Kediri (Antara Jatim) - Warga yang berada dan tinggal di kaki Gunung Kelud (1.731 meter di atas permukaan laut/mdpl) di Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri terpaksa mengunakan air keruh untuk kebutuhan sehari-hari. Paeran (50), warga Desa Asmorobangun, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri, Jatim, Jumat mengatakan, ia dengan warga lainnya terpaksa menggunakan air keruh tersebut untuk kebutuhan sehari-hari, seperti memasak, minum, mandi, ataupun mencuci baju. "Tidak ada alternatif air lain. Untuk kiriman air, sudah berhenti, jadi kami mengandalkan air dari sumber," ungkpanya. Paeran mengaku awalnya air yang dikonsumsi seluruh keluarganya itu sempat membuat tenggorokan sakit, namun lama kelamaan, sakit itu diabaikan. Hal itu karena terdesak dengan kebutuhan akan air. "Kalau dulu, diminum tenggorokan sakit. Pokok dimasak sampai mendidih saja, lalu diminum. Sekarang sudah terbiasa," ucapnya, lirih. Paeran mengatakan, untuk mendapatkan air, pascaerupsi Gunung Kelud pada Februari silam, sangat sulit. Sumber mata air banyak yang tertutup material gunung api yang terdiri dari batu dan pasir. Saat itu, ia dengan warga lainnya masih terbantu dengan kiriman air dari pemerintah. Air baru keluar dari sumber mata air beberapa bulan terakhir dan itupun masih keruh. Dengan kondisi itu, air terpaksa ditampung sementara sampai kotoran mengendap, sehingga bisa dikonsumsi. Hal senada juga diungkapkan oleh Sumadi (49). Ia juga sudah tidak khawatir mengonsumsi air tersebut. Ia tidak mempunyai uang lebih untuk membeli air minum kemasan. Uang yang didapat untuk kebutuhan sehari-hari sangat terbatas. Terlebih lagi, uang yang dimiliki sudah digunakan untuk memperbaiki rumah dan perkakas yang rusak akibat terjangan material Gunung Kelud. "Kalau yang punya uang lebih bisa membeli air kemasan, tapi saya dengan keluarga menggunakan air yang ada. Kalaupun kotor, air diendapkan dulu, lalu dimasak," tuturnya. Warga di Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri mengandalkan sejumlah sumber mata air, seperti di sumber clangap serta jeding miring. Warga kesulitan saat erupsi, karena sumber air itu rusak. Bahkan, sumber air itu merupakan sumber air satu-satunya yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebenarnya, warga mempunyai tempat penampungan air. Saat hujan, air yang ditampung itu berwarna cokelat, sebab bercampur dengan tanah. Warga sebenarnya memanfaatkan air itu untuk kebutuhan sehari-hari, seperti mandi ataupun mencuci baju, namun saat air sulit, banyak yang menggunakan untuk air minum. Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri Adi Laksono mengaku sampai saat ini dinas belum melakukan penelitian kandungan air yang berada di kaki Gunung Kelud tersebut. Ia menduga, tenggorokan warga yang sakit karena adanya zat kapur. Namun, sampai saat ini belum ada penelitian resmi di lokasi kaki Gunung Kelud, sehingga belum bisa memastikan penyebab tenggorokan warga sempat sakit, saat mengonsumsi air tersebut. "Kami belum lakukan penelitian kandungan air. Nanti dari lab (laboratorium) akan melakukan penelitian," ujarnya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014