di tempat tersebut dan mereka menilai lokasi itu sebagai tanah negara, sehingga PT KAI tidak berhak meminta mereka membayar ataupun mengusir mereka dari rumah tempat mereka tinggal.

"Kami tunggu PTUN, karena ini upaya hukum dari warga. Kalau sudah selesai gugatan, nanti diketahi siapa yang menang ataupun kalah. Jika warga kalah, harus konsekuen, begitu juga jika PT KAI yang kalah," katanya.

PT KAI Daop VII Madiun, memang melakukan pendataan ulang kepemilikan aset berupa tanah dan bangunan di Kecamatan Pare, sebagai upaya penertiban kepemilikan.

Aset tersebut dinilai sebagai aset negara dan masuk dalam daftar kekayaan. PT KAI setiap tahun juga diaudit terkait penggunaan aset, sehingga upaya pendataan ulang itu terus dilakukan. Selain itu, PT KAI juga tidak ingin dianggap sebagai perusahaan yang tidak sehat.

Aset yang ada di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri ini cukup luas, sampai 59.464,50 meter persegi yang merupakan bekas emplasemen Stasiun Pare. Saat ini, lahan itu dihuni 365 kepala keluarga (KK). Rata-rata, warga belum memenuhi kewajibannya untuk membayar biaya sewa sejak 2005, dan PT KAI tidak berencana melakukan pemutihan.

Sementara itu, status tanah di tempat itu merupakan hak pakai yang digunakan warga baik sebagai bangunan rumah, pertokoan, ataupun instansi pemerintah. Dalam perkembangannya, banyak bangunan yang sudah berpindah tangan, bahkan sejumlah pemilik rumah juga hendak diajukan sertifikat kepemilikan menjadi milik perorangan.

PT KAI juga mengajak warga untuk dialog, dan sebagian di antara mereka mau memenuhi kewajibannya untuk membayar uang sewa, namun sebagian warga lain masih menolak. Warga yang menolak tersebut mengajukan gugatan ke PTUN. (*)

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015