Tulungagung (Antara Jatim) - Sejumlah penghuni dan pengurus kawasan bekas Lokalisasi Kaliwungu, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur menolak rencana pemerintah daerah setempat menutup total seluruh kafe maupun rumah karaoke yang ada di tempat itu.
"Kalau diteribkan silahkan, tapi jangan ditutup total. Kami selama ini bekerja di sini, masa mau digusur," kata Puryanto (50), salah satu pengurus kawasan bekas lokalisasi yang kini menjadi sentra warung kopi dan rumah karaoke tersebut, di Kaliwungu, Tulungagung, Jumat.
Penolakan sudah disampaikan Puryanto bersama sejumlah pengurus lain di dalam kompleks, sesaat sebelum rombongan tim gabungan Polri/TNI/Satpol PP datang dan mulai memasang papan larangan prostitusi, perjudian, narkoba dan minuman keras.
Saat sejumlah petugas intelkam Polsek Ngunut dan Koramil Ngunut tiba lebih dulu dan memberi penjelasan awal mengenai rencana penutupan, Puryanto dan kawan-kawan tegas menolak penutupan.
Menurut mereka, aktivitas yang mereka lakukan legal karena sudah sesuai program alihfungsi kawasan lokalisasi menjadi sentra perekonomian kecil.
"Sudah tidak ada lagi prostitusi di sini. Kalaupun ada, itu dilakukan secara pribadi oleh masing-masing pemandu lagu dan mungkin dilakukan di luar, tidak di sini," kata Puryanto.
Penolakan juga disampaikan Yudi, pimpinan keamanan kawasan bekas Lokalisai Kaliwungu yang mengikuti dialog dengan jajaran petugas polsek maupun saat jajaran Forpimda Tulungagung datang meninjau proses sosialisasi penutupan.
Yudi berdalih, lahan yang digunakan untuk sentra perdagangan warung kopi dan rumah karaoke itu adalah tanah bengkok perangkat, sehingga penggunaannya menjadi otonomi desa.
"Kalau sekadar warung kopi ataupun rumah karaoke ini ditutup, kami menuntut yang di luar sana juga ditutup. Pemerintah (daerah) dan polisi harus bersikap adil," ujarnya.
Menurut penjelasan keduanya, dari total 69 pemilik kios/warung kopi dan rumah karaoke, semuanya rutin menyetor uang sewa lokasi usaha ke kas desa sebesar Rp100 ribu per bulan.
Demikian juga 100-an pemandu lagu yang rela memberikan uang iuran sebesar Rp2.000 per hari untuk jasa keamanan dan kebersihan untuk dikelola sebagai dana kas desa.
"Kami ikut apa kata kepala desa. Beliau berjanji untuk mempertahankan kawasan ini sejauh untuk usaha warung kopi dan rumah karaoke, tanpa prostitusi ataupun penyakit sosial lainnya," imbuh Yono, pengurus kawasan yang lain menimpali.
Terlepas dalih mereka, kawasan bekas lokalisasi Kaliwungu di Kecamatan Ngunut dan Ngujang di Kecamatan Ngantru kerap disorot masyarakat, utamanya MUI dan alim-ulama Tulungagung karena ditengarai masih marak aktivitas prostitusi, perjudian dan minuman keras.
Sinyalemen itu terbukti saat puluhan aparat tim gabungan melakukan pemeriksaan di dalam rumah-rumah karaoke ataupun warung kopi yang semuanya menyediakan kamar semacam "bilik asmara".
Menurut keterangan sumber warga, bilik asmara itu yang biasa digunakan para pemandu lagu untuk melayani permintaan jasa seksual setiap pelanggan warung kopi ataupun hiburan karaoke tempat mereka bekerja. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015