Surabaya (Antara Jatim) - Sejumlah pengusaha sepatu (alas kaki) di Jawa Timur mulai terkendala masalah tenaga kerja dikarenakan tidak adanya kepastian terhadap kenaikan upah minimum kota/kabupaten (UMK) setiap tahun. "Akibatnya, sampai saat ini kesulitan melakukan kontrak proyek pemesanan berbagai produk mereka," kata Sekretaris Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jawa Timur, Ali Mas’ud, dihubungi dari Surabaya, Senin. Padahal, ungkap dia, selama ini sejumlah anggota Aprisindo Jatim mendapat banyak pemesanan dari masyarakat di Jatim maupun luar provinsi tersebut. Bahkan konsumen juga meminta mereka memproduksi berbagai merek alas kaki. "Saat banyak order, kami tidak bisa menentukan nilai kontraknya. Tapi, kalau kenaikan UMK tidak pasti dan ternyata tahun depan naik sangat tinggi ya sudah tentu para pengusaha akan semakin banyak yang rugi," katanya. Sementara, jelas dia, saat ini tren permintaan produk sepatu dan alas kaki tahun ini meningkat antara 7,5 persen hingga 10 persen. Namun, tahun lalu pertumbuhannya mencapai lima persen hingga 7,5 persen. "Dampak dari hal itu, kini para pengusaha alas kaki di Jawa Timur kian sulit menentukan nilai kontrak pemesanan sepatu," katanya. Oleh sebab itu, imbau dia, pemerintah harus segera membuat kebijakan yang pasti guna menentukan angka kenaikan UMK tersebut. Apalagi, kebijakan itu dibuat agar tidak membebani semua pengusaha industri alas kaki. "Ideal kenaikan UMK ada batas maksimal 10 persen," katanya. Ia menyatakan, jikalau terjadi inflasi lima persen maka ketentuan kenaikan UMK Jatim seharusnya lima persen. Akan tetapi, pada tahun ini kenaikan UMK sangat memberatkan pengusaha terutama di sektor alas kaki.(*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014