Jember (Antara Jatim) - Pengamat hukum Universitas Jember, Dr Nurul Ghufron, mengatakan penundaan eksekusi terpidana mati kasus narkoba Mary Jane Fiesta Veloso tidak melanggar konstitusi. "Status terpidana warga Filipina itu tetap terpidana mati, dan eksekusi matinya hanya ditunda, bukan dibatalkan," kata Nurul di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu. Menurut dia, penundaan eksekusi dapat dilakukan, apabila ada permintaan terakhir dari terpidana mati atau ada permohonan secara diplomasi terkait dengan kasus hukum yang melibatkan Mary Jane di Filipina. "Penundaan itu tentu memiliki banyak pertimbangan, namun jangan sampai hukum di Indonesia diintervensi oleh negara lain," ucap Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Jember itu. Ia berharap pemerintah tidak terlalu lama menunda eksekusi mati tersebut, agar tidak menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. "Vonis mati harus tetap dilakukan karena terpidana Mary Jane sudah terbukti bersalah menyelundupkan heroin seberat 2,6 kilogram senilai Rp5,5 miliar," paparnya. Sebanyak delapan dari sembilan terpidana mati kasus kejahatan narkoba skala besar telah dieksekusi di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada Rabu dini hari. Terpidana mati asal Australia, Nigeria, Brasil, dan Indonesia dieksekusi oleh regu tembak setelah pemberitahuan pelaksanaan hukuman mati dikeluarkan pada akhir pekan. Namun, menjelang eksekusi terjadi perkembangan baru yang membuat eksekusi terhadap terpidana asal Filipina, Mary Jane Veloso, ditunda sementara. Penundaan eksekusi mati Mary Jane Veloso adalah atas permintaan pemerintah Filipina menyusul perkembangan bahwa seseorang menyerahkan diri di negara tersebut terkait kasus perdagangan manusia, di mana Mary Jane mengaku sebagai salah satu korban. Pemerintah Indonesia menganggap Mary Jane perlu memberikan kesaksian dalam persidangan di Filipina dan terpidana mati asal Filipina itu dikembalikan ke Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, Yogyakarta.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015