Surabaya, (Antara Jatim) - Ikhtiar menjamin keamanan pangan di Indonesia memang tidak mudah dilaksanakan, sebab setiap tahunnya masih saja ditemukan kasus keracunan makanan kedaluwarsa, dan lain sebagainya.

Direktur "Surveillance" dan Penyuluhan Keamanan Pangan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Halim Nababan, menyebutkan akibat kasus keracunan tersebut negara telah menderita kerugian sekitar Rp2,9 triliun selama lima tahun terakhir.

Selain itu, BPOM juga mencatat dari total sebanyak 306 kasus keracunan, sedikitnya 80 persen terjadi di tingkat rumah tangga yang diakibatkan pencemaran mikrobiologi, atau kurang bersihnya dalam menjaga setiap makanan.

Oleh karena itu, kata Halim, diperlukan kehati-hatian dalam membeli setiap makanan, dan sebelum membeli diharapkan untuk melakukan cek kemasan, nomor izin edar, serta tanggal kedaluwarsanya.

Halim mengaku siap mencabut kembali nomer registrasi pangan sebuah perusahaan atau merk dagang, apabila diketahui dengan sengaja melanggar keamanan dan pemenuhan standar pangan nasional.

"Apalagi saat Ramadhan dan Lebaran, tingginya tingkat konsumsi masyarakat yang selalu terjadi sering membuat kelabakan para produsen untuk memenuhi penyediaan makanan," ucapnya saat kunjungan di Gresik, bebeberapa waktu lalu.

Akibatnya, kata Halim, beberapa produsen makanan yang tak bertanggung jawab berusaha "nakal" dalam menuruti tingginya permintaan, yakni dengan mencampur antara barang kedaluwarsa dengan barang baru.

Untuk mengantisipasi hal itu, Kepala BPOM wilayah Surabaya, I Gusti Ngurah Bagus Kusuma Dewa telah mengintensifkan pengawasan makanan serta razia ke berbagai lokasi.

Ia mengatakan kegiatan pengawasan itu tidak dilakukan saat mendekati Ramadhan saja, melainkan jauh hari sebelum Ramadhan dengan mendatangi beberapa gerai yang menjual produk makanan.

"Permintaan makanan dan minuman sangat deras mengalir. Belum tentu makanan yang ada di pasaran steril dan sehat, karena itu kita lebih intensif lagi melakukan pengawasan dan razia makanan," ucapnya, saat ditemui di Gresik.

Ia menjelaskan langkah mengintensifkan pengawasan pangan juga dilakukan dengan menerjunkan mobil laboratorium keliling yang akan menguji sampel makanan dan hasilnya langsung bisa dilihat.

Bahkan sepekan sebelum Ramadhan, mobil laboratorium itu melakukan uji sampel di Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik dan menemukan cincau serta kerupuk jenis puli dan terasi yang mengandung boraks (bahan pengawet).

"Dari pengambilan contoh makanan yang kami lakukan di lokasi jajanan Kecamatan Kebomas, masih ditemukan makanan yang mengandung boraks," ucapnya.

Oleh karena itu, I Gusti meminta agar masyarakat untuk lebih berhati-hati saat membeli jajanan di pinggir jalan, apalagi saat adanya momen buka puasa atau makanan takjil yang banyak dijual di pinggir jalan.

Sementara atas temuannya, BPOM berencana meneruskannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik untuk dilakukan pembinaan terhadap sejumlah penjual jajanan di wilayah Kecamatan Kebomas.

Gerakan Warga

Untuk lebih memberikan keamanan pangan, BPOM wilayah Surabaya telah melibatkan warga Desa Kebomas, Kabupaten Gresik, dalam pengawasan makanan dengan membentuk petugas Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD) di wilayah tersebut.

"Desa Kebomas merupakan satu dari banyak daerah baru yang dijangkau BPOM untuk mengampanyekan GKPD. Oleh karena itu diharapkan jadi "pilot project" Desa Pangan Aman Nasional," ucap Kapal BPOM Surabaya I Gusti Ngurah Bagus Kusuma Dewa.

Ia mengatakan gerakan ini merupakan program strategis untuk menciptakan kampanye keamanan pangan nasional berbasis komunitas yang berkelanjutan bagi masyarakat nasional.         

"Dilibatkannya masyarakat di tingkat bawah ini mengingatkan kembali pentingnya keamanan makanan pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang paling utama," ucapnya.

Ia mengatakan target dari kegiatan ini yakni adanya peningkatan keamanan produk makanan dari sektor bawah, terutama dari Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP).

"Kegiatan ini juga merupakan amanat dari Undang-undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 yang merupakan bagian penting dari hak asasi manusia," katanya.

Sebelumnya, program ini juga digelar di Desa Banjar Raya, Kulon Progo, Yogyakarta dan di Desa Parongpong, Bandung.

Selain kampanye, gerakan ini juga telah memberikan pendidikan keamanan pangan kepada 5.800 usaha pangan desa seperti PKL dan 1.550 ritel pangan desa seperti koperasi. 

"Edukasi mengenai pangan saja tidak cukup,karena itu kami berusaha terus meningkatkan kesadaran dan mendorong masyarakat  secara mandiri mampu memastikan keamanan pangan yang dikonsumsinya," tukasnya.(*)

Pewarta: Abdul Malik Ibrahim

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015