Tanggal 2 Desember 2014, atau selang sepekan menjelang Hari Anti-Korupsi Internasional (HAKI) 9 Desember, menjadi hari bersejarah bagi warga Bangkalan, Madura, Jawa Timur, karena saat itu, sebuah peristiwa besar terjadi, dalam sejarah ketokohan ulama di Pulau Garam ini.
Adalah RKH Fuad Amin Imron, mantan bupati yang pernah menjabat dua periode sejak 20013 (2003-2008 dan 2008-20013), dan kini kembali menjadi pejabat publik sebagai Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan (periode 2014-2019) akhirnya ditangkap tim KPK dan masuk bui.
Fuad ditangkap tim KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) di rumah mewah miliknya di Jalan Raya Saksak, Kelurahan Kraton, Bangkalan, Madura, pada Selasa (2/12) sekitar pukul 00.30 WIB, dini hari.
Tidak ada jurnalis Bangkalan yang mengetahui operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK. Kabar penangkapan, sang kiai ini, mencuat setelah tim yang menangani tindak pidana korupsi tersebut menyampaikan rilis di Jakarta, dan tersangka Fuad Amin telah tiba di gedung KPK Selasa (2/12) pukul 10.00 WIB.
Kasus dugaan suap yang melibatkan Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron terungkap setelah ajudannya, Rauf dan Direktur PT Media Karya Sentosa (PT MKS), Antonio Bambang Djatmiko, terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) tim KPK di area Gedung AKA, Jalan Bangka, Mampang, Jakarta Selatan pada Senin (1/12/2014) siang.
Dalam operasi itu, petugas menemukan uang Rp700 juta di dalam mobil Antonio, sedangkan Rauf diduga perantara Fuad yang bertugas menjemput uang.
Selanjutnya, tim KPK membekuk oknum anggota TNI Angkatan Laut, Kopral Satu Darmono di lobi Energy Building, The Energy Tower, Kawasan SCBD Lot 11A, Jalan Jenderal Sudirman Kavling 52-53, Jakarta Selatan. Kini telah diserahkan ke kesatuannya untuk diproses hukum di mahkamah militer.
Koptu Darmono yang telah diserahkan ke POM AL itu diduga sebagai utusan atau perantara dari Antonio. Gedung tempatnya ditangkap diberi kode 'Gedung EB'.
Lalu, pada Selasa (2/12) dini hari, petugas KPK akhirnya menangkap Fuad Amin Imron di rumah mewahnya di Jalan Raya Saksak, Bangkalan. Beberapa dokumen penting dan uang tunai sebanyak tiga koper juga disita petugas.
Tim penyidik KPK selanjutnya menjerat Fuad dengan Pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal ini, mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya. Apabila terbukti, maka pelaku dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Tidak hanya itu saja, dua hari setelah penangkapan, tim KPK melakukan penggeledahan di tiga rumah Fuad Amin di Bangkalan dan dua rumah di Surabaya, yakni di Jalan Raya Saksak, Jalan M Kholil dan HOS Cokroaminoto, sedang duaa rumah lainnya yang di Surabaya, yakni di Jalan Kupang Jaya 4-2, Surabaya.
Penangkapan mantan bupati yang kini menjabat sebagai Ketua DPRD Bangkalan ini, mendapatkan tanggapan beragam dari masyarakat Bangkalan. Ada yang tidak terima, terutama keluarga dan pendukungnya, ada juga yang senang, dan tidak sedikit yang justru mempertanyakan.
Mereka mempertanyakan, karena "Lora Fuad" sapaan karib tokoh yang memiliki nama lengkap Raden Kiai Haji Fuad Amin Imron tersebut, karena selama ini, ia dikenal dengan tokoh yang sangat kuat. Berbagai persoalan, apalagi yang menyangkut kredibilitas tata kelola pemerintahan di Kabupaten Bangkalan, termasuk berbagai bentuk dugaan penyimpangan lain, bisa diselesaikan dengan cepat.
"Kanjeng Fuad" adalah sebutan yang kerap dilontarkan masyarakat Bangkalan dan masyarakat Madura pada umumnya, pada tokoh kiai yang masih memiliki hubungan kerabat dengan tokoh ulama Bangkalan almarhum Syaichona M Kholil.
Di kalangan "Bani Cholil" status Fuad memang paling tinggi, diantara kiai-kiai lainnya yang juga sekeluarga, karena itu ia sering disebut kiainya para kiai.
Status sosial inilah yang diyakini oleh sebagian orang menjadikan Fuad tercipta sebagai tokoh yang kuat, selain karena memang yang bersangkutan dinilai cerdik dalam meredam berbagai kasus yang melibatkan dirinya, salah satunya seperti dalam kasus ijazah palsu, saat yang bersangkutan hendak mencalonkan diri sebagai Bupati Bangkalan tahun 2003.
Status sosial ini pula yang diyakini sebagian orang bahwa kepemimpinan Fuad Amin mampu menghegemoni sistem tata kelola pemerintahan di Kabupaten Bangkalan, sehingga istilah, "Bupati Bangkalan tetap Fuad Amin, sedangkan 'Ra Momon (anaknya Moh Makmun Ibnu Fuad)' hanya penggantinya, merupakan istilah yang sangat "familiar" di sebagian masyarakat Bangkalan.
Tertangkapnya tokoh kiai dengan berbagai sebutan ini, tentu menunjukkan, bahwa, kini hegemoni Fuad telah terancam runtuh, apalagi KPK telah merilis bahwa anaknya Moh Makmun Ibnu Fuad juga terlibat dalam kasus yang menjerat ayahnya, sehingga, apabila terbukti terlibat, tidak menutup kemungkinan yang bersangkutan juga bisa mendekam di balik jeruji besi, menemani ayahnya di ruang tahanan KPK.
Namun terlepas dari semua itu, keberhasilan KPK dalam mencari data awal akan keterlibatan tokoh kuat di Pulau Garam Madura dalam kasus dugaan korupsi migas yang dilakukan selama ini, patut diapresiasi dan hal itu menunjukkan bahwa supremasi hukum di negeri ini masih ada dan tetap berpihak kepada kebenaran.
Paling tidak, semangat untuk memberantas korupsi di negeri tercinta ini, kendatipun dilakukan oleh tokoh kuat yang dikenal kiai sekalipun, masih ada.
Dengan tertangkapnya kiai yang terjerembab politik, kendati dikenal tokoh kuat, tokoh berpengaruh, dan memiliki banyak pendukung, akan dapat menjadi pemicu bagi aparat penegak hukum lainnya, seperti kejari, dan polisi untuk tetap semangat memberantas berbagai bentuk kejahatan korupsi.
Bertepatan dengan Hari Antikorupsi yang jatuh pada tanggal 9 Desember ini, setidaknya 'perang' melawan korupsi diharapkan akan tetap berkibar di bumi Nusantara tanpa memandang status sosial dan ketokohan seseorang, karena pada prinsipnya semua orang sama di mata hukum. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014