Surabaya (Antara Jatim) - Sebuah kebijakan bisa saja dilihat dari sisi positif dan negatif, bahkan sisi negatif itu bisa lebih banyak daripada sisi positifnya.
Sisi negatif dari pilkada serentak, misalnya, keputusan (pilkada serentak) yang mendadak, kesiapan penyelenggara (KPU) yang kedodoran, anggaran yang belum siap, dan banyak lagi.
Apalagi, penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pilkada yang sebelumnya ditangani Mahkamah Konstitusi (MK) akan dialihkan ke peradilan khusus.
Tentu, pengalihan itu bisa berlarut-larut dan rawan, karena keputusan peradilan khusus itu tidak seperti keputusan MK yang final dan mengikat.
Masalahnya, Provinsi Jawa Timur akan menggelar 19 pilkada serentak itu pada 9 Desember 2015 atau selang enam bulan lagi yang dilaksanakan di Kota Blitar (akhir masa jabatan 3-8-2015), Kota Surabaya (28-9-2015), Kota Pasuruan (18-10-2015), dan Kabupaten Ngawi (27-7-2015).
Selanjutnya, Kabupaten Lamongan (19-8-2015), Kabupaten Jember (11-8-2015), Kabupaten Ponorogo (12-8-2015), Kabupaten Kediri (19-8-2015), Kabupeten Situbondo (6-9-2015), Kabupaten Gresik (27-9-2015), dan Kabupaten Trenggalek (4-10-2015).
Berikutnya, Kabupaten Mojokerto (18-10-2015), Kabupaten Sumenep (19-10-2015), Kabupaten Banyuwangi (21-10-2015), Kabupaten Malang (26-10-2015), Kabupaten Sidoarjo (1-11-2015), Kabupaten Blitar (31-1-2016), Kabupaten Pacitan (21-2-2016), serta Kabupaten Tuban (20-6-2016).
Adalah Dekan Fakultas Hukum Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya, Siti Marwiyah SH MH, yang menilai format ideal untuk pilkada serentak itu perlu dikaji.
"Kajian itu menyangkut kesiapan KPU dan Bawaslu serta masyarakat," katanya di sela FGD (focus group discussion) 'Pemilu Serentak' yang dibuka Kepala Pusat Kajian MPR RI Makruf Cahyono di Surabaya, Jatim (25/4).
Masalahnya, justru kesiapan masyarakat yang penting. "Kalau KPU dan Bawaslu mungkin hanya kesiapan teknis, tapi kesiapan masyarakat itu justru merupakan hal terpenting," ujarnya.
Menurut dia, masyarakat sesungguhnya belum sepenuhnya siap ketika ada perubahan sistem pemilu dari "tidak langsung" menjadi "langsung" dan akhirnya dari "langsung" menjadi "serentak".
"Kalau pemilu langsung saja belum siap, kok ada pemilu serentak. Partisipasi masyarakat kita dalam pemilu langsung saja masih rata-rata 60 persen, apakah pemilu serentak akan semakin turun atau meningkat," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya lebih setuju bila MPR mengajak kalangan perguruan tinggi untuk menyiapkan masyarakat melalui berbagai bentuk sosialisasi, sebab tanpa kesiapan masyarakat akan percuma saja.
"Misalnya, di Madura itu saat pemilu masih sering diwakilkan. Itu seperti orang kenduri yang bila tidak bisa datang akan diwakilkan. Artinya, pemahaman masyarakat tentang pemilu masih sangat kurang," tukasnya.
Cegah Politik Kotor
Terkait pilkada serentak itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur meminta pemerintah daerah di 19 kabupaten/kota penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) mengalokasikan anggaran karena tidak ada bantuan dana dari pusat.
"Pilkada serentak digelar Desember 2015 dan sesuai perintah undang-undang, daerah yang menyiapkan anggaran, bukan pemerintah pusat seperti sebelum-sebelumnya," ujar Kepala Biro Administrasi Pemerintahan Umum Setdaprov Jatim, Suprianto, di Surabaya (6/5).
Seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah, pemerintah pusat tidak akan memberikan dana tambahan bagi daerah yang akan melaksanakan Pilkada serentak 2015.
"Berdasarkan rapat kerja Pilkada 2015 di Jakarta beberapa waktu lalu, bagi daerah yang akan melaksanakan Pilkada diminta agar pemda, KPUD dan Bawaslu/Panwaslu serta unsur terkait segera menyepakati besaran anggaran dan jaminan tersedianya anggaran," katanya.
Oleh karena itulah, lanjut dia, pemerintah daerah diminta segera menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
"Pendanaan kebutuhan pengamanan dapat dianggarkan dalam bentuk hibah maupun program dan kegiatan pada satuan kerja perangkat daerah. Namun, tidak diperkenankan apabila telah tersedia anggarannya dalam APBN," tuturnya.
Mantan Kepala Biro Hukum Setdaprov Jatim tersebut juga mengatakan bagi daerah yang belum menetapkan APBD agar diusulkan dalam P-APBD sesuai besaran yang dibutuhkan.
"Terkait penerimaan hibah dari Pemda kepada Polri dalam rangka pengamanan agar berpedoman pada Permenkeu No 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolahan Hibah, dan Permenkeu Nomor 230/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntabilitas Hibah.
Namun, di antara kendala teknis itu, anggota Komisi VII DPR RI asal Probolinggo, Jawa Timur, H Hasan Aminudin, justru menilai pilkada serentak yang akan diselenggarakan pada Desember 2015 akan positif, karena bisa mencegah politik kotor.
"Itu (pilkada serentak) lebih baik, karena politik kita seringkali dianggap kotor, maka pilkada serentak akan membuat relatif bersih," katanya kepada Antara di Surabaya (10/5).
Salah seorang Ketua DPP Partai Nasdem itu menjelaskan pilkada serentak akan mendorong perpolitikan di Tanah Air menjadi relatif bersih, karena "bandar" politik akan bingung.
"Kalau tidak serentak, para bandar itu bisa berjudi secara maksimal, tapi kalau dilakukan secara serentak justru akan membuatnya bingung, karena tidak bisa maksimal," katanya.
Tentang kesiapan masyarakat dengan pilkada serentak, mantan Bupati Probolinggo yang juga pernah menjadi Ketua DPW PKB Jatim itu mengatakan masyarakat akan dapat disiapkan melalui sosialisasi yang gencar.
"Penyelenggara juga akan siap, karena KPU di tingkat Jatim hanya bertindak sebagai koordinator, sehingga KPU Jatim tidak akan bingung dengan 19 pilkada serentak itu, karena tinggal koordinasi. Yang penting justru sosialisasi untuk masyarakat harus gencar," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015