Oleh Panca Hari Prabowo Jakarta (Antara) - Pekan-pekan terakhir ini publik tersedot perhatiannya mencermati polemik ketegangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri yang saling menetapkan sejumlah pimpinan institusi itu dalam proses hukum. Tensi ketegangan mulai berlangsung ketika KPK menetapkan Calon Kapolri Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi sementara Polri menetapkan Wakil Pimpinan KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka untuk kasus dugaan keterangan saksi palsu dalam sebuah perkara sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi. Setelah itu kemudian seakan seperti bola salju, ketegangan itu bergulir semakin membesar dan melibatkan banyak pihak, termasuk mendorong sentimen masyarakat atas masalah itu yang tercermin dari berbagai pendapat yang diekspresikan baik melalui aksi unjuk rasa dan juga komentar-komentar di media sosial. Ketika kemudian DPR RI memberikan persetujuan atas usulan pemerintah mencalonkan Komjen Budi Gunawan, reaksi masyarakat semakin keras sementara ketegangan antarinstitusi penegak hukum itu juga terkesan semakin menguat. Terlebih ketika Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto diperiksa oleh Bareskrim Mabes Polri secara mendadak beberapa pekan lalu, sejumlah komponen masyarakat langsung menunjukkan dukungannya. Presiden Joko Widodo, memberikan reaksi pertamanya dengan menunjukkan Wakil Kepala Polri Komjen (Pol) Badrodin Haiti sebagai pelaksana tugas Kapolri, dengan dasar pemikiran bahwa ketika diajukan calon Kapolri oleh pemerintah kepada DPR RI dan kemudian disetujui DPR RI dalam sebuah sidang Paripurna, maka Kapolri yang lama secara otomatis dianggap non aktif. Presiden pun menunda pelantikan calon Kapolri hingga proses hukumnya berjalan dengan tuntas. "Juga perlu saya sampaikan sejak proses seleksi Kompolnas kemudian diajukan surat ke DPR, persetujuan dari DPR, berhubung Komjen Budi Gunawan sedang menjalani proses hukum, maka kami pandang perlu untuk menunda pengangkatan sebagai kepala polri jadi menunda bukan membatalkan ini yang digarisbawahi," kata Presiden saat itu. Presiden Joko Widodo dikenal sebagai sosok yang menyelesaikan masalah dengan mengedepankan komunikasi politik melalui berbagai pihak yang dianggap bisa memberikan pandangan atas upaya penyelesaian masalah tersebut. Ketika masih menjabat sebagai Wali Kota Solo, Joko Widodo yang saat itu hendak menertibkan pedagang barang antik, melalui pertemuan maraton dengan para pedagang berhasil memindahkan mereka ke lokasi yang memang direncanakan oleh Pemkot Solo dan relatif tertata dengan baik. Jalan panjang komunikasi juga dilakukan Jokowi, demikian panggilan akrabnya ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta mendorong penertiban permukiman di pinggir sungai dengan memindahkan masyarakat ke rusun. Sinyal Seperti yang disampaikan Gabriel Almond dan G Bingham Powell, terdapat struktur komunikasi untuk menyampaikan pandangan, meminta pendapat dan mendapatkan masukan dalam sebuah komunikasi politik. Komunikasi berupa pertemuan langsung, "face to face" informal dengan berbagai kalangan atau tokoh, komunikasi dengan struktur sosial tradisional, komunikasi dengan struktur input politik seperti partai politik dan kelompok kepentingan politik, komunikasi dengan struktur output politik seperti birokrasi dan lembaga negara serta komunikasi dengan media massa dilakukan oleh Presiden untuk mendapatkan masukan penyelesaian masalah ini. Beberapa pekan lalu, Presiden mengundang sembilan tokoh yang dinilai memiliki kapabilitas guna meminta pendapat. "Kita diminta memberikan masukan terkait dengan masalah dan hubungan antara KPK dan Polri termasuk personel Polri dan KPK," kata Jimly. Ia mengatakan hingga saat ini belum ada pembentukan formal tim independen untuk menyelesaikan masalah antara Polri dan KPK, namun para tokoh akan diminta pendapatnya mengenai hal-hal tersebut oleh Presiden pada waktu mendatang. "Kami meredakan ketegangan di masyarakat dan proses penegakan hukum yang transparan, dan memastikan baik KPK maupun Polri dapat dukungan dari kita semua, KPK dan Polri yang selektif bekerja untuk menegakkan hukum. Sewaktu-waktu kami bisa memberikan masukan dan kami juga mengadakan komunikasi dengan Kepolisian dan KPK," kata Jimly. Para tokoh yang diminta hadir adalah mantan pimpinan KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dan Erry Riyana, mantan Ketua MK Jimly Asshidiqie, mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno, Widodo Umar, dan ahli hukum UI Hikmahanto Juwana dan belakangan bertambah dua orang lagi. Kesembilan tokoh itu kemudian belakangan disebut Tim Konsultatif Independen. Tim Konsultatif Independen meminta Presiden Joko Widodo menjaga kehormatan (marwah-red) institusi Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan mengeluarkan keputusan terkait Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) dan calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan (BG). "Presiden seyogyanya memberikan kepastian terhadap siapapun penegak hukum yang berstatus tersangka untuk mengundurkan diri dari jabatannya selama berstatus sebagai tersangka demi menjaga marwah institusi penegak hukum, baik Polri maupun KPK," kata Syafii Ma'arif mewakili Tim Konsultatif Independen dalam keterangan pers di Gedung Sekretariat Negara Jakarta, Rabu sore. Tim itu juga meminta Presiden Joko Widodo tidak melantik calon Kapolri dengan status tersangka dan mempertimbangkan kembali untuk mengusulkan calon baru Kapolri agar institusi Polri segera dapat memiliki Kapolri yang definitif. "Presiden seyogyanya menghentikan segala upaya yang diduga merupakan kriminalisasi terhadap personel penegak hukum, siapapun, baik Polri maupun KPK dan masyarakat pada umumnya," kata Syafii Ma'arif. Komunikasi lain yang dilakukan Presiden adalah berturut-turut dalam sepekan bertemu dengan Prabowo Subianto, Presiden ke-3 RI BJ Habibie, pimpinan DPD RI dan pimpinan DPR RI, Dewan Pertimbangan Presiden, Komisi Kepolisian Nasional serta pimpinan TNI. Presiden juga bahkan dikabarkan bertemu dengan pimpinan Partai Politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat. "Situasi semuanya dalam keadaan aman dan terkendali saya sampaikan kepada Bapak Presiden. Itu yang saya sampaikan kepada Bapak Presiden," demikian Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyampaikan pertemuan pimpinan TNI dengan Presiden di Istana pekan lalu. Komunikasi politik yang dilakukan Presiden menunjukkan bagaimana ia menginginkan semua pihak memberikan masukan sehingga cara pandang dan opsi yang akan diambil untuk keputusan penyelesaian masalah ini sangat lebar, objektif dan relatif dapat diterima semua pihak. Ini juga menunjukkan kesabaran Joko Widodo dalam melakukan komunikasi dengan berbagai pihak sekaligus menyampaikan pesan atau sinyal bagaimana ia memandang masalah ini agar dipahami oleh semua pihak. Semua pihak menunggu kata akhir dari Presiden, apakah akan melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri atau mengubah keputusannya dan mengajukan calon Kapolri lainnya. Juga bagaimana langkah Presiden atas kasus hukum yang terkait dengan sejumlah pimpinan KPK. "Setiap jam saya ikuti, setiap jam saya telepon," kata Presiden di Kuala Lumpur. Kepala Negara kembali menegaskan bahwa semuanya akan diputuskan pada pekan depan. Ia menyebutkan hingga saat ini masih ada proses hukum dan proses politik dalam masalah tersebut. Menurut dia, ada proses hukum baik yang di Polri maupun di KPK, itu harus kita hormati. Juga ada hasil rapat paripurna DPR yang memutuskan untuk memberhentikan Kapolri dan melantik Kapolri yang baru. "Jadi rumitnya ada di situ. Tapi Insya Allah minggu depan sudah ada keputusan," katanya memberi sinyal. (*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015