Pamekasan (Antara Jatim) - Bupati Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Achmad Syafii, menyatakan, dirinya sangat kecewa dengan pola penyampaian aspirasi yang dilakukan aktivis dengan cara-cara pemaksaan. "Tolong sampaikan secara santun, dan jangan ada pemaksaan seperti ini. Perlu diingat, tidak ada ketentuan yang mengatur, bahwa bupati harus menemui pengunjuk rasa," katanya saat berdialog dengan perwakilan pengunjuk rasa di ruang pertemuan kantor pemkab setempat, Selasa siang. Bupati menyatakan, dirinya sangat terbuka untuk menerima aspirasi dari siapa saja, selama demi untuk kepentingan masyarakat dan hajat hidup orang banyak, apalagi demi kemajuan Kabupaten Pamekasan. Hanya saja, katanya, pola penyampaian aspirasi sebaiknya dipertimbangkan kembali, yakni tidak dengan cara unjuk rasa, karena persepsi publik tentang jenis kegiatan ini kurang baik. "Selain itu, pola penyampaian aspirasi dengan cara unjuk rasa, tidak akan maksimal, berbeda dengan audienasi, karena pola audiensi, antara penyampai aspirasi dengan pemkab bisa saling tatap muka dan mendialogkan dengan puas akan persoalan yang hendak disampaikan," kata bupati. Sedangkan, sambung dia, dalam pola penyampaian aspirasi yang digelar melalui kegiatan unjuk rasa, aspirasi yang disampaikan tidak akan bisa disampaikan secara optimal, karena dalam pola unjuk rasa dialog antara pengunjuk rasa dengan perwakilan pemkab terbatas. Selain itu, sambung Achmad Syafii, banyaknya kegiatan unjuk rasa yang terjadi di Pamekasan, juga akan sangat berpengaruh pada kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Pamekasan. Apalagi, kata dia, Kabupaten Pamekasan tercatat sebagai kabupaten dengan unjuk rasa terbanyak se-Indonesia, melebihi Kota Makassar yang memang dikenal di berbagai media sering berunjuk rasa. "Kondisi ini, jelas menjadi pertimbangan tersendiri bagi investor untuk berinvestasi, karena situasi keamanan juga menjadi pertimbangan tersendiri untuk berinvestasi," katanya menjelaskan. Bupati Achmad Syafii berdialog dengan perwakilan pengunjuk rasa ini didampingi Sekretaris Daerah (Sekda) Alwi, dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Taufikurrahman. Dalam dialog itu koordinator pengunjuk rasa Hamdi Jibril setuju dengan permintaan bupati, dan menurutnya aksi yang dilakukan kelompoknya dengan menginap di kantor pemkab itu, karena tidak mengetahui bahwa bupati tidak menemui mereka karena sedang tugas dinas di luar kota. "Kalau di lain waktu sedang ada tugas mohon kami diberitahu, sehingga kami tidak bisa melakukan seperti ini lagi," katanya. Unjuk rasa di kantor pemkab yang digelar oleh kelompok Hamdi Jibril yang mengatas namakan diri Satuan Mahasiswa Revolusi (Samar) itu mulai Senin (23/2). Mereka menginap di kantor pemkab karena tidak ditemui bupati secara langsung, padahal saat itu bupati sedang berada di luar kota. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015