Satu dari beberapa tujuan dirintisnya Kalianyar menjadi desa wisata mulai terlihat hasilnya. Slamet dan Joni Susanto kini pandai berbahasa Inggris sehingga berani menerima tamu menginap di rumahnya. Selain itu, sejumlah pemuda desa juga mulai tertarik dan ada beberapa yang berani bicara bahasa internasional itu meskipun masih "patah-patah". Salah satunya adalah Dodik Heri Junaidi, pekerja di pabrik genting milik keluarga. Slamet, Joni dan Dodik secara kebetulan sama-sama sebagai pemuda yang saat sekolah dulu tidak suka pelajaran Bahasa Inggris, bahkan seringkali menghindari. Rata-rata mereka menjawab, materi pelajaran "grammer" atau tata bahasa saat di sekolah menjadi biang ketidaksukaan itu. Kalau sekarang mereka sudah lancar, kecuali Dodik yang baru belajar beberapa bulan, itu karena dipaksa bicara dengan turis. Bukan lagi berkutat dengan teori. Slamet belajar langsung praktik kepada Iswahyudi yang sebelumnya menjadi pramuwisata di Jawa Tengah. Slamet sadar betul agar impiannya menjadikan Kalianyar sebagai desa wisata terwujud, harus ada sejumlah orang yang mampu berbahasa Inggris. Sebelum mengajak orang lain ia yang memaksa diri untuk belajar. Maka ketika ada turis di Kota Bondowoso, ia manfaatkan untuk berani menyapa dan berkomunikasi. Kebetulan, cukup banyak turis menginap di sejumlah hotel di kota saat mereka hendak ke Kawah Ijen. Bagai lari estafet, melihat Slamet lancar berkomunikasi dengan turis, Joni menyatakan keinginan yang sama. Pada 2008, bersamaan Slamet mulai menerima turis di rumah, Joni juga mulai memaksakan diri berkomunikasi tidak lagi berbahasa Madura atau Indonesia dengan Slamet. "Kalau ada tamu turis di rumah Mas Slamet, saya ikut gabung. Meskipun awalnya hanya mendengarkan, lama-lama bicara satu dua kata," kata Joni. Joni juga mulai belajar berani bicara dengan turis. Namun, Slamet memberi teguran keras karena setiap bertemu turis, Joni selalu mengeluarkan kalimat pamungkas, "I'm sorry, I can't speak English." "Saya diingatkan oleh Mas Slamet, jangan bilang begitu. Itu artinya menutup komunikasi berikutnya atau pembicaraan sudah selesai. Untuk apa turis bicara, jika lawan bicaranya sudah bilang tidak bisa Bahasa Inggris. Sebaiknya bilang, maaf Bahasa Inggris saya masih kurang bagus," katanya. Joni tersadarkan dengan peringatan dari Slamet dan membuang jauh-jauh kalimat yang justru "mematikan" keinginannya itu. Pada 2012, ia berani menerima tantangan dari Slamet untuk menerima tamu sepasang suami istri asal Rusia. Saat pertama kali mengajak si turis keliling Kalianyar, tak lupa ia membawa kamus. Pengalaman lucu yang tentu saat itu membuatnya malu tak terperi, dialami ketika ia menjelaskan tentang sekolah. "This is a floor school," katanya ketika melewati satu sekolah. Andry dan Ira, kedua turis itu, bingung dengan penjelasan Joni. Karena pasangan itu belum paham meskipun Joni sudah mengulang kalimatnya, maka larilah pada kamus. Joni baru sadar bahwa istilah untuk sekolah dasar itu adalah "elementary school", bukan "floor school". Itu menjadi pengalaman tidak terlupakan bagi Joni. Mereka bertiga terus berjalan menyusuri desa dan sampailah di industri rumahan pembuatan tahu dan tempe. Banyak juga kesalahan kalimat Joni, yang kemudian dibetulkan oleh tamunya karena kebetulan mudah dimengerti. Misalnya ketika Joni menyebut "finisher proses" untuk proses terakhir, yaitu penggorengan. Si tamu sadar bahwa dengan melancong yang gratis, mereka juga memiliki tanggung jawab untuk menularkan ilmu berbahasa kepada masyarakat Kalianyar. Maka mereka tidak ada masalah ketika mendapati Bahasa Inggris Joni sebagai pemandu, seringkali tidak mudah dimengerti. Dari tamu Rusia itu, Joni merasa sudah memiliki bekal untuk terus menerima kunjungan turis lainnya. Sementara Dodik memang tidak sefasih Joni, apalagi Slamet. Maklum, ia baru belajar pada akhir 2014 lalu. Ia akrab dengan Marek Lnenicka (24), asal Republik Ceko yang hampir setiap hari bertandang ke tempatnya bekerja di pabrik genting. Karena kedekatannya dengan Marek, selama dua bulan lebih di akhir 2014, lambat laun ia mulai tertarik belajar Bahasa Inggris. Apalagi, Marek selama tinggal di Kalianyar tergolong sabar melayani Dodik bicara. "Awalnya, saya salah dibiarkan. Misalnya pelafalan antara kata telor dengan angka delapan dalam Bahasa Inggris kan mirip. Namun beberapa hari kemudian dibetulkan oleh dia. Misalnya tanya ukuran baju, saya menggunakan 'how much', lama-lama dibetulkan oleh dia," katanya. Lelaki lulusan sekolah kejuruan tahun 2005 di Bondowoso ini mengaku lebih mudah menghapal kosa kata dalam Bahasa Inggris saat dipraktikkan dalam komunikasi secara langsung. Kini, Marek telah kembali ke negaranya. Bagaimana Dodik melanjutkan niatnya belajar Bahasa Inggris? Ini juga mirip lari estafet tadi. Ia akan melanjutkan komunikasi dengan Joni. Joni adalah murid dari Slamet dan kemudian menularkan ilmunya kepada Dodik. Kalau nanti Dodik sudah mulai mahir, barangkali ia akan memiliki murid juga sebagaimana Slamet dan Joni. Begitulah Kalianyar. Bersama perjuangan Slamet dan Joni, desa yang terletak sekitar 15 kilometer arah selatan Kota Bondowoso ini akan terus dikenal oleh para turis, baik dari mulut ke mulut maupun lewat komunitas yang lintas negara. (*)

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015