Tulungagung (Antara Jatim) - Asosiasai Kepala Desa (AKD) Kabupaten Tulungagung menolak melayani permintaan wawancara wartawan yang belum bersertifikat sebagai jurnalis, mengantisipasi upaya pemerasan ataupun intimidasi oleh oknum tertentu yang mengaku sebagai pekerja media.
"Kami sudah berkoordinasi dengan seluruh anggota. Hasilnya, kami sepakat untuk menolak melayani permintaan konfirmasi ataupun wawancara oleh orang yang mengaku wartawan tetapi tidak mengantongi sertifikat sebagai wartawan," kata Ketua AKD Tulungagung, Agus Suharto, Jumat.
Ia mengakui, saat ini para kepala desa mengalami keresahan akibat ulah oknum wartawan yang melakukan teror melalui pemberitaan yang tidak objektif dan bertanggung jawab.
Beberapa kasus bahkan ada oknum wartawan yang melakukan pemerasan.
"Kasus yang paling sering, wartawan datang untuk melakukan wawancara dengan perangkat selaku narasumber, tapi ujung-ujungnya mereka minta uang bensin dan segala macamnya," ujarnya.
Agus mengatakan, sikap penolakan itu dilakukan forum kepala desa se-Tulungagung mengacu pada Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan (SKW).
"Dalam peraturan itu disebut bahwa narasumber berhak menolak wawancara wartawan yang memang belum mengantongi sertifikat dan melakukan uji kompetensi yang dilakukan oleh Dewan Pers," tegasnya.
Agus Suharto yang saat ini menjabat sebagai Kepala Desa Sidomulyo Kecamatan Gondang itu mengatakan, saat ini ada kendala karena dari pemerintah daerah belum melakukan sosialisasi dengan baik.
Oleh karenanya, lanjut Agus, AKD dalam waktu dekat akan memperbanyak dan membagi-bagikan isi aturan yuridis kepada seluruh desa untuk dijadikan acuan.
"Sementara ini yang diberi peraturan tersebut cukup kepala desanya dulu, nantinya warga dan para perangkat yang sering didatangi dan diganggu wartawan tidak jelas juga akan kami beri salinan aturan yang dikeluarkan Dewan Pers ini," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Ketua PWI Cabang Tulungagung, Aminun Jabir mengatakan langkah yang dilakukan Asosiasi Kepala Desa di Tulungagung tersebut sudah benar.
Menurutnya, seleksi yang dilakukan para kepala desa secara tidak langsung akan menjadi verifikasi wartawan.
"PWI Tulungagung mendukung langkah ini, bahwa narasumber berhak menolak wartawan yang memang tidak mempunyai kartu dari dewan pers, nantinya hal ini akan dikembangkan kepada instansi pemerintah untuk membatasi semuanya," kata Jabir.
Ia menambahkan, dalam ketentuan atau Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2010 dijelaskan, sesuai aturan wartawan tidak cukup hanya mempunyai dan menunjukan kartu identitas sebagai wartawan maupun anggota organisasi profesi seperti PWI, AJI, atau IJTI, namun juga harus memiliki sertifikat uji kompetensi sebagai pekerja media. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Kami sudah berkoordinasi dengan seluruh anggota. Hasilnya, kami sepakat untuk menolak melayani permintaan konfirmasi ataupun wawancara oleh orang yang mengaku wartawan tetapi tidak mengantongi sertifikat sebagai wartawan," kata Ketua AKD Tulungagung, Agus Suharto, Jumat.
Ia mengakui, saat ini para kepala desa mengalami keresahan akibat ulah oknum wartawan yang melakukan teror melalui pemberitaan yang tidak objektif dan bertanggung jawab.
Beberapa kasus bahkan ada oknum wartawan yang melakukan pemerasan.
"Kasus yang paling sering, wartawan datang untuk melakukan wawancara dengan perangkat selaku narasumber, tapi ujung-ujungnya mereka minta uang bensin dan segala macamnya," ujarnya.
Agus mengatakan, sikap penolakan itu dilakukan forum kepala desa se-Tulungagung mengacu pada Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan (SKW).
"Dalam peraturan itu disebut bahwa narasumber berhak menolak wawancara wartawan yang memang belum mengantongi sertifikat dan melakukan uji kompetensi yang dilakukan oleh Dewan Pers," tegasnya.
Agus Suharto yang saat ini menjabat sebagai Kepala Desa Sidomulyo Kecamatan Gondang itu mengatakan, saat ini ada kendala karena dari pemerintah daerah belum melakukan sosialisasi dengan baik.
Oleh karenanya, lanjut Agus, AKD dalam waktu dekat akan memperbanyak dan membagi-bagikan isi aturan yuridis kepada seluruh desa untuk dijadikan acuan.
"Sementara ini yang diberi peraturan tersebut cukup kepala desanya dulu, nantinya warga dan para perangkat yang sering didatangi dan diganggu wartawan tidak jelas juga akan kami beri salinan aturan yang dikeluarkan Dewan Pers ini," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Ketua PWI Cabang Tulungagung, Aminun Jabir mengatakan langkah yang dilakukan Asosiasi Kepala Desa di Tulungagung tersebut sudah benar.
Menurutnya, seleksi yang dilakukan para kepala desa secara tidak langsung akan menjadi verifikasi wartawan.
"PWI Tulungagung mendukung langkah ini, bahwa narasumber berhak menolak wartawan yang memang tidak mempunyai kartu dari dewan pers, nantinya hal ini akan dikembangkan kepada instansi pemerintah untuk membatasi semuanya," kata Jabir.
Ia menambahkan, dalam ketentuan atau Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2010 dijelaskan, sesuai aturan wartawan tidak cukup hanya mempunyai dan menunjukan kartu identitas sebagai wartawan maupun anggota organisasi profesi seperti PWI, AJI, atau IJTI, namun juga harus memiliki sertifikat uji kompetensi sebagai pekerja media. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015