Surabaya (Antara Jatim) - DPRD Kota Surabaya menilai data penerima kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan beras miskin (Raskin) di Kota Pahlawan hingga saat ini tidak jelas atau masih amburadul. Anggota DPRD Surabaya BF Sutadi, Rabu, menilai kondisi itu sudah lama terjadi, namun hingga sekarang datanya tidak pernah akurat sehingga ketika ada pembagian Raskin, Jamkesmas atau apa pun yang berkaitan dengan pemberian kepada orang tidak mampu selalu ribut. "Pembagiannya selalu ribut karena data penerimanya yang tidak pernah tepat," kata Sutadi yang dahulu sempat menjabat Asisten I Sekretaris Kota Surabaya. Dia juga mengatakan data yang digunakan Badan Pusat Statisktik (BPS) dalam menentukan kuota penerima Jamkesmas dan Raskin yang mendekati kebenaran, sementara data di kelurahan, kecamatan Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bappemas) tidak pernah tepat. Akibatnya, pembagian Raskin atau kartu sehat selalu menyimpang dari sasarannya. Bahkan, lanjut dia, hingga saat ini banyak warga yang sebelumnya terdaftar sebagai penerima Raskin maupun Jamkesmas mengeluh karena tidak tercantum dalam kuota warga penerimanya. "Sementara ada warga musiman yang sebelumnya tidak tercantum justru malah terdaftar dan mendapatkan jatah Raskin atau Jamkesmas," katanya. Menurut dia, kondisi ditemui sejak dirinya sebagai Asisten I Sekkota Surabaya. Saat itu di sejumlah wilayah seperti Wiyung, Banyu Urip, Wonokromo dan Jambangan pembagian Raskin selalau kisruh. Bahkan tidak sedikit di antara para RT atau RW yang mengaku bingung dengan banyaknya pengaduan dari masyarakat kepada Pemkot Surabaya. "Saya pastikan untuk penerima Jamkesmas dan Raskin salah sasaran. Karena dalam laporan baik oleh RT ataupun RW, warga penerima mayoritas bukan asli penduduk wilayah setempat," katanya. Dia menegaskan tujuan dari program Jasmas maupun Raskin sebenarnya sangat bagus. Namun, dengan adanya banyak masalah yang terjadi di lapangan, ia khawatir masalah tersebut justru menjadi pemicu terjadinya gejolak di masyarakat. Bahkan, lanjut dia, untuk raskin yang diberikan kapada warga jatahnya kurang karena pihak kelurahan tidak mau tahu, akhirnya pihak RT dan RW menyiasatinya dengan membagi beras yang diterima tidak sesuai dengan ketentuannya. Padahal, idealnya satu orang menerima 15 kg. Dia juga mengatakan dalam menentukan data penerima raskin maupun Jamkesmas, seyogyanya BPS bekerja sama dengan pemerintah kota. Sebab jika proses pemutakhiran data dilakukan sendirio oleh BPS, dirinya pesimistis akan diperoleh data yang akurat. "Tapi melihat fakta yang ada, saya pesimistis jika BPS telah melakukan pemutakhiran data. Padahal pemutakhiran data itu sebenarnya harus dilakukan setahun sekali," ujarnya. Sementara itu, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (Bapemas) Kota Surabaya, Nanis Cairani mengatakan, memang dengan banyaknya aduan yang diberikan masyarakat terkait soal itu. Sebab pihak yang menentukan jatah penerima beras miskin adalah pemerintah pusat melalui badan pusat statistik. "Kami yang di Bapemas sebenarnya telah meminta camat dan lurah untuk menjelaskan kepada RT dan RW bahwa yang berwenang mengenai Raskin adalah pemerintah pusat," katanya. Nanis mengungkapkan, pada 2013 pagu raskin yang ditetapkan pemerintah pusat untuk Kota Surabaya sebanyak 78.869 RTS-PM (rumah tangga sasaran-penerima manfaat), sedangkan tahun ini, hanya mendapat jatah 65.991 RTS-PM. Jadi ada selisih 12.878 RTS-PM kalau dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dia menjelasakan perbedaan data warga miskin yang mendapat raskin, disebabkan data yang digunakan pemerintah pusat dalam mengeluarkan raskin bersumber dari data BPS, sedangkan data warga miskin yang dikeluarkan Bapemas adalah untuk intervensi APBD. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014