Adalah Raeni (21), anak tukang becak asal Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, yang menjadi lulusan terbaik di Universitas Negeri Semarang dengan IPK 3,9 dan akhirnya mendapatkan "President Scholarship" untuk melanjutkan studi ke Inggris.
"Raeni merupakan salah satu contoh dari keberhasilan program Bidik Misi yang digagas pemerintah sejak tahun 2010. Program Bidik Misi telah memberikan beasiswa untuk lebih dari 150.000 mahasiswa dari keluarga kurang mampu," ucap Mendikbud Mohammad Nuh di sela-sela Dies Natalis I Unusa di Surabaya (14/6).
Ya, Raeni dkk bisa menjadi penerima program Bidik Misi (Beasiswa Pendidikan Miskin Berprestasi) melalui dua jalur, yakni jalur seleksi bersama masuk PTN (SBMPTN) dengan ujian tulis, atau lewat jalur yang disebut dengan seleksi nasional masuk PTN (SNMPTN).
Tahun ini, ujian tulis untuk SBMPTN dilaksanakan pada 17 Juni 2014. Sebelumnya, pendaftar yang lolos jalur SNMPTN sudah diumumkan pada 27 Mei 2014. Jalur ini tanpa ujian tapi berdasar prestasi/akademik (nilai rapor).
Pemerintah sudah membagi kedua jalur itu dengan persentase 50 persen untuk SNMPTN dan 30 persen untuk SBMPTN. Satu jalur lagi adalah jalur Mandiri (sebanyak 20 persen) yang mengenakan seorang mahasiswa dengan dua pola pembiayaan sekaligus, yakni UKT tertinggi per semester plus "uang gedung" yang nilainya puluhan juta, bahkan ratusan juta hingga miliaran.
Nah, jalur-jalur yang ada itu akan memungkinkan adanya tiga "kasta" mahasiswa PTN, yakni Bidik Misi, SNMPTN/SBMPTN, dan Mandiri. Namun, "kasta" dimaksud bukan bermakna negatif (pembedaan), melainkan "kasta" dalam makna positif (pemerataan).
Dikatakan bermakna positif, karena dalam satu kampus ada semua "kasta" yang belajar bersama-sama dan tanpa intervensi pemerintah melalui "sistem kuota merata" (untuk semua jalur = 50:30:20), hal itu justru akan membuat "pasar" kampus hanya diisi oleh mereka-mereka yang kaya...
Dengan "sistem kuota merata" itu pula, mahasiswa PTN akan membiayai perkuliahan dengan tiga pola pembiayaan, yakni pendidikan "free" (gratis) untuk mahasiswa Bidik Misi (SNMPTN/SBMPTN), bahkan mereka "dibayar" dengan uang saku Rp600 ribu per bulan. Ini "kasta" pertama.
Untuk mahasiswa dengan jalur SNMPTN dan SBMPTN (non-Bidik Misi), pendidikan dibiayai dengan cara UKT (uang kuliah tunggal) dengan biaya mulai dari Rp500 ribu hingga Rp7,5 juta per semester. Ini "kasta" kedua.
Namun, UKT itu masih belum final, karena Unair dan sejumlah universitas di Malang belum menetapkan besaran nilai UKT-nya. Tahun lalu (2013), UKT Universitas Brawijaya Malang paling rendah sebesar Rp2,7 juta per semester dan tertinggi sebesar Rp21 juta per semester.
Dalam konsep UKT, pemerintah memberikan subsidi berdasar kemampuan orang tua mahasiswa dengan beberapa kategori mulai dari terendah hingga tertinggi, baik dari jalur SNMPTN (mahasiswa berprestasi) maupun dari jalur SBMPTN (melalui seleksi/ujian tulis).
Kedua jalur itu akan berbeda sama sekali dengan mahasiswa dari jalur Mandiri (sebanyak 20 persen), karena mereka membayar dengan dua pembiayaan, yakni UKT tertinggi (Rp7,5 juta) per semester, plus "uang gedung" yang nilainya puluhan juta, bahkan ratusan juta hingga miliaran. Ini "kasta" ketiga.
Misalnya, mahasiswa jalur Mandiri dalam jurusan sosial-hukum (soshum) mungkin hanya membayar "uang gedung" Rp15 juta hingga Rp30 juta, namun mahasiswa jalur Mandiri untuk jurusan saintek bisa membayar "uang gedung" sebesar Rp30 juta hingga Rp50 juta.
Pada "kasta" ketiga inilah yang memungkinkan "uang gedung" hingga ratusan juta atau bahkan miliaran, misalnya mahasiswa jalur Mandiri untuk jurusan Kedokteran (saintek), karena "uang gedung" yang dibayar mungkin bisa "hanya" Rp150 juta atau Rp200 juta, tapi mungkin bisa tembus Rp700 juta hingga miliaran. Kendati begitu, mahasiswa Bidik Misi pada "kasta" ketiga juga ada (pola subsidi silang).
Walhasil, mahasiswa PTN mungkin ada tiga "kasta" sesuai jalur masuknya (Bidik Misi, SNMPTN/SBMPTN, Mandiri), namun "kasta" dimaksud lebih bermakna pemerataan yang tidak akan mungkin terjadi bila sistem perkuliahan diserahkan kepada "pasar" tanpa intervensi pemerintah... (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014