Pagi di 7 Desember 2014, Desi Yulita tak mampu membendung air matanya. Pemandangan mengharukan itu terjadi saat penduduk Desa Kalianyar, Kabupaten Bondowoso, melepas kepulangan Marek Lnenicka (24), turis asal Republik Ceko. Tidak hanya hari itu, beberapa hari kemudian ketika seseorang bercerita tentang Marek, perempuan yang biasa dipanggil Lita itu kembali meneteskan air mata. "Marek itu sudah seperti saudara. Dia orangnya baik dan selalu mau membantu orang. Dia mau mengangkut tembakau juga, membantu membuat genting juga. Tiap hari dia ke sini," kata Lita yang juga istri dari pemilik usaha industri genting di Kalianyar. Tidak hanya Lita, Dodik Heri Junaidi yang bisa menjadi guru Marek dalam membuat genting, juga tak mampu membendung air matanya. Ia merasa dekat sekali dengan lelaki yang masih mengenyam bangku kuliah untuk calon guru geografi itu di Praha, Ibu Kota Ceko. Dodik bercerita, malam sebelum pulang, Marek juga berkeliling ke warga Desa Kalianyar untuk berpamitan. Demikian juga pagi sekitar pukul 05:00 sebelum berangkat ke terminal Bondowoso, Marek masih berpamitan. "Pokoknya mengharukan karena warga di sini merasa kehilangan. Bahkan ada ibu yang hendak memberi Marek beras 25 kg untuk dibawa ke Praha. Ini lucu, masak bawa beras ke Praha? Marek waktu itu masih berkelakar, 25 kilo itu terlalu sedikit. Kalau satu kontainer dia mau," katanya sambil tertawa. Ternyata si ibu tua itu merasa berutang budi karena setiap ada kesempatan di pagi hari, Marek selalu membantunya di sawah. Marek, adalah satu turis asing yang istimewa di desa wisata Kalianyar yang dirintis oleh dua pemuda tangguh Slamet dan Joni Susanto. Selain waktu tinggalnya yang cukup lama, dua bulan lebih, Marek sangat memasyarakat. "Bahkan kalau tidak berlebihan, boleh dibilang masyarakat se-Kalianyar ini tahu dia. Di Bondowoso juga siapa yang tidak kenal dengan Marek? Apalagi, meskipun dengan kemampuan masih pas-pasan, dia berani menggunakan Bahasa Indonesia yang dicampur Bahasa Madura," kata Joni Susanto. Sebagai tuan rumah Joni menilai Marek memang luar biasa dan mudah mendapatkan teman baru. Mareka bahkan sering tidak pulang dan hanya berkirim SMS kalau akan menginap di Kota Bondowoso. Marek sendiri mengaku seringkali disapa orang atau anak-anak saat mengayuh sepeda, baik di Kalianyar maupun di luar desa. Ia menjadi turis selebriti yang pernah mengunjungi Kalianyar. Apalagi jika bertemu dengan anak-anak, dia mengeluarkan senjata andalan, "ciluk ba". Di Bondowoso, Marek juga memiliki kolega sejumlah guru, mulai dari SD hingga SLTA. Banyak dari para guru mengundang Marek ke sekolah. Lagi-lagi bukan sekadar Marek dijadikan guru agar siswa lebih pintar berbahasa Inggris, tapi pada niatan motivatif. "Termasuk bagaimana Marek bisa tinggal lama di negeri orang hanya dengan berbekal uang tidak banyak. Dia itu kan selain ke Indonesia, juga ke Malaysia dan lainnya. Fakta ini memberikan gambaran kepada siswa bahwa dengan sarana terbatas kita bisa berkelana ke luar negeri. Ini membuka wawasan lain kepada siswa, bahkan guru juga," kata Yulis, seorang guru. Marek mengaku sempat kewalahan mengatur waktu akibatnya banyaknya undangan dari teman-teman barunya itu di Bondowoso. Beberapa kali undangan bertemu atau mengajak jalan bersama ia tolak. Marek mengaku senang dengan sambutan masyarakat Kalianyar dan Bondowoso pada umumnya. Hal itu akan menjadi kenangan indah. Dan menjadi wajar ketika suatu ketika Marek keluar dari Kalianyar untuk piknik ke Malaysia, namun kemudian kembali ke Kalianyar. "Waktu di Malaysia saya betul-betul rindu dengan Kalianyar. Akhirnya kembali lagi ke Kalianyar," katanya menjelaskan bahwa ia sudah dua kali berkunjung ke desa itu. Lelaki yang gemar melontarkan kata "ora opo-opo" atau "rapopo" seperti yang pernah diungkapkan Presiden Jokowi itu memang tidak pilih teman. Suatu ketika ia mengaku kulitnya panas karena lupa membawa "lotion" pelindung kulit. Kulitnya terasa hangus, karena sopir truk yang mengajaknya ke Situbondo itu pergi ke daerah pinggir pantai untuk mengangkut jagung. Saat pulang, Marek naik di bak truk terbuka dengan terpaan panas matahari. Selain di Bondowoso, sulung dari dua bersaudara itu juga sudah pernah mengunjungi Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya. Ia juga sudah menikmati Kawah Ijen, Gunung Bromo dan Gunung Semeru. Perbendaharaan kata "ora opo-opo" diperolehnya dari masyarakat saat pendakian di Semeru. Tak hanya Bahasa Jawa, di Bondowoso yang masyarakatnya berbudaya dan Bahasa Madura, juga ikut menambah kosa kata Marek. Ia sudah biasa menggunakan kata "nyaman" saat diberi makan oleh warga. Atau kata "mator kaso'on" yang juga Bahasa Madura, artinya terima kasih. Mengenai pengalamannya berbaur dengan petani, pembuat tahu dan pembuat genting, Marek mengaku memberikan pengalaman tersendiri. Semua itu begitu mengasyikkan bagi dirinya. Ia menilai, pengalaman itu tidak bisa dibandingkan jika ia misalnya rekreasi ke Bali atau lainnya. "Semua itu memberikan pengalaman menarik buat saya. Saya senang sekali karena di tempat saya tidak ada seperti itu. Apalagi masyarakat di Kalianyar sangat ramah. Saya yakin akan banyak turis yang senang datang ke Kalianyar di masa mendatang," tuturnya. Wahyudi, guru SMK yang telah menjadi sahabat bagi Marek mengemukakan bahwa dirinya memiliki program bersama sejumlah temannya untuk mengajak komunikasi turis sambil belajar Bahasa Inggris. "Kami tentu tidak memungut biaya sedikitpun kepada turis yang kami ajak jalan-jalan itu, tapi si turis harus mau berbagi ilmu dengan kami, setidaknya untuk berbahasa Inggris," katanya. Menurut dia, langkah itu akan sangat membantu mengembangkan industri pariwisata di kabupaten penghasil penganan tapai itu. Pihaknya berharap akan semakin banyak wisatawan asing mengunjungi sejumlah desa dan menginap bersama warga di Bondowoso. Sebelum pulang, Marek sudah berjanji dan berkata, "Kalianyar, aku akan kembali." (*)

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015