Surabaya (Antara Jatim) - Kelompok Ludruk Remaja Surabaya akan mementaskan lakon Sarip Tambak Oso dengan tafsir baru di Gedung Cak Durasim, Taman Budaya Surabaya, Jumat (12/12) malam. Sinarto, penulis naskah Sarip Tambak Oso, di Surabaya, Kamis menjelaskan bahwa penafsiran terhadap lakon Sarip ini sangat perlu agar dapat memberikan inspirasi serta semangat juang bagi bangsa ini. "Bahkan tokoh mbok'e (ibunya) Sarip itu menurut saya bukan perempuan lemah. Dia adalah perempuan perkasa yang gagah dan tidak mengenal takut," kata dalang gaya Jawa Timuran yang kini menjabat Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jatim ini. Selama ini dalam lakon Sarip Tambak Oso diceritakan berakhir dengan kematian tokoh Sarip, namun kali ini justru berbeda yang idenya digagas oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jawa Timur Dr Jarianto. "Mengapa selama ini tokoh-tokoh pahlawan dalam cerita rakyat selalu berakhir tragis dengan kematian? Ini adalah akal-akalan Belanda agar rakyat jangan memberontak. Mengapa tidak ada ludruk yang menggarap hal ini dengan penafsiran baru?" ujar Jarianto. Pada pementasan di Jalan Gentengkali Nomor 85 Surabaya itu semua pemainnya adalah para pelajar dan mahasiswa. "Saya ingin ada regenerasi, jangan yang itu-itu saja," tukasnya. Pementasan kali ini didukung oleh 40 orang pelaku, termasuk pengrawit. Para pemain berasal dari siswa SMA Taman Siswa Mojokerto sebanyak sembilan orang, satu orang dari pemain Ludruk Karya Budaya, dan dua siswa SMKN 12 Surabaya asal Mojokerto yang menjadi lawak dan kidungan. Pemain lainnya dari mahasiswa Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya. Sementara untuk adegan laga, sengaja merekrut para pemain dari perguruan Silat SH Teratai dari Surabaya. Pimpinan ludruk Karya Budaya Mojokerto Edy Karya yang dipercaya sebagai sutradara pementasan lakon Sarip Tambak Oso mengemukakan persoalan mendasar dari seni ludruk selama ini terletak pada aspek kidungan. "Tidak banyak anak-anak muda yang mampu bermain ludruk, karena mereka tidak mampu ngidung. Hakekat ludruk itu ada pada ngremo dan kidungan. Karena itu, lomba ludruk untuk remaja minim peminat sehingga diperluas menjadi lomba teater tradisi," ungkapnya. Edy Karya menjadi sutradara bersama dengan Hengky Kusuma (pegiat ludruk RRI Surabaya) dan Agung dari STKW. Penata artistik adalah Heri Lentho, sementara Kukuh cs dari RRI Surabaya menangani karawitan. (*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014