Oleh Rini Utami Beijing (Antara) - Warga Negara Indonesia/TKI yang menjadi korban perdagangan manusia di wilayah Tiongkok Daratan terus berdatangan ke Kedutaan Besar RI di Beijing, setelah berhasil kabur atau sengaja "diserahkan" oleh agen ilegal yang membawanya. "Saya berhasil kabur dengan dibantu rekan sesama pembantu rumah tangga yang asli orang Tiongkok," ungkap NH, wanita asal Kampung Sempur, Pandeglang, Banten, kepada Antara di Beijing, Kamis. NH dan RD asal Kampung Cibiutarok, Pandeglang, Banten, dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga di Fuzhou di wilayah Tiongkok Tenggara, sejak tiga tahun silam. "Kami dijanjikan setelah tiga tahun akan dipulangkan, namun setelah tiga tahun mereka ingin kami tetap bekerja sebagai PRT, tanpa besaran gaji yang dijanjikan, tanpa libur dan kesejahteraan yang memadai, semisal saat musim dingin kami dibiarkan kerja tanpa penghangat, sehingga badan dngin, tangan kaku, perih, hingga pecah-pecah dan berdarah, tetapi kami harus terus kerja," tutur RD, sambil menangis. Keduanya tiba di Tiongkok, setelah dibeli dari seorang agen di Tiongkok sebesar 15 ribu Yuan, dari agen di Pandeglang. "Gaji kami dipotong, untuk agen, dan tidak dibayarkan selama tujuh bulan untuk mengganti uang majikan yang membelinya dari agen. Dari janji 4.000 Yuan, saya hanya terima 2.500 Yuan," ungkap NH. Selain tidak diperkenankan berinteraksi dengan orang lain, paspor mereka pun ditahan. "Sehingga kami juga sulit untuk kabur di awal-awal kerja di sini, padahal sudah tidak tahan. Kami belum pernah kerja di luar negeri," katanya. Kini NH dan RD ditampung di rumah tahanan Kantor Keamanan Publik Beijing setelah sebelumnya ditampung di KBRI dan dibuatkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Karena keduanya berada di Tiongkok daratan secara ilegal, selama lebih dari satu bulan, maka mereka diwajibkan untuk ditahan di Kantor Keamanan Publik. Duta Besar RI untuk Tiongkok merangkap Mongolia Soegeng Rahardjo mengungkapkan pihaknya telah memulangkan 48 WNI yang menjadi korban perdagangan manusia, sejak Januari hingga April 2015. "Mereka berdatangan, satu, dua hingga lima orang sekaligus, dan mengungkapkann masih ada sekitar sepuluh hingga 20 orang rekan mereka yang belum bisa meloloskan diri. Jadi, mungkin jumlahnya akan terus bertambah," tuturnnya. (*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015