Surabaya (Antara Jatim) - Praktisi hukum yakni advokat yang memenangkan gugatan suara terbanyak pemilu legislatif 2009 di Mahkamah Konstitusi, M. Sholeh menilai sebaiknya PDIP protes ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) jika  meloloskan bakal Cawali Surabaya Rasiyo kembali mendaftar setelah sebelumnya dinyatakan pasangan Rasiyo-Abror tidak memenuhi syarat.
    
"Kalau gak bisa, protes ke panwaslu. Jangan mau dibuat guyonan, dikasih PHP (pemberi harapan palsu), ternyata calonnya tidak serius. Kebetulan besok (7/9), saya dipanggil Fraksi PDIP DPRD Surabaya untuk diskusi masalah ini. Saya akan jelaskan semuanya," kata Sholeh kepada Antara di Surabaya, Minggu.
    
Jika pada 8 September, Rasiyo daftar cawali di KPU Surabaya, lanjut dia, maka pada 9 September pihaknya akan mendatangi kantor Panwaslu Surabaya untuk protes.  "Sebagai pengawas mestinya mengingatkan KPU. Tidak menutup kemungkinan partai lain termasuk Gerindra dan lainnya akan mengajukan protes yang sama," katanya.
    
Menurut dia, yang dijadikan rujukan KPU Surabaya untuk menetapkan bakal Cawali Surabaya Rasiyo yang diusung PAN dan Demokrat adalah Surat Ketua KPU Nomor 443/KPU/VIII/2015 perihal penundaan tahapan pemilihan yang diterbitkan 3 Agustus 2015.
    
Padahal, lanjut dia, penetapan pasangan Cawali-Cawawali Surabaya Rasiyo-Abror dinyatakan KPU tidak memenuhi syarat (TMS) pada 30 Agustus 2015. Rasiyo-Abror merupakan satu kesatuan, sehingga jika satu calon tidak memenuhi syarat, maka akan berdampak dengan calon satu pasangan.
    
"Mestinya setelah TMS, Rasiyo tidak bisa dicalonkan. Awal-awalnya ketua KPU Surabaya sepakat soal itu, namun tiba-tiba koordinasi dengan KPU pusat dengan mengacu surat KPU 443, sehingga akhirnya Rasiyo tetap bisa. Ini jelas tujuannya agar pilkada tidak calon tunggal," ujarnya.
    
Bahkan Sholeh mengatakan di PKPU 8 Tahun 2015 pasal 89 sudah jelas disebutkan jika calon dinayatakan TMS, maka tidak bisa diajukan lagi. Derajat PKPU lebih tinggi dari surat KPU, mestinya semua surat mengikuti aturan di atas," katanya.
    
Untuk itu, lanjut dia, yang paling enak dalam persoalan ini adalah menunggu hasil keputusan sidang sengketa pilkada serentak di Mahkamah Konstitusi (MK) dimana saat ini sidang dipercepat dengan pertimbangan kebutuhan mendesak.
    
Apalagi, lanjut dia, ia sendiri setuju dengan adanya calon tunggal. Jika calon tunggal diberlakukan, maka akan menguntungkan calon petahana yakni Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana yang diusung PDIP.
    
"Putusan MK dalam bulan ini, minggu kemarin perbaikan, minggu depan langsung diputus sekitar 16 September 2095," ujarnya.
    
Ia sudah mengingatkan PDIP agar memprotes KPU Surabaya pada saat DPP PAN hanya menyerahkan surat rekomendasi untuk Rasiyo-Abror hanya berupa scan atau tidak ada tanda tangan dan stempel basah.
    
"Tapi itu tidak dilakukan, baru setelah pasangan Rasiyo-Abror dinyatakan tidak memenuhi syarat, PDIP baru protes dan menyalahkan KPU," katanya.
    
Bahkan, lanjut dia, PDIP melaporkan tindakan KPU itu dengan melapor ke Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP). "Saya kira itu tidak perlu karena dari awal pada saat pendaftaran sudah cacat hukum. Jadi saya pikir lebih baik menunggu hasil keputusan MK," ujarnya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015