Jember (Antara Jatim) - Pengamat hubungan internasional Universitas Jember Honest Doddy Molasy mengatakan penarikan duta besar Australia setelah eksekusi dua terpidana mati merupakan hal yang wajar dalam hubungan diplomatik kedua negara. "Protes diplomatik dan penarikan duta besar masih dalam koridor tata krama hubungan antarnegara jika suatu negara tidak menyukai kebijakan negara lain," kata Honest di Jember, Jawa Timur, Kamis. Menurut dia, negara manapun akan melakukan hal yang sama, termasuk Indonesia pada saat WikiLeaks membocorkan dokumen bahwa Australia menyadap telepon seluler milik mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani serta beberapa pejabat lain. "Indonesia pun menarik duta besarnya sebagai sikap protes terhadap kebijakan pemerintah Australia," ucap kandidat Doktor di Swinburne University of Technology Australia ini. Penarikan duta besar, lanjut dia, merupakan respon pemerintah Australia terhadap desakan dan tekanan warga negaranya dan hal tersebut diprediksi tidak akan berlangsung lama. Honest optimistis hubungan bilateral kedua negara Indonesia-Australia akan kembali membaik dalam waktu beberapa bulan ke depan karena kedua negara saling membutuhkan untuk melakukan kerja sama di berbagai bidang. "Posisi Indonesia yang cukup strategis memiliki pengaruh yang cukup besar dan penting bagi Australia, sehingga tidak mungkin Australia melakukan boikot terhadap Indonesia," paparnya. Kendati demikian, lanjut dia, pemerintah Indonesia juga harus tetap melakukan pendekatan persuasif kepada pemerintah Australia untuk memperbaiki hubungan yang memburuk tersebut. "Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri bisa melakukan langkah diplomasi seperti memberikan klarifikasi dan penjelasan terhadap eksekusi mati dua terpidana 'Bali Nine' asal Australia itu," ujar lulusan S-2 Victoria University Australia itu. Dosen FISIP Unej itu menegaskan setiap negara punya kedaulatan masing-masing termasuk keputusan untuk hukuman bagi warga asing yang melanggar ketentuan, sehingga Australia harus menghargai hukum di Indonesia. Menyusul eksekusi terhadap dua warga negara Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, pada Rabu (29/4) pukul 00.35, Perdana Menteri Australia Tony Abbott langsung memanggil pulang duta besarnya untuk Indonesia. Chan dan Sukumaran dieksekusi berbarengan terpidana mati narkoba lain, yakni empat warga Nigeria, Jamiu Owolabi Abashin yang lebih dikenal sebagai Raheem Agbage Salami, Okwudili Oyatanze, Martin Anderson, dan Silvester Obiekwe Nwolise, warga negara Brasil Rodrigo Gularte, dan Zainal Abidin dari Indonesia, sedangkan Mary Jane ditunda eksekusinya.(*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015