Nganjuk (Antara Jatim) - Petani bawang merah di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, menyatakan keberatan jika pemerintah mengimpor komoditas tersebut, sebab memicu harga komoditas itu jatuh, dan merugikan petani.
Akat, seorang petani bawang merah asal Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk, Minggu, mengatakan harga bawang merah saat ini relatif stabil, yaitu Rp14 sampai Rp15 ribu per kilogram, tapi jika pemerintah mengimpor, dipastikan harganya bisa turun.
"Harganya sempat Rp9 ribu per kilogram, tapi saat ini relatif lebih stabil sampai Rp15 ribu per kilogram. Jika pemerintah impor, ini ancaman besar, bagaimana nasib petani ke depan," kata Akat.
Ia mengatakan, pemerintah cenderung hanya menghitung dengan angka saja, tapi jarang memerhatikan petani. Jika harga pasar cenderung tinggi, dengan cepat akan diambil kebijakan untuk impor dengan dalih menekan harga.
"Namun, pemerintah tidak memerhatikan investasi petani. Ini kasihan petani," ujarnya.
Menurut dia, biaya produksi untuk menanam bawang merah sangat mahal. Untuk satu hektare lahan, menghabiskan biaya produksi sampai Rp102 juta. Selain untuk keperluan membeli bibit, juga untuk pupuk, sewa lahan, serta biaya pekerja.
Ia menuturkan, di Kabupaten Nganjuk biaya sewa lahan saat ini mencapai Rp50 juta per hektare. Sementara, itu, harga bibit dengan berbagai macam varietas saat ini mencapai Rp23 ribu per kilogram.
Dengan kondisi harga jual bawang merah Rp15 ribu per kilogram, untung petani tidak terlalu besar. Namun, mereka tetap bertahan untuk menanam bawang merah, sebab struktur tanahnya cocok.
Dalam setahun, kata dia, petani bisa menanam bawang merah sampai dua kali. Setiap hektare, untuk produksi normal bisa mencapai 20 ton, namun jika cuaca tidak mendukung produksinya turun hanya sekitar 12 ton per hektare.
Ia mengatakan, pemerintah memang harus terlibat untuk komoditas ini, dengan harapan lebih memerhatikan kebijakan. Diharapkan, pemerintah tidak langsung melakukan impor saat harga bawang merah naik drastis, sebab hal itu tidak akan terlalu lama.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
Akat, seorang petani bawang merah asal Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk, Minggu, mengatakan harga bawang merah saat ini relatif stabil, yaitu Rp14 sampai Rp15 ribu per kilogram, tapi jika pemerintah mengimpor, dipastikan harganya bisa turun.
"Harganya sempat Rp9 ribu per kilogram, tapi saat ini relatif lebih stabil sampai Rp15 ribu per kilogram. Jika pemerintah impor, ini ancaman besar, bagaimana nasib petani ke depan," kata Akat.
Ia mengatakan, pemerintah cenderung hanya menghitung dengan angka saja, tapi jarang memerhatikan petani. Jika harga pasar cenderung tinggi, dengan cepat akan diambil kebijakan untuk impor dengan dalih menekan harga.
"Namun, pemerintah tidak memerhatikan investasi petani. Ini kasihan petani," ujarnya.
Menurut dia, biaya produksi untuk menanam bawang merah sangat mahal. Untuk satu hektare lahan, menghabiskan biaya produksi sampai Rp102 juta. Selain untuk keperluan membeli bibit, juga untuk pupuk, sewa lahan, serta biaya pekerja.
Ia menuturkan, di Kabupaten Nganjuk biaya sewa lahan saat ini mencapai Rp50 juta per hektare. Sementara, itu, harga bibit dengan berbagai macam varietas saat ini mencapai Rp23 ribu per kilogram.
Dengan kondisi harga jual bawang merah Rp15 ribu per kilogram, untung petani tidak terlalu besar. Namun, mereka tetap bertahan untuk menanam bawang merah, sebab struktur tanahnya cocok.
Dalam setahun, kata dia, petani bisa menanam bawang merah sampai dua kali. Setiap hektare, untuk produksi normal bisa mencapai 20 ton, namun jika cuaca tidak mendukung produksinya turun hanya sekitar 12 ton per hektare.
Ia mengatakan, pemerintah memang harus terlibat untuk komoditas ini, dengan harapan lebih memerhatikan kebijakan. Diharapkan, pemerintah tidak langsung melakukan impor saat harga bawang merah naik drastis, sebab hal itu tidak akan terlalu lama.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015