Tulungagung (Antara Jatim) - Sejumlah warga dan pedagang kaki lima yang menempati aset lahan milik PT KAI, di sekitar Stasiun Tulungagung, Jawa Timur, meminta perpanjangan batas waktu relokasi hingga akhir pekan pertama Oktober. "Pemberitahuannya terlalu mepet. Kami tidak siap jika harus pindah segera," kata Suratin (40), salah seorang pedagang aneka minuman yang berjualan di lahan milik PT KAI, Senin. Permohonan perpanjangan tenggat waktu itu, kata dia, telah mereka sampaikan sehari sebelumnya. Bersama tujuh kepala keluarga (KK) yang mendiami rumah di atas lahan PT KAI setempat, Suratin dan belasan pedagang kaki lima mendatangi kantor Stasiun Tulungagung. Namun, tuntutan mereka tidak sepenuhnya disetujui. Menurut keterangan Kusno, pedagang lain, pihak PT KAI hanya memberi perpanjangan toleransi sepekan bagi pemilik rumah yang akan digusur. Sementara 20 PKL yang selama ini berjualan di lahan tersebut, kata Kusno, tetap diharuskan angkat kaki maksimal 30 September ini. "Alasan mereka sederhana, untuk pedagang yang lapaknya terkena program relokasi akan diberi tenda darurat untuk berjualan sementara serta uang tali asih sebesar Rp2,5 juta. Jadi kami tidak lagi diberi perpanjangan waktu," ujarnya. Akhir pekan lalu, PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop VII Madiun mengumumkan rencana menggusur 20 kios pedagang kaki lima dan tujuh hunian liar yang berdiri di atas aset lahan perusahaan negara tersebut di sekitar Stasiun Tulungagung. Menurut keterangan Kepala Stasiun Tulungagung, Radne Anyarso Tulad, revitalisasi dilakukan bertujuan untuk penataan serta pengembangan tata ruang oleh Daop VII Madiun. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014