Tulungagung (Antara Jatim) - Aktivis LSM Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi mendesak pengelola tambang tembaga di Desa Panggunguni, Kecamatan Pucanglaban, Kabupaten Tulungagung, secepatnya mereklamasi lahan bekas galian tambang tersebut karena diduga menjadi telaga beracun. "Kami mendesak perusahaan yang menambang di Panggunguni untuk segera mereklamasi lokasi yang sekarang jadi telaga warna karena mengandung limbah beracun berupa arsenik maupun unsur logam berat lainnya," tegas Ketua PPLH Mangkubumi, Muhammad Ichwan, melalui pesan pendek kepada Antara, Selasa. Desakan penutupan itu, kata Ichwan bukannya tanpa alasan. Selain diduga beracun, kawasan penambangan di puncak bukit Puthuk Krebet, Desa Panggunguni itu sekarang juga menjadi obyek wisata baru bagi warga. Selain pesona warna telaga yang berbeda-beda, ujarnya, banyak pemburu batu akik yang datang ke tempat ini untuk sekedar mendapat bongkahan batu sisa penambangan yang bisa diolah menjadi kerajinan akik. "Kalau masyarakat tidak mengerti, lalu ada yang mencebur, berenang atau bahkan meminum air telaga, itu bisa berbahaya. Pemerintah harus turun tangan untuk mencegah risiko ini terjadi," tandasnya. Dugaan telaga warna di Bukit Puthuk Krebet bekas areal penambangan mineral tembaga itu pertama kali diungkapkan ahli geologi Dinas Pekerjaan Umum Energi dan Sumber Daya Mineral (PU-ESDM) Kabupaten Tulungagung, Sofyan Hadi. Ia mengatakan, air di bekas galian yang saat ini membentuk seperti telaga disinyalir mengandung arsenik, bahan metaloid yang terkenal beracun dan memiliki tiga bentuk alotropik, yakni kuning, hitam, dan abu-abu. Arsenik adalah unsur kimia yang biasanya digunakan sebagai pestisida, herbisida dan insektisida. Fakta adanya zat kimia berbahaya yang mematikan itulah yang kini menjadi sorotan LSM. Menurut Ichwan, telaga warna itu lebih tepat disebut wisata limbah, karena mangandung bahan berbahaya dan beracun (b3). Menurut dia, upaya reklamasi lahan sudah seharusnya dilakukan secepatnya. Kendati izin penambangan masih berlaku dua tahun lagi, aktivitas penggalian ataupun pengolahan bahan tambang sudah tidak ada sejak 2013. Ichwan menambahkan, pemerintah harus bisa mendesak perusahaan tambang yang melakukan penggalian agar mereklamasi lahan tersebut. Sebab, lanjut dia, uang jaminan reklamasi dan jaminan lain sudah disimpan di pemda, sehingga pelaku usaha wajib melakukan pengembalian kerusakan lingkungan pascaeksploitasi. "Pelaku usaha kan punya izin lingkungan berupa UKL/UPL. Jadi konkritnya, lokasi bekas galian itu ditutup dan ditanami tanaman konservasi, misalnya trembesi dan buah-buahan," katanya.(*)

Pewarta:

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015