Trenggalek (Antara Jatim) - Sejumlah petani di sekitar Kota Trenggalek, Jawa Timur menggelar ritual larung sesaji dengan melemparkan kepala serta tulang-belulang kerbau dewasa ke dasar cekdam Sungai Bagong, Jumat. Ritual tahunan yang digelar mulai pukul 09.00 WIB itu menarik perhatian ratusan warga untuk melihat dari dekat rangkaian prosesi adat yang telah berlangsung turun-menurun tersebut. Prosesi dimulai dengan menggelar pertunjukan wayang kulit di pendopo Makam Adipati Menak Sopal yang berlokasi tak jauh dari Dam Bagong, sejak Kamis (28/8) malam hingga Jumat pagi. Acara kemudian dilanjutkan dengan pertunjukan sendra tari pada pagi harinya dan diakhir dengan ritual ziarah makam serta pelemparan kepala kerbau ke dasar jeram Dam Bagong. Kendati tidak seramai sebelumnya, ritual "nyadran" atau pemberian sesaji ke dasar jeram Sungai Bagong itu tetap meriah. Warga terlihat antusias menyaksikan detik-detik pelemparan sesaji yang kemudian diperebutkan oleh belasan pemuda dengan cara menyelam ke dasae sungai. Tampak hadir dalam seremoni tradisi itu, Bupati Trenggalek, Mulyadi WR beserta sejumlah jajaran forum pimpinan daerah, pejabat SKPD (satuan kerja perangkat daerah) serta sejumlah tokoh masyarakat. "Tradisi ini merupakan bentuk syukur sekaligus mengenang Adipati Menak Sopal pada masa pemerintahan Mataram Kuno, sekitar pertengahan Abad V, yang telah berjasa membangun Bendungan (dam) Bagong sehingga irigasi pertanian di Trenggalek semakin baik," kata Bupati usai ritual nyadranan. Ia menegaskan komitmen pemerintah daerahnya dalam mendukung pelestarian tradisi budaya lokal itu. Tidak hanya di dam bagong, pemkab juga aktif mendorong masyarakat di daerah lain untuk menghidupkan nilai-nilai budaya maupun berbagai kearifan lokal yang ada di lingkungan masing-masing. Kabag Humas Pemkab Tulungagung, Yuli Priyanto mengatakan, berbagai upacara adat laiknya ritual nyadranan di Dam Bagong banyak diagendakan dalam rangka memeriahkan rangkaian acara dalam rangka peringatan hari ulang tahun Kemerdekaan ke-69 RI maupun hari jadi Kabupaten Trenggalek yang jatuh pada 31 Agustus. Dalam cerita sejarah yang dibacakah oleh sesepuh adat setempat di awal acara, Sri Harjo Mulyono, Ki Ageng Menak Sopal tokoh legendaris yang wafat pada tahun 560 Masehi, saat wilayah itu masih dibawa pengaruh kerajaan Mataram Kuno. Ia menceritakan, Menak Sopal yang merupakan putra dari pasangan Menak Kronggo (tokoh pendatang dari wilayah Sunda yang membawa pengaruh Islam) dan Dewi Amis Wati atau Dewi Amis Ayu, putri bangsawan di Trenggalek, dianggap berjasa karena berhasil membangun Bendungan Bagong yang memberi dampak positif terhadap kemakmuran di wilayah itu, terutama di sektor pertanian. Kisah yang melatarbelakangi lika-liku dan seluk-beluk keluarga Menak Sopal serta perjuangannya dalam membangun bendungan bagong menurut penjelasan Sri Harjo Mulyono, memang tidak ada rujukan tertulis. Sebab dalam alur cerita disebutkan pula keberadaan buaya putih yang diilustrasikan sebagai perwujudan asli ayahanda Menak Sopal serta gajah putih sebagai tumbal pembangunan dam/bendungan Bagong. "Cerita sejarah ini seperti legenda yang diceritakan masyarakat secara turun-temurun. Namun soal keberadaan Menak Sopal itu sendiri adalah nyata yang dibuktikan dengan adanya makam tokoh pertanian warga di sini (Trenggalek)," terangnya di awal sambutan. Dam atau Bendungan Bagong, menurut keterangan Bupati Mulyadi, selama ini berperan sebagai bendung pembagi ke saluran-saluran irigasi pertanian seluas 840 hektare yang tersebar di wilayah Kecamatan Trenggalek dan Pogalan. Di masa mendatang, kata dia, fungsi Dam Bagong akan ditingkatkan seiring rencana pemerintah membangun Bendungan Bagong, sekitar dua kilometer dari cekdam yang selama ini menjadi pusat ritual larung sesaji tersebut. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014