Trenggalek (Antara Jatim) - Mantan Direktur RSUD dr Soedomo, Kabupaten Trenggalek, dr Noto Budianto dijebloskan ke penjara oleh Kejaksaan Negeri setempat, hampir dua bulan setelah Pengadilan Tinggi Jatim menolak memori banding yang diajukan tim jaksa penuntut umum.
"Vonis banding turun pada 6 Juni lalu, namun baru bisa kami lakukan eksekusi kemarin (Kamis 6/8) karena masih harus memastikan terpidana sudah menerima bukti 'relas' atau pemberitahuan putusan banding dari pengadilan," kata Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Trenggalek Mohammad Adri Kahamuddin, di Trenggalek, Jumat.
Ia menjelaskan, putusan itu mengacu hasil sidang banding yang diajukan jaksa penuntut umum di Pengadilan Tinggi Jatim pada 6 Juni 2015.
Hasilnya, majelis hakim memutuskan menolak memperberat vonis yang telah dijatuhkan Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi Surabaya pada 8 Juli 2014 yang menghukum terpidana dr Noto Budianto satu tahun penjara, tanpa denda.
Menurut keterangan Adri, vonis banding yang menolak permohonan jaksa untuk memperberat hukuman terpidana Noto Budianto dengan denda uang sebesar Rp50 juta tidak bisa dipenuhi majelis hakim Pengadilan Tinggi Jatim.
"Menurut pertimbangan majelis, hukuman terpidana tidak bisa diperberat dengan menambahkan klausul denda karena unsur kerugian negara di bawah Rp50 juta. Dalam surat edaran yang dikeluarkan Mahkamah Agung, kasus korupsi dengan unsur kerugian negara di bawah Rp50 juta memang tidak boleh dijatuhi hukuman tambahan dalam bentuk denda," terangnya.
Atas vonis banding tersebut, lanjut Adri, pihak jaksa penuntut umum menyatakan menerima dan tidak mengajukan upaya hukum kasasi lanjutan.
Vonis Pengadilan Tinggi Jatim yang menjatuhkan hukuman satu tahun penjara terhadap terpidana Noto Budianto, sama dengan putusan Pengadilan Tipikor, dengan demikian dinyatakan inkracht.
Noto Budianto dieksekusi pada Kamis (6/8) siang, setelah pihak terpidana dengan didampingi kuasa hukumnya datang memenuhi panggilan Kejaksaan Negeri Trenggalek.
"Terpidana Noto Budianto kini meringkuk di sel penjara Rumah Tahanan Klas IIB Trenggalek," terang Adri.
Diberitakan, permohonan banding diajukan jaksa penuntut umum pada 14 Juli 2014 ke Pengadilan Tinggi Jatim, sementara pihak terpidana memilih menerima putusan Pengadilan Tipikor Surabaya.
Menurut pejabat kejaksaan yang berwenang saat itu, banding dilakukan karena vonis yang diterima dr Noto dinilai terlalu ringan, karena pengadilan tindak pidana korupsi tidak menyertakan pidana denda dalam amar putusan yang dijatuhkan pada 8 Juli 2014.
Vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Surabaya sebenarnya sudah sesuai dengan tuntutan jaksa, yakni satu tahun penjara.
Mantan Direktur RSUD dr Soedomo itu dinilai majelis hakim, terbukti bersalah melanggar pasal 3 Undang-undang nomor 31/1999 yang diperbarui melalui Undang-undang nomor 20/2001 tentang tindak pidana korupsi.
Kasus dugaaan korupsi pengadaan obat ini bermula dari tender obat dan alat kesehatan di RSUD dr Soedomo Trenggalek tahun 2011-2012 senilai Rp6,8 miliar.
Dalam pelaksanaannya, pihak kontraktor memberikan komisi kepada pihak rumah sakit senilai Rp98 juta, namun uang yang seharusnya masuk ke kas BLUD RSUD tersebut justru dialihkan ke rekening lain atas perintah direktur rumah sakit, dr Noto Budianto. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Vonis banding turun pada 6 Juni lalu, namun baru bisa kami lakukan eksekusi kemarin (Kamis 6/8) karena masih harus memastikan terpidana sudah menerima bukti 'relas' atau pemberitahuan putusan banding dari pengadilan," kata Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Trenggalek Mohammad Adri Kahamuddin, di Trenggalek, Jumat.
Ia menjelaskan, putusan itu mengacu hasil sidang banding yang diajukan jaksa penuntut umum di Pengadilan Tinggi Jatim pada 6 Juni 2015.
Hasilnya, majelis hakim memutuskan menolak memperberat vonis yang telah dijatuhkan Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi Surabaya pada 8 Juli 2014 yang menghukum terpidana dr Noto Budianto satu tahun penjara, tanpa denda.
Menurut keterangan Adri, vonis banding yang menolak permohonan jaksa untuk memperberat hukuman terpidana Noto Budianto dengan denda uang sebesar Rp50 juta tidak bisa dipenuhi majelis hakim Pengadilan Tinggi Jatim.
"Menurut pertimbangan majelis, hukuman terpidana tidak bisa diperberat dengan menambahkan klausul denda karena unsur kerugian negara di bawah Rp50 juta. Dalam surat edaran yang dikeluarkan Mahkamah Agung, kasus korupsi dengan unsur kerugian negara di bawah Rp50 juta memang tidak boleh dijatuhi hukuman tambahan dalam bentuk denda," terangnya.
Atas vonis banding tersebut, lanjut Adri, pihak jaksa penuntut umum menyatakan menerima dan tidak mengajukan upaya hukum kasasi lanjutan.
Vonis Pengadilan Tinggi Jatim yang menjatuhkan hukuman satu tahun penjara terhadap terpidana Noto Budianto, sama dengan putusan Pengadilan Tipikor, dengan demikian dinyatakan inkracht.
Noto Budianto dieksekusi pada Kamis (6/8) siang, setelah pihak terpidana dengan didampingi kuasa hukumnya datang memenuhi panggilan Kejaksaan Negeri Trenggalek.
"Terpidana Noto Budianto kini meringkuk di sel penjara Rumah Tahanan Klas IIB Trenggalek," terang Adri.
Diberitakan, permohonan banding diajukan jaksa penuntut umum pada 14 Juli 2014 ke Pengadilan Tinggi Jatim, sementara pihak terpidana memilih menerima putusan Pengadilan Tipikor Surabaya.
Menurut pejabat kejaksaan yang berwenang saat itu, banding dilakukan karena vonis yang diterima dr Noto dinilai terlalu ringan, karena pengadilan tindak pidana korupsi tidak menyertakan pidana denda dalam amar putusan yang dijatuhkan pada 8 Juli 2014.
Vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Surabaya sebenarnya sudah sesuai dengan tuntutan jaksa, yakni satu tahun penjara.
Mantan Direktur RSUD dr Soedomo itu dinilai majelis hakim, terbukti bersalah melanggar pasal 3 Undang-undang nomor 31/1999 yang diperbarui melalui Undang-undang nomor 20/2001 tentang tindak pidana korupsi.
Kasus dugaaan korupsi pengadaan obat ini bermula dari tender obat dan alat kesehatan di RSUD dr Soedomo Trenggalek tahun 2011-2012 senilai Rp6,8 miliar.
Dalam pelaksanaannya, pihak kontraktor memberikan komisi kepada pihak rumah sakit senilai Rp98 juta, namun uang yang seharusnya masuk ke kas BLUD RSUD tersebut justru dialihkan ke rekening lain atas perintah direktur rumah sakit, dr Noto Budianto. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015