Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo - Jusuf Kalla mewarisi urusan pelik dalam bidang kebebasan beragam atau keyakinan, sehingga diharapkan serius untuk menegakkan konstitusi dalam menjamin kebebasan kelompok minoritas beragama. Demikian yang dikatakan oleh Koordinator Gusdurian Jatim Aan Anshori. "Indonesia, untuk perlindungan kebebasan beragama dan berkeyakinan di mata dunia internasional tidak kunjung membaik setiap tahun," katanya (5/8). Ia mengatakan, publik akan masih bertanya-tanya seberapa serius pasangan Jokowi-JK mampu menegakkan konstitusi dalam menjamin kebebasan kelompok minoritas beragama atau berkeyakinan dalam mengekspresikan keyakinannya. Salah satunya dengan adanya Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama. Regulasi ini masih dianggap menjadi "biang kerok" adanya praktik ketidaksetaraan bagi pemeluk agama/keyakinan tertentu. Padahal, puluhan agama dan aliran kepercayaan belum sepenuhnya mendapatkan hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budayanya. Secara khusus, lanjut pria yang juga alumnus sebuah pondok pesantren di Jombang ini, Jokowi-JK juga dituntut oleh publik nasional dan internasional untuk segera bersikap tegas dalam sejumlah kasus, di antaranya kasus GKI Yasmin dan HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) Filadelfia di Kampung Jejalen Jaya, Bekasi, Jawa Barat. GKI Yasmin disegel oleh Satpol PP Kota Bogor pada tanggal 10 April 2010 atas perintah Wali Kota Bogor saat itu, Diani Budiarto. Semenjak itu, umat beribadah di halaman gereja dan di jalan. Demikian juga kasus HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) Filadelfia, dimana pendirian gereja di tempat itu ditolak. Selain itu, lanjut dia, juga kasus terusirnya jamaah Ahmadiyah di Transito yang sampai saat ini telah memasuki tahun kesembilan di wilayah pengungsian. Begitu pula dengan ratusan penganut Syiah asal Sampang, Jatim, yang hingga hari ini masih hidup terlunta-lunta di Rusun Puspa Agro Jemundo, Sidoarjo. "Slogan revolusi mental yang menjadi 'ikon' kampanye Jokowi-JK perlu dikonkretkan dan terintegrasi pada sistem pendidikan nasional yang kurang mendukung budaya pluralisme," tegas Aan yang berkosentrasi dalam pendampingan pluralisme di Indonesia ini. (*)

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014