Surabaya (Antara Jatim) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya mengapresiasi adanya gugatan yang diajukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) atau advokat M. Sholeh ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pilkada dan terbitnya PKPU 12 Tahun 2015.
    
"Kami mengapresiasi gugatan yang diajukan oleh PDIP, ataupun M. Sholeh karena bagaimanapun juga, ini merupakan bagian dari indikasi dinamisnya proses demokrasi dan kepercayaannya terhadap konsepsi negara hukum di Kota Surabaya," kata Komisoner KPU Surabaya Divisi Hukum, Pengawasan, SDM dan Organisasi Purnomo Satriyo Pringgodigdo kepada Antara Surabaya, Jumat.
    
Menurut dia, pihaknya berharap agar fenomena seperti ini, atau setidaknya menggunakan prosedur-prosedur yang ada di dalam karidor hukum dapat terus dilakukan, khususnya sepanjang pelaksanaan Pilkada Surabaya 2015.
    
Terkait dengan pelaksanaan Pilkada Surabaya 2015, lanjut dia, pihaknya sampai saat ini masih akan tetap melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    
"Hal ini bukan hanya karena kami sebagai pelaksana dari peraturan yang ada, tetapi juga manifestasi komitmen kami terhadap asas-asas penyelenggara dan penyelenggaraan yang ada," ujarnya.
    
Sementara itu, Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya Didik Prasetiyono mengatakan PDIP melalui kuasa hukumnya mantan Komisoner KPU Edward Dewaruci telah mengajukan Permohonan Perkara PUU (Pengujian Undang Undang) berkenaan dengan PKPU 12/2015 ke Mahkamah Konstitusi.
    
"Hari ini telah dilakukan pendaftaran permohonan perkara oleh pengacara PDIP Surabaya tentang PUU UU 8/2015 pasal 121 dan 122. Tanda terima secara online di MK dengan nomor 2015.07.24.006/PB," kataya.
    
Pada pokoknya memohonkan kepada majelis MK untuk melakukan peninjauan kembali tentang hak konstitusional rakyat untuk tetap mendapatkan pemimpin dalam proses pemilu.
    
"PKPU 12/2015 telah melampaui kewenangan yang dimiliki KPU dalam mengatur bila ada calon tunggal dalam pilkada," katanya.
    
Menurut dia, penundaan pilkada pada jadwal tahapan pilkada serentak selanjutnya (2017) tidak memiliki dasar hukum. Sekali lagi, KPU telah melampaui kewenangannya.
    
Untuk itu, PDIP Surabaya meminta majelis untuk meninjau kembali pasal 121 dan 122 UU 8/2015 pilkada dimana jelas diatur bahwa (dalam konteks) calon tunggal ada ruang kosong hukum yang tentunya kewenangan pengaturan ada pada DPR lewat revisi UU atau pada presiden lewat Perpu, karena hal prinsip seperti ini bukan kewenangan KPU mengatur lewat PKPU. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015