Surabaya (Antara Jatim) - Solidaritas Perempuan (SP), Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, dan sejumlah LSM lainnya yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Pemilu Demokratis (GMPPD) Jawa Timur menemukan 15 jenis pelanggaran pilpres di provinsi ujung timur Pulau Jawa itu. "Kalau Pemilu Legislatif, kami menemukan 24 jenis pelanggaran, tapi dalam Pilpres, kami menemukan 15 jenis pelanggaran dengan temuan kasus terbanyak di Madura, Jombang, dan Pasuruan," kata Juru Bicara GMPPD Jatim, Choirul Mahpuduah, dalam konferensi pers GMPPD Jatim di Kantor LBH Surabaya, Jumat. Didampingi Novli dari KIPP, Suparman dari LBH, Rohman dari Jaringan Paralegal Pemilu, Hosnan dari LBH, dan sejumlah aktivis/pegiat SP itu, Choirul Mahpuduah yang juga pegiat SP itu menjelaskan pelaku pelanggaran pilpres yang ditemukan itu dilakukan penyelenggara pilpres, aparat pemerintah (kepala desa), tokoh masyarakat, dan relawan pemenangan capres-cawapres. "Karena itu, kami akan melaporkan semua temuan itu kepada Bawaslu Jatim, tapi kami juga akan melaporkan ke LBH Pusat dan berbagai lembaga tingkat pusat di Jakarta, karena laporan kami ke Bawaslu Jatim terkait pelanggaran dalam Pemilu Legislatif ternyata banyak yang hingga kini tidak diproses dengan alasan tidak cukup bukti, padahal kami punya bukti rekaman," katanya. Selain itu, pihaknya mendesak negara untuk mengubah kebijakan Pemilu untuk menjami hak politik warga negara; mendesak KPU untuk aktif melakukan pendidikan politik, khususnya perempuan; mendesak Bawaslu untuk menuntaskan setiap temuan kasus pelanggaran; mendorong masyarakat untuk melakukan pengawasan; dan mendorong pers untuk "cover both side". Tentang jenis pelanggaran pilpres, ia mengatakan intimidasi dalam bentuk 'surat pribadi capres' yang menyasar kelompok marjinal seperti penerima raskin, guru, pensiunan, dan sebagainya. "Itu intimidasi bagi kaum marjinal yang kurang mengerti politik, apalagi data-data yang digunakan cukup sistemik, karena nama dan alamat hingga RT/RW cukup lengkap dan benar," katanya. Selain intimidasi, jenis pelanggaran lainnya adalah "money politics" (politik uang) yang bentuknya berupa sembako, paket sahur, kue lebaran, sarung, dan semacamnya. "Di Kalijudan, Surabaya, ada Ibu Ketua RT yang membagikan 5 kilogram beras dengan memasang spanduk bertuliskan 'Pesan Bu RT untuk Memilih Capres X'. Banyak lagi jenis pelanggaran pilpres," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014