Pasuruan (Antara Jatim) - Sejumlah nelayan di Kabupaten Pasuruan dan Probolinggo beberapa hari ini enggan melaut karena angin kencang dan gelombang tinggi yang terjadi di pesisir pantai Pasuruan akibat badai nangka.
"Angin kencang yang menerpa wilayah timur Indonesia terasa kuat terjadi di seluruh wilayah Jawa Timur hingga pesisir utara Pasuruan-Probolinggo yang terjadi sejak Minggu, (12/7) lalu dan kemungkinan bisa sampai satu pekan mendatang dengan ketinggian omak bervariasi," kata Kepala Pusat Data dan Informasi BMKG Juanda Bambang Setiaji ketika dihubungi melalui telepon selular, Senin.
Ia mengatakan ketinggian ombak di pesisir utara diprediksi lebih tinggi dengan ketinggian dua meter di pesisir pantai, ketinggian ombak di laut mencapai tiga hingga empat meter, sedangkan ketinggian ombak menjelang malam bisa mencapai lima meter.
"Ketinggian gelombang Laut Jawa 14-16 Juli berkisar 3-5 meter, sedangkan pada 17-19 Juli cenderung turun 3 - 3,5 meter, namun pada 20 Juli kembali naik menjadi 4 meter. Ketinggian gelombang tersebut juga diikuti dengan kecepatan angin di perairan Laut Jawa yang juga kencang sekitar 32 knot atau sekitar 60 kilometer per jam," paparnya.
Menurut dia, kencangnya angin di perairan Laut Jawa maupun di selatan Jawa tersebut akibat dampak dari degradasi tekanan udara belahan bumi bagian utara dan selatan karena badai tropis atau siklon Nangka di wilayah timur Filipina.
"Saya imbau kepada masyarakat pengguna transportasi laut untuk tidak menggunakannya terlebih dahulu sampai angin badai nangka tersebut reda, sedangkan para nelayan sebaiknya tidak mensandarkan kapal-kapalnya di dermaga agar tidak berbenturan satu sama lain," ungkapnya.
Di sisi lain, salah satu nelayan asal Desa Watuprapat, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan mengatakan ketinggian ombak laut mencapai 5 meter karena angin kencang yang terjadi beberapa hari ini, mengakibatkan para nelayan enggan melaut dan memilih untuk berada di rumah atau sekedar memperbaiki jaring perlengkapan melaut.
Ia mengatakan, beberapa nelayan yang memilih untuk tidak melaut biasanya membudidaya jenis ikan seperti nila maupun bandeng, sedangkan nelayan yang terpaksa nekat berlayar harus menepikan perahunya karena ikut terombang-ambing diterjang ombak agar bisa menghidupi kehidupan sehari-harinya.
"Lebih dari seratus nelayan yang memilih perahunya disandarkan ini ada di tiga desa, di antaranya Desa Watuprapat, Kapasan, dan Kedawang, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan. Cuaca buruk yang melanda perairan selat madura atau lepas pantai utara pasuruan ini terjadi kemungkinan adanya pergantian musim dari musim hujan ke musim kemarau," ujarnya.
Di sisi lain, salah satu nelayan dari Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, Muhlis menyebutkan perahu miliknya yang disandarkan ke dermaga mengalami kerusakan karena karam akibat adanya badai nangka tersebut dan mengalami kerugian ratusan juta rupiah.
"Kondisi ini tidak seperti biasanya karena ombak besar pesisir Probolinggo yang tinggi dan mengakibatkan perahu kami karam bahkan bisa lepas kendali dan berharap agar cuaca kembali normal seperti semula," tandasnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Angin kencang yang menerpa wilayah timur Indonesia terasa kuat terjadi di seluruh wilayah Jawa Timur hingga pesisir utara Pasuruan-Probolinggo yang terjadi sejak Minggu, (12/7) lalu dan kemungkinan bisa sampai satu pekan mendatang dengan ketinggian omak bervariasi," kata Kepala Pusat Data dan Informasi BMKG Juanda Bambang Setiaji ketika dihubungi melalui telepon selular, Senin.
Ia mengatakan ketinggian ombak di pesisir utara diprediksi lebih tinggi dengan ketinggian dua meter di pesisir pantai, ketinggian ombak di laut mencapai tiga hingga empat meter, sedangkan ketinggian ombak menjelang malam bisa mencapai lima meter.
"Ketinggian gelombang Laut Jawa 14-16 Juli berkisar 3-5 meter, sedangkan pada 17-19 Juli cenderung turun 3 - 3,5 meter, namun pada 20 Juli kembali naik menjadi 4 meter. Ketinggian gelombang tersebut juga diikuti dengan kecepatan angin di perairan Laut Jawa yang juga kencang sekitar 32 knot atau sekitar 60 kilometer per jam," paparnya.
Menurut dia, kencangnya angin di perairan Laut Jawa maupun di selatan Jawa tersebut akibat dampak dari degradasi tekanan udara belahan bumi bagian utara dan selatan karena badai tropis atau siklon Nangka di wilayah timur Filipina.
"Saya imbau kepada masyarakat pengguna transportasi laut untuk tidak menggunakannya terlebih dahulu sampai angin badai nangka tersebut reda, sedangkan para nelayan sebaiknya tidak mensandarkan kapal-kapalnya di dermaga agar tidak berbenturan satu sama lain," ungkapnya.
Di sisi lain, salah satu nelayan asal Desa Watuprapat, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan mengatakan ketinggian ombak laut mencapai 5 meter karena angin kencang yang terjadi beberapa hari ini, mengakibatkan para nelayan enggan melaut dan memilih untuk berada di rumah atau sekedar memperbaiki jaring perlengkapan melaut.
Ia mengatakan, beberapa nelayan yang memilih untuk tidak melaut biasanya membudidaya jenis ikan seperti nila maupun bandeng, sedangkan nelayan yang terpaksa nekat berlayar harus menepikan perahunya karena ikut terombang-ambing diterjang ombak agar bisa menghidupi kehidupan sehari-harinya.
"Lebih dari seratus nelayan yang memilih perahunya disandarkan ini ada di tiga desa, di antaranya Desa Watuprapat, Kapasan, dan Kedawang, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan. Cuaca buruk yang melanda perairan selat madura atau lepas pantai utara pasuruan ini terjadi kemungkinan adanya pergantian musim dari musim hujan ke musim kemarau," ujarnya.
Di sisi lain, salah satu nelayan dari Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, Muhlis menyebutkan perahu miliknya yang disandarkan ke dermaga mengalami kerusakan karena karam akibat adanya badai nangka tersebut dan mengalami kerugian ratusan juta rupiah.
"Kondisi ini tidak seperti biasanya karena ombak besar pesisir Probolinggo yang tinggi dan mengakibatkan perahu kami karam bahkan bisa lepas kendali dan berharap agar cuaca kembali normal seperti semula," tandasnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015