Kediri (Antara Jatim) - Puluhan warga Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, yang tinggal di kaki Gunung Kelud (1.731 meter di atas permukaan laut) unjuk rasa di depan kantor pemerintah daerah setempat, Senin, menuntut penyelesaian konflik tanah di kawasan hutan lindung. Koordinator aksi, Trianto mengatakan konflik soal tanah masih terjadi saat ini. Di kawasan kaki Gunung Kelud, terutama di Desa Sempu, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, masih ada sekitar 50 hektare lahan yang menjadi sengketa. "Ada sekitar 50 hektare lahan, dan masyarakat sudah membayar pajak untuk itu," ucapnya, saat unjuk rasa di depan kantor Pemkab Kediri. Ia mengatakan, lahan itu memang berada di kawasan hutan, dengan luas lahan sampai 50 hektare yang masih menjadi konflik. Sampai saat ini, masyarakat yang berada di kawasan itu belum mendapatkan hak, terlebih lagi sertifikat. Mereka pun juga membayar pajak tinggal di tempat itu. Pihaknya juga mengatakan, Pemerintah Pusat telah membuat kesepakatan bersama untuk menyelesaikan konflik tanah terutama di kawasan hutan. Sejumlah kementerian telah membuat kesepakatan bersama, yang dituangkan dalam peraturan bersama. Kesepakatan itu melibatkan kementerian dalam negeri, kementerian kehutanan, kementerian pekerjaan umum, serta dari badan pertanahan tentang tata cara penyelesaian penguasaan tanah yang berada di kawasan hutan. Dari kesepakatan itu, muncul peraturan bersama Nomor 79 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di kawasan hutan. Pemerintah daerah, lanjut dia, seharusnya membentuk tim untuk inventarisasi guna menindaklanjuti peraturan tersebut. Dalam aturan itu, dijelaskan juga sebagai pedoman operasional dalam melakukan penyelesaian penguasaan tanah yang ada di kawasan hutan, dengan inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (IP4T). IP4T, jelas dia, yaitu kegiatan pendataan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, yang diolah dengan sistem geografis, sehingga menghasilkan peta dan informasi mengenai pengusaan tanah oleh masyarakat sebagai pemohon. Ia mengatakan, masyarakat sudah mengajukan permohonan kepada pemerintah terkait dengan permintaan akan pengakuan hak tanah tersebut. Dengan pengajuan itu, pemerintah daerah bisa menindaklanjuti dengan mengajukan permohonan ke BPN untuk dilakukan penelitian data fisik dan yuridis terkait dengan permohonan yang dibuat oleh tim IP4T sampai dengan proses penegasan pengakuan hak dari BPN. Namun, ia menyayangkan ternyata dari pemerintah daerah belum sepenuhnya bisa menindaklanjuti aturan tersebut, termasuk membentuk tim IP4T. Bahkan, pemerintah daerah terkesan membiarkan konflik tanah di kabupaten ini menjadi berkepanjangan, yang terbukti penyelesaian konflik belum menjadi program utama. Ia mengatakan, di daerah lain, program penyelesaian konflik mendapat prioritas cukup besar, sampai 70 persen. Namun, di Kabupaten Kediri masih nol persen. "Ini tidak ada kemauan, dan ada kemungkinan akses ditutup," tuturnya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015