Surabaya (Antara Jatim) - DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Surabaya mempertanyakan konsistensi Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat karena lebih mementingkan aspek administratif dari pada substanstif saat memverifikasi berkas pendaftaran pasangan bakal calon wali kota dan wakil wali kota Surabaya.

Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya Adi Sutarwijono, di Surabaya, Rabu, mengatakan ada perbedaan sikap KPU dalam proses penelitian berkas pasangan calon. Sebagai contoh jika penyebab gagalnya Dhimam Abror menjadi bakal calon wakil wali kota, salah satunya karena KPU menilai akibat rekomendasi DPP PAN yang tidak identik antara hasil scan dengan yang asli, meski keduanya berasal dari institusi yang sama.
    
"Namun, di sisi lain menurut informasi yang saya terima, berkas SKCK (Surat Keterangan catatan Kepolisian) yang bersangkutan saat mendaftar sebagai bakal calon wakil wali kota mendampingi Rasiyo meski masih menggunakan berkas lama, saat ia mendaftar sebagai bakal calon wali kota bersama Haries Purwoko. Tetapi ironisnya hal itu  tak dipersoalkan KPU," katanya.
    
Menurut dia, yang menjadi pertanyaan kenapa berkas SKCK yang berbeda penggunaannya diloloskan?, sementara masalah rekomendasi DPP PAN yang tanda tangan sama, dari institusi sama hanya nomor materai beda diperlakukan beda?.
    
"Dalam hal ini, kami minta KPU buka-bukaan soal keotentikan seluruh berkas pasangan calon," ujarnya.
    
Ia mempertanyakan yang dipublikasikan hanya rekomendasi DPP PAN dan surat Pajak yang dijadikan pasangan Rasiyo–Dhimam Abror tidak memenuhi syarat.
    
"Kalau mau fair dan berpegangan pada masalah administrasi publikasikan semua berkas dua pasangan calon," katanya.
    
Adi Sutarwijono mengatakan dalam pemilu ada banyak azas undang-undang yang tidak kaku, di antaranya adanya azas proporsional. Artinya, memungkinkan kelenturan toleransi.
    
"Tapi kalau niatnya memang menjegal pemilu, KPU mempunyai dalil apapun," tegasnya
    
Ia menegaskan ketidak konsistenan KPU lainnya berdasarkan UU 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dan PKPU tentang mekanisme kinerja KPU disebutkan bahwa, penyelenggara pemilu, yakni KPU dan Panwas harus melaporkan secara periodik setiap tahapan pilkada kepada DPRD Surabaya. "Sampai sekarang belum ada laporan itu," katanya.
    
Selain itu, Adi mempertanyakan kinerja panwaslu dalam menjalankan tugasnya. Meski secara fungsional netral, namun kenapa justru membiarkan adanya cacat administrasi pada saat pemberkasan.
    
"Kenapa dia mempublikasikan pendapat soal 5 rekomendasi, yang  secara riil dia memberikan tekanan opini ke KPU, bahwa ada persoalan dalam berkas pencalonan Abror," katanya.
    
Kondisi tersebut menurut Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya ini, panwas seolah memprakondisikan agar KPU mengambil keputusan tidak memenuhi syarat (TMS) terhadap calon.
    
Adi Sutarwijono menambahkan aksi demonstrasi jelang penetapan pasangan calon yang mendesak KPU mencoret pasangan calon Rasiyo–Abror karena menggunakan SK DPP PAN hasil scan diperkirakan membawa pengaruh pada keputusan yang dihasilkan.
    
"Akhirnya orang menyangsikan anggapan, bahwa KPU bekerja di ruang kedap suara," katanya.
    
Menanggapi tudingan ketidakkonsitenan itu, Komisioner KPU Surabaya bidang Bidang Hukum, Pengawasan, dan SDM, Purnomo Satriyo Pringgodigdo menepisnya. Ia mengatakan, Dhimam Abror, bakal calon wakil wali kota yang diusung Partai Demokrat dan PAN saat mendaftar kembali telah menggunakan SKCK baru. "Itu bener itu," ujarya.
    
Ia menerangkan, saat pendaftaran berbeda dengan masa perbaikan. Pada masa perbaikan, ada kesempatan pasangan calon untuk memperbaiki berkasnya. "Kesempatan pasangan calon perbaiki berkas di masa perbaikan itu," katanya.
    
Purnomo juga menyangkal, jika KPU Surabaya mempunyai kewajiban untuk melaporkan setiap tahapan yang dilaksanakan dalam rangkaian Pilkada Surabaya ke DPRD Surabaya. "Ke DPRD? Gak ada ke DPRD. Tanggung jawab kami ke KPU RI, dan itu ada landasannya undang-undang," katanya.  (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015