Surabaya (Antara Jatim) - Pemerintah Jepang melalui Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya memamerkan sejumlah desain bangunan tahan gempa di Kota Pahlawan karena potensi bencana tersebut di Indonesia sangat besar.
"Bagi masyarakat Jepang, minimal dua sampai tiga kali dalam satu hari terjadi gempa. Hal itu sudah sering dan bukan hal aneh," kata Konjen Jepang di Surabaya, Noboru Nomura, ditemui saat melaksanakan Pameran How Did Architects Respond Immediately After 3/11? (The Great East Japan Earthquake), di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya (27 Januari-5 Februari 2015), di Surabaya, Selasa.
Oleh sebab itu, saran dia, melalui kesempatan tersebut sejumlah arsitek Jepang ingin berbagi pengalaman dengan masyarakat di Surabaya. Khususnya bagaimana mereka menciptakan rancangan arsitektur yang tepat guna mengatasi persoalan pascagempa.
"Pameran ini sekaligus memperingati satu tahun sejak bencana gempa bumi dan tsunami hebat yang menimpa Jepang pada 11 Maret 2011. Tragedi itu menghadapkan masyarakat Jepang pada puing reruntuhan rumah, gedung perkantoran, dan tata kota yang hancur," ujarnya.
Agenda itu, jelas dia, dibagi dalam tiga bagian yang juga menampilkan gagasan dari para arsitek negara lain. Contoh, melalui foto proyek para arsitek dengan penjelasan tulisan, gambar, video, model, dan furnitur yang benar-benar digunakan di lokasi evakuasi bencana.
"Kami harap melalui pameran ini pengunjung dapat memahami lebih dalam bagaimana usaha masyarakat Tohoku untuk bangkit dari kesedihan," katanya.
Selain itu, tambah dia, diyakini mampu menginspirasi para arsitek dan masyarakat umum pada masa mendatang. Pameran itu juga ditargetkan dapat memperkenalkan kegiatan arsitektur di area bencana yang melibatkan arsitek asing.
"Kami membagi pameran ini seperti fokus kepada penanganan darurat korban yang kehilangan tempat tinggal, baik fisik maupun mental. Lalu, berkonsentrasi pada bangunan rumah tinggal darurat dan menampilkan rancangan pemulihan penuh," katanya.
Pada agenda itu, Ketua Panitia Pameran sekaligus Dosen Arsitektur ITS, Sri Nastiti, mengemukakan, ada sebanyak 51 panel rumah yang dipamerkan di lokasi tersebut. Ada pula 20 unit miniatur rumah dan tayangan audio visual.
"Bentuk kotak lebih tahan gempa dibandingkan rumah biasa. Seperti di dasar rumah, sengaja dibangun dengan konstruksi yang sangat fleksibel sehingga tahan gempa," katanya.
Salah satunya, lanjut dia, miniatur rumah dengan konsep Wooden Block Assembly Hall for Rikuzentakata yang dibuat pada bulan Maret 2011. Bentuk rumah itu dibuat dari susunan beberapa lempengan baja dan dipadupadankan potongan kayu.
"Ada pula rumah sementara pascagempa yang dibuat dari kardus berkualitas baik. Sejumlah bahan itu sengaja dipilih karena bisa menanggulangi cuaca panas," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015