Banyuwangi (Antara Jatim) - Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas bersama dengan Wakil Bupati Yusuf Widyatmoko begitu bersemangat menerbangkan layang-layang pada festival yang digelar di Pantai Boom, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu.
Anas mengaku ternyata tidak mudah menaikkan permainan tradisional itu, apalagi ukurannya cukup besar.
"Tidak semudah yang kita lihat, ternyata. Apalagi saya terakhir memainkan layangan ini saat masih SD dulu. Menyenangkan sekali kalau sekarang bisa memainkannya lagi," katanya.
Karena itu ia mengemukakan bahwa tujuan Festival Layang-Layang ini untuk mengajak masyarakat, terutama anak-anak, agar kembali bisa menggali permainan tradisional yang di dalamnya sarat dengan makna filosofis.
Kini, kata dia, anak-anak mulai banyak meninggalkan permainan tradisional karena terlena dengan beragamnya permainan modern yang disediakan oleh perangkat teknololgi informasi, khususnya seluler pintar atau dikenal dengan sebutan "gadget".
Padahal, kata politisi yang besar di lingkungan pondok pesantren ini, dalam permainan tradisional, termasuk layang-layang, banyak mengandung nilai-nilai yang sangat bagus, antara lain mengenai semangat kebersamaan dan mengasah kreativitas seseorang.
Menurut dia, festival yang diikuti ratusan peserta ini menjadi ruang alternatif bagi anak-anak dan masyarakt umum agar tidak melulu berkutat dengan permainan modern lewat seluler pintar yang pelakunya cenderung kurang banyak bergerak itu.
Apalagi, kata dia, pada festival ini layangan yang ditampilkan mengambil bentuk dan warna dari corak khas budaya yang dimiliki oleh kabupaten berjuluk "The Sunrise of Java" ini. Dengan demikian, di luar festival ini, produk layang-layang Banyuwangi bisa dijadikan cenderamata khusus bagi wisatawan yang berkunjung ke Pantai Boom.
Anas juga berjanji akan menjadikan festival layang-layang ini sebagai agenda tetap tahunan di masa-masa mendatang dan diharapkan masyarakat terus merasakan manfaatnya, baik dari sisi hiburan, maupun pergerakan ekonomi di dalamnya. Kegiatan layang-layang ini sendiri merupakan bagian dari "Banyuwangi Festival 2015" yang di dalamnya beragam kegiatan digelar sejak beberapa bulan lalu secara berkesinambungan.
"Permainan layang-layang ini kan tradisi di masyarakat, karenanya kegiatannya tidak mahal, tapi melibatkan banyak orang. Selain itu, sesuai potensi geografis Banyuwangi yang garis pantainya sangat panjang, cocok untuk festival semacam ini. Tinggal dikreasikan, jadinya menarik, kan?" ujar Anas seraya tersenyum.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Banyuwangi Wawan Yadmadi menjelaskan bahwa ratusan layang-layang dalam festival ini dibentuk dan dihias dengan beragam corak budaya Banyuwangi, seperti mahkota penari gandrung, tradisi kebo-keboan, penari seblang, hingga barong.
"Layang-layang ini merupakan permainan tradisi di masyarakat. Karena itu kami berikan ruang bagi para pehobi layang-layang untuk mengekspresikan kegemarannya bermain layangan bersama. Sekaligus ini juga memberikan atraksi lain bagi pengunjung destinasi wisata baru, yaitu Pantai Boom," kata Wawan.
Di festival ini, kata dia, ada tiga kategori yang dilombakan. Pertama, menerbangkan layang-layang ke udara, yang diukur dari berapa lama layangan itu bisa terbang, dan sampai dimana tingkat kesulitannya.
Kedua, sambitan atau saling menggesek antarbenang layang-layang yang sedang terbang di udara.
"Ketiga, adu sawangan atau suara dengung dari layang-layang yang akan dilaksanakan pada malam hari. Mengapa malam? Karena yang dilombakan bunyi atau suara yang didapatkan dari tiupan angin," ujar Wawan.
Selain lomba, festival ini juga dilengkapi stand pameran yang menjual beragam model layang-layang dari kertas maupun kain. Hal ini sebagai salah satu langkah pemkab mewadahi kreativitas pedagang agar yang mereka produksi bisa dijual ke masyarakat.
"Pedagang pun juga mendemontrasikan ke masyarakat cara membuat layang-layang, mulai membuat kerangka hingga memilih benang untuk bisa menerbangkannya," ujar Wawan.
Catur Arum, salah satu peserta dalam festival ini, mengaku senang sekali dengan adanya lomba di Pantai Boom itu.
"Saya berharap setiap tahun lomba semacam ini tetap diadakan. Saya bersama 10 orang membuat layang-layang ini selama 10 hari," kata lelaki yang juga dikenal sebagai penyanyi lagu-lagu khas masyarakat Banyuwangi ini.
Pada festival ini dia menampilkan layang-layang berbentuk mahkota penari gandrung dengan diameter mencapai 2 meter.
Catur kemudian mengingatkan filosofi tentang layang-layang dalam Bahasa Osing (bahasa khas Banyuwangi) yang tercantum dalam salah satu bait lagu daerah itu berjudul "Layangan".
"Pedhote layangan seng dadi paran, tapi ojok sampe pedhot seduluran. Artinya, putusnya layang-layang tak jadi masalah, namun jangan sampai putus persaudaraan," katanya.
Sementara itu karena ukuran layang-layang yang cukup besar, para peserta banyak yang terlihat kerepotan untuk menerbangkan layangan mereka. Bahkan ada satu layangan yang harus melibatkan lima orang untuk menerbangkannya.
Salah satunya layang-layang berbentuk tradisi "seblang", milik Bambang Agus. Meskipun merepotkan, layangan milik Bambang Agus akhirnya bisa terbang karena didukung oleh kuatnya angin di Pantai Boom.
Hingga Satu sore, peserta dan penonton tampak masih menikmati festival layang-layang itu. Meski pada siang harinya terik matahari menyengat mereka tetap menengadahkan wajahnya ke atas melihat aneka ragam layangan yang sedang mengangkasa. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
Anas mengaku ternyata tidak mudah menaikkan permainan tradisional itu, apalagi ukurannya cukup besar.
"Tidak semudah yang kita lihat, ternyata. Apalagi saya terakhir memainkan layangan ini saat masih SD dulu. Menyenangkan sekali kalau sekarang bisa memainkannya lagi," katanya.
Karena itu ia mengemukakan bahwa tujuan Festival Layang-Layang ini untuk mengajak masyarakat, terutama anak-anak, agar kembali bisa menggali permainan tradisional yang di dalamnya sarat dengan makna filosofis.
Kini, kata dia, anak-anak mulai banyak meninggalkan permainan tradisional karena terlena dengan beragamnya permainan modern yang disediakan oleh perangkat teknololgi informasi, khususnya seluler pintar atau dikenal dengan sebutan "gadget".
Padahal, kata politisi yang besar di lingkungan pondok pesantren ini, dalam permainan tradisional, termasuk layang-layang, banyak mengandung nilai-nilai yang sangat bagus, antara lain mengenai semangat kebersamaan dan mengasah kreativitas seseorang.
Menurut dia, festival yang diikuti ratusan peserta ini menjadi ruang alternatif bagi anak-anak dan masyarakt umum agar tidak melulu berkutat dengan permainan modern lewat seluler pintar yang pelakunya cenderung kurang banyak bergerak itu.
Apalagi, kata dia, pada festival ini layangan yang ditampilkan mengambil bentuk dan warna dari corak khas budaya yang dimiliki oleh kabupaten berjuluk "The Sunrise of Java" ini. Dengan demikian, di luar festival ini, produk layang-layang Banyuwangi bisa dijadikan cenderamata khusus bagi wisatawan yang berkunjung ke Pantai Boom.
Anas juga berjanji akan menjadikan festival layang-layang ini sebagai agenda tetap tahunan di masa-masa mendatang dan diharapkan masyarakat terus merasakan manfaatnya, baik dari sisi hiburan, maupun pergerakan ekonomi di dalamnya. Kegiatan layang-layang ini sendiri merupakan bagian dari "Banyuwangi Festival 2015" yang di dalamnya beragam kegiatan digelar sejak beberapa bulan lalu secara berkesinambungan.
"Permainan layang-layang ini kan tradisi di masyarakat, karenanya kegiatannya tidak mahal, tapi melibatkan banyak orang. Selain itu, sesuai potensi geografis Banyuwangi yang garis pantainya sangat panjang, cocok untuk festival semacam ini. Tinggal dikreasikan, jadinya menarik, kan?" ujar Anas seraya tersenyum.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Banyuwangi Wawan Yadmadi menjelaskan bahwa ratusan layang-layang dalam festival ini dibentuk dan dihias dengan beragam corak budaya Banyuwangi, seperti mahkota penari gandrung, tradisi kebo-keboan, penari seblang, hingga barong.
"Layang-layang ini merupakan permainan tradisi di masyarakat. Karena itu kami berikan ruang bagi para pehobi layang-layang untuk mengekspresikan kegemarannya bermain layangan bersama. Sekaligus ini juga memberikan atraksi lain bagi pengunjung destinasi wisata baru, yaitu Pantai Boom," kata Wawan.
Di festival ini, kata dia, ada tiga kategori yang dilombakan. Pertama, menerbangkan layang-layang ke udara, yang diukur dari berapa lama layangan itu bisa terbang, dan sampai dimana tingkat kesulitannya.
Kedua, sambitan atau saling menggesek antarbenang layang-layang yang sedang terbang di udara.
"Ketiga, adu sawangan atau suara dengung dari layang-layang yang akan dilaksanakan pada malam hari. Mengapa malam? Karena yang dilombakan bunyi atau suara yang didapatkan dari tiupan angin," ujar Wawan.
Selain lomba, festival ini juga dilengkapi stand pameran yang menjual beragam model layang-layang dari kertas maupun kain. Hal ini sebagai salah satu langkah pemkab mewadahi kreativitas pedagang agar yang mereka produksi bisa dijual ke masyarakat.
"Pedagang pun juga mendemontrasikan ke masyarakat cara membuat layang-layang, mulai membuat kerangka hingga memilih benang untuk bisa menerbangkannya," ujar Wawan.
Catur Arum, salah satu peserta dalam festival ini, mengaku senang sekali dengan adanya lomba di Pantai Boom itu.
"Saya berharap setiap tahun lomba semacam ini tetap diadakan. Saya bersama 10 orang membuat layang-layang ini selama 10 hari," kata lelaki yang juga dikenal sebagai penyanyi lagu-lagu khas masyarakat Banyuwangi ini.
Pada festival ini dia menampilkan layang-layang berbentuk mahkota penari gandrung dengan diameter mencapai 2 meter.
Catur kemudian mengingatkan filosofi tentang layang-layang dalam Bahasa Osing (bahasa khas Banyuwangi) yang tercantum dalam salah satu bait lagu daerah itu berjudul "Layangan".
"Pedhote layangan seng dadi paran, tapi ojok sampe pedhot seduluran. Artinya, putusnya layang-layang tak jadi masalah, namun jangan sampai putus persaudaraan," katanya.
Sementara itu karena ukuran layang-layang yang cukup besar, para peserta banyak yang terlihat kerepotan untuk menerbangkan layangan mereka. Bahkan ada satu layangan yang harus melibatkan lima orang untuk menerbangkannya.
Salah satunya layang-layang berbentuk tradisi "seblang", milik Bambang Agus. Meskipun merepotkan, layangan milik Bambang Agus akhirnya bisa terbang karena didukung oleh kuatnya angin di Pantai Boom.
Hingga Satu sore, peserta dan penonton tampak masih menikmati festival layang-layang itu. Meski pada siang harinya terik matahari menyengat mereka tetap menengadahkan wajahnya ke atas melihat aneka ragam layangan yang sedang mengangkasa. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015