Tulungagung (Antara Jatim) - Pemerintah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur belum berencana membentuk tim pengawas cagar budaya, kendati ratusan benda/situs bersejarah yang tersebar di daerah tersebut terancam rusak/hilang akibat kurangnya upaya pelestarian.
"Sementara ini belum (ada rencana). Gagasan memang sempat muncul, tapi belum bisa direalisasikan," kata Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tulungagung, Ahmad Pitoyo di Tulungagung, Minggu.
Ia tidak banyak menjelaskan alasan pemerintah daerah mengesampingkan penerapan Undang-undang nomor 10 tahun 2010 tentang pengelolaan dan pelestarian cagar budaya tersebut.
Namun Pitoyo mengisyaratkan salah satu kendala yang menjadi penghambat penerapan salah satu pasal dalam UU no 10/2010 tentang cagar budaya di atas adalah masalah minimnya alokasi ketersediaan anggaran.
Selain itu, lanjut Pitoyo yang berlatar belakang seniman dalang pewayangan ini, perda tentang cagar budaya di Tulungagung sampai saat ini belum final karena masih ada yang direvisi.
"Kami menunggu sampai ada payung hukum yang jelas. Perda tentang cagar budaya informasinya saat ini masih direvisi, jadi tunggu itu dulu," kilahnya.
Pihaknya mengakui, tidak adanya tim pengawas perlindungan benda/situs cagar budaya sangat berpengaruh terhadap meningkatnya risiko perusakan atau bahkan pencurian benda-benda bersejarah di daerah tersebut.
Salah satu yang menonjol dan disesali pecinta cagar budaya setempat adalah penjualan sebagian aset lahan dan bangunan dalem Kepatihan oleh salah satu bank pemerintah dan swasta, pada era 1990-an.
"Penjualan aset cagar budaya dalem kepatihan oleh keluarga ahli waris saat itu menyebabkan bangunan kaputren yang di dalamnya ada banyak koleksi benda bersejarah ikut rusak atau bahkan hilang. Tapi memang waktu itu belum ada aturan yang melarang ahli waris untuk memperjualbelikan aset mereka," kata Kasi Seni dan Budaya Dinas Budparpora Tulungagung, Sri Rahayu.
Saat ini masih ada ratusan benda cagar budaya, baik peninggalan zaman masa kerajaan Hindu-Mataram Islam, maupun benda/bangunan bersejarah lain sisa peninggalan zaman penjajahan dan perjuangan Indonesia.
Sebagian bangunan dan benda cagar budaya itu dilaporkan banyak yang rusak, sebagian hilang, akibat masifnya pembangunan di daerah tersebut maupun aktivitas perdagangan gelap benda-benda arkeologi di Indonesia.
salah satu benda atau situs cagar budaya yang mengalami kerusakan akibat lemahnya pola pengawasan dan pemeliharaan adalah situs Pancuran Songo yang ada di Kecamatan Sendang.
Dua bagian situs serupa patirtan berbentuk "yoni omben jago" atau tempat keluarnya sumber mata air saat ini diketahui telah rusak/patah.
Menurut analisa Ketua Komunitas Peduli Peninggalan Majapahit dan Kediri di Tulungagung, Bambang Eko Ariadi, kerusakan tersebut disebabkan ulah pengunjung yang tidak terawasi dengan baik.
"Memang tidak hilang. Dua yoni yang patah masih tersimpan, tapi kerusakan seperti itu harusnya bisa dicegah," ujarnya.
Situs Pancuran Songo hanyalah satu di antara ratusan benda/situs/kawasan cagar budaya yang terkesan dibiarkan ada tanpa tersentuh upaya pelestarian ataupun sekadar perawatan rutin.
Data resmi yang dikeluarkan Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan, sejak Museum Wajakensis di Boyolangu berdiri pada 1996 hingga sekarang, sudah ada sedikitnya 300-an benda cagar budaya yang telah teregistrasi.
Namun dari jumlah sebanyak itu, menurut keterangan Koordinator Wilayah Juru Pelihara BPCB Trowulan Tulungagung-Trenggalek, Hariyadi, hanya 15 situs yang dikelola langsung oleh lembaganya.
"Benda, situs ataupun kawasan cagar budaya yang tidak dikelola langsung oleh BPCB secara otomatis menjadi kewenangan (pemerintah) daerah," ujarnya.
Ia mengatakan, pada saat pendirian museum wajakensis yang menjadi sentra penyimpanan sebagian benda cagar budaya daerah, seluruh situs dan artefak budaya yang pernah ditemukan telah diinventarisasi.
Hasilnya, lanjut Hariyadi, ada lebih dari 300 benda/situs yang terverifikasi. Namun dari jumlah itu, hanya sebagian kecil yang telah dikelola dengan baik. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015