Oleh Indra Setiawan dan Asmaul Chusna "Saat itu, yang ada dalam pikiran anak saya hanya berusaha keluar dari bus. Khawatir kalau bus yang ditumpangi itu terbakar," ucap Widodo, sang ayah saat menirukan cerita anaknya bernama Widya Ari Putranti yang selamat dalam kecelakaan bus Harapan Jaya itu. Dalam kecelakaan bus jurusan Surabaya-Trenggalek dengan nomor polisi AG 7900 UR pada Senin (13/10) pukul 05.00 WIB itu, anaknya menyelamatkan diri dari dalam bus yang terguling dengan keluar melalui kaca belakang bus. Saat keluar itu, Widya harus memilah korban lain yang tergencet di dalam bus secara bertahap hingga dirinya sampai ke bagian belakang dari bus, lalu ia pun keluar dari kaca bus di bagian belakang itu. Setelah itu, Widya pun duduk di pinggir jalan sambil menghubungi ayahnya yang sebelumnya telah mengantarnya ke terminal pada pagi-pagi buta untuk menjemputnya, apalagi lengan kirinya patah dan harus menjalani operasi. "Belum selesai saya ganti baju, saya sudah mendapatkan telepon dari anak saya kalau ada kecelakaan dan bus yang ditumpanginya terguling," tutur Widodo saat ditemui di depan kamar operasi di Rumah Sakit Bhayangkara, Surabaya, Senin (13/10) sore. Seketika itu juga, sang ayah langsung berangkat dari rumahnya di kawasan Kutisari, Surabaya, menuju ke lokasi kejadian di depan Kantor Mahkamah Militer Surabaya, Jalan Raya Medaeng, Waru, Sidoarjo. "Saat itu, suasana masih gelap karena tidak ada penerangan jalan di lokasi kejadian. Saya pun harus menggunakan penerangan sepeda motor hingga melihat anak saya yang duduk di pinggir jalan," paparnya. Ia mengaku dirinya masih beruntung, karena anaknya masih bisa selamat dalam kecelakaan itu. "Menurut anak saya, sewaktu keluar dari Terminal Purabaya, Surabaya, bus yang ditumpangi sempat oleng beberapa kali karena kecepatan yang tinggi," ungkapnya. Akhirnya, sekitar satu kilometer dari pintu keluar terminal itu, bus pun terguling dan semua kacanya pecah, sehingga banyak penumpang yang tergencet di dalam bus. "Rencananya, anak saya mau ke rumah kakaknya di Trenggalek sambil menunggu waktu pelaksanaan wisuda pada 15 November 2014. Saya sendiri yang mengantarkan sampai duduk di dalam bus, tapi nasib nahas menimpanya," timpalnya. Di Rumah Sakit Bhayangkara itu terdapat empat orang yang dirawat dengan dua di antaranya mengalami patah tulang dan harus dioperasi seketika itu juga. Ada pula beberapa korban luka ringan, tapi akhirnya diperbolehkan pulang setelah perawatan dasar. Namun, tujuh penumpang dinyatakan tewas di lokasi kejadian yakni Ibnu Markaban (34), Sawal (54) , Sukardi (75), Kasiadi (50), Priyo Wahyu (46), Suliyem (55), dan Mr X. "Begitu mendengar kabar, saya langsung datang ke rumah sakit. Selain melihat ibu, saya juga melihat seluruh keluarga saya yang menjadi korban," ujar Bagus Iskandar, salah seorang putra almarhum Suliyem (55) yang menjadi korban tewas dalam kecelakaan itu. Ditemui di rumah duka Desa Bangsongan, Kecamatan Kayen Kidul, Kabupaten Kediri (13/10), ia mengaku mendengar kabar tentang kecelakaan yang menewaskan ibunya itu pada sekitar jam 06.00 WIB. "Ada sekitar 10 orang keluarga saya yang naik bus Harapan Jaya tersebut. Mereka baru pulang, setelah sebelumnya mengikuti acara pernikahan kerabat di Surabaya," urai Bagus yang tidak menyangka atas musibah yang menimpa keluarganya itu. Apalagi, ibunya meninggal dunia di lokasi kejadian. "Terdapat luka di bagian lehernya, akibat tertindih badan bus, sehingga ibu langsung meninggal dunia di lokasi kejadian," paparnya. Ingin Pensiun Bekerja Lain halnya dengan sang ayah, Mari. Ayahnya mengalami luka yang tidak terlalu parah, namun masih sulit diajak bicara. Begitu juga dengan kerabat lainnya, umumnya hanya menderita luka memar. Karenanya, Bagus pun langsung memastikan dengan bersegera menuju rumah sakit di Sidoarjo. Ia mengurus pemulangan jenazah sang ibunda yang akhirnya tiba di rumah duka, Desa Bangsongan, Kecamatan Kayen Kidul, Kabupaten Kediri, Senin (13/10) sekitar pukul 14.00 WIB. Jenazah juga tidak langsung dikebumikan untuk menunggu keluarga lainnya. Keluarga juga sengaja tidak memandikan jenazah kembali, sebab sudah dimandikan di rumah sakit dan hanya dishalati. "Kami akan kirim doa sampai tujuh hari (tahlil) untuk ibu," ucapnya. Tidak jauh berbeda dengan Bagus Iskandar, Isnaini yang merupakan kerabat Kasiadi (50) yang juga menjadi korban tewas dalam kecelakaan itu pun tidak menyangka dengan musibah itu. "Kasiadi memang bekerja di Surabaya. Ia biasanya pulang dua pekan sekali, saat akhir pekan. Namun, untuk kali ini, ia tidak pulang seperti biasa, dan justru mengambil hari Senin untuk pulang," tukasnya di rumah duka di Pare, Kediri. Sampai saat ini, istri Kasiadi juga masih lemah dengan musibah itu, apalagi almarhum selama ini menjadi tulang punggung keluarga. Ia meninggalkan empat orang anak, bahkan dua di antaranya juga masih kecil, masih sekolah dasar. "Sebelum musibah itu, saya sempat mendengar cerita dari istri saya bahwa Kasiadi ingin pensiun bekerja karena merasa sudah tua dan ingin tinggal di rumah saja. Niatan itu urung dilakukan, karena anaknya masih kecil dan membutuhkan biaya untuk pendidikan, hingga terjadilah musibah itu," tandasnya. Bus PO Harapan Jaya jurusan Surabaya-Trenggalek itu mengalami kecelakaan sesaat setelah keluar dari Terminal Purabaya, Bungurasih, Surabaya pada Senin (13/10) sekitar pukul 05.00 WIB. Bus itu disopiri Teguh (36), warga Jalan Mastrip, Banaran, Kediri. Kabar yang berkembang terkait penyebab kecelakaan, bus PO Harapan Jaya yang melaju dari timur ke barat itu kejar-kejaran dengan bus lain. Ketika kejar-kejaran berlangsung, sopir Teguh tak menyadari jika kondisi jalan agak menikung di depan Mahkamah Militer. Akhirnya, bagian depan kanan bus menghantam pembatas jalan (guardrail) dan dalam kondisi menabrak "guardrail" itu, bus yang mengangkut puluhan penumpang itu terus melaju hingga akhirnya terguling dan terseret sejauh 100 meter. Akibat dari kejadian itu, banyak penumpang yang terlempar. Tujuh orang diketahui meninggal dunia, sedangkan sisanya luka-luka. Namun, Teguh Harianto selaku sopir bus Harapan Jaya yang terguling itu langsung kabur. Di mata rekan-rekannya, Teguh Harianto memang dinilai sering mengemudikan bus dalam keadaan kencang. Bahkan, rekan-rekannya menjulukinya dengan sebutan "Power Ranger". Sejumlah rekan juga menyebut, kendaraan yang dikemudikan oleh Teguh juga dalam kondisi baik. Bahkan, Teguh juga dalam kondisi bugar, karena sebelum berangkat dari Terminal Bungurasih. Ia sempat tidur sekitar dua jam, sebelum berangkat lagi. Terlepas dari Teguh yang entah dimana rimbanya, agaknya manajemen PO Harapan Jaya sudah seharusnya menyampaikan bela sungkawa dan menunjukkan rasa tanggung jawabnya. Hingga kini, pihak yang sudah menghubungi keluarga Bagus Iskandar dan Isnaini untuk memberikan santunan masih datang dari pihak Jasa Raharja. Selain memberikan santunan, mereka juga mengucapkan bela sungkawa atas musibah tersebut. "Sudah semestinya dari PO Harapan Jaya datang mengucapkan bela sungkawa dan bertanggung jawab. Bukan hanya untuk keluarga saya, tapi juga korban lainnya," kata Isnaini. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014