Surabaya (Antara Jatim) - Empat mahasiswi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya membuat mayones berbahan nabati 100 persen, sehingga mampu menekan kadar lemak hingga 25-35 persen. "Biasanya mayones memiliki kadar lemak sebesar 70-80 persen, tapi mayones buatan kami hanya 45 persen," kata anggota tim mahasiswi WM, Sheila Marshalita di Surabaya, Rabu. Ia menjelaskan lemak berkadar rendah ini membuat mayones buatan mereka mampu mengurangi kolesterol, obesitas, penyakit jantung, dan cocok untuk vegetarian (vegan). "Kadar lemak yang tinggi pada mayones itu karena bahan dari kuning telur mentah dan susu sapi," katanya, didampingi ketiga rekannya, yakni Maria Angelina, Betsy Gisella, dan Anita Angkadjaja. Lain halnya dengan mayones buatan mereka yang 100 persen nabati dengan bahan baku tidak perlu impor, karena semuanya mudah didapat di Tanah Air, seperti susu kedelai, minyak kelapa sawit, gula, garam, cuka, bubuk mustar, dan bahan stabilisator dari selulosa. "Cara membuatnya juga mudah, yakni susu kedelai atau kedelai yang ditumbuk itu diaduk dengan minyak kelapa sawit, lalu dimasukkan ke dalam blender bersama bahan baku lainnya. Tunggu dua menit sudah jadi mayones," katanya. Mahasiswi Jurusan Teknologi Pangan ada Fakultas Teknologi Pertanian WM itu mengatakan susu kedelai yang mengandung lesitin dapat menggantikan kuning telur sebagai emulsifier alami, karena itu mereka menamakan mayones buatannya dengan istilah mayones kedelai. "Tapi, rasa kedelai memang masih terasa, karena itu kami mengurangi dengan tiga rasa yakni asin, manis, dan pedas. Kalau manis bisa ditambahkan gula atau susu kental manis, sedangkan rasa pesan tinggal diberi cabai yang sudah diblender juga," katanya. Ditanya kemungkinan produksi massal, ia mengatakan pihaknya belum menghitung secara rinci, namun kemungkinan harganya akan lebih mahal sedikit. "Tapi, kalau dihitung dengan nilai kesehatan yang dihasilkan akan jauh lebih murah," katanya. Sementara itu, Kepala Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan FTP WM Ir Thomas Putut Suseno MP mengatakan mayones biasanya dikonsumsi untuk bahan tambahan pada salad dan sandwich. "Tapi uniknya, mayones kedelai juga bisa digunakan bahan tambahan pada makanan tradisional sebagai pengganti bumbu rujak manis, pengganti bumbu pecel, dan pengganti bumbu urap. Cocok juga untuk cocolan tempe, tahu, dan singkong goreng," kata dosen pembimbing keempat mahasiswi itu. Organizer PMR Ubaya Sementara itu, mahasiswa S2 Farmasi Ubaya, Indah Yuliawati, S.Farm M.Farm-Klin Apt meneliti Buku Konseling Kesehatan dari pasien Apotek Ubaya yang berkembang menjadi kartu rekaman kesehatan dan akhirnya menjadi Organizer Personal Medication Records (PMR). "Berbentuk organizer berisi informasi terkait riwayat medis dan terapi obat pasien itu ternyata justru memiliki validitas dan efektivitas bagi pasien," katanya. Selama ini, pasien dengan penyakit kronis (menahun) cenderung berobat ke berbagai dokter dan mengonsumsi bermacam obat untuk meningkatkan kesehatannya. "Tingkat kepatuhan pasien dalam menggunakan obat juga cenderung rendah akibat ketidaksabaran pasien dalam menghadapi penyakitnya yang membutuhkan jangka waktu lama, maupun kurangnya keterlibatan pasien dan atau keluarganya dalam memberikan informasi pengobatan dan motivasi kepada pasien," katanya. Hal itu justru berpotensi memunculkan masalah penggunaan obat, baik dari efek samping obat, maupun interaksi obat yang dikonsumsi pasien, karena itu perlu ada pencatatan medis yang melibatkan pasien maupun tenaga kesehatan untuk menjamin keselamatan pasien itu. "Organizer Personal Medication Records itulah yang menjadi jawabannya. Tak hanya berfungsi sebagai perekaman riwayat medis, organizer ini juga menjadi fungsi kontrol penggunaan obat agar aman, efektif, tidak merugikan dan tidak memunculkan masalah penggunaan obat oleh pasien," katanya. Menurut dia, PMR terbukti efektif, karena dari sejumlah pasien Apotek Ubaya, para apoteker dan dokter di Surabaya yang menjadi subjek penelitian kuantitatif sekaligus informan penelitian kualitatif, menunjukkan adanya penurunan medication error yang meliputi kesalahan dokter dalam penulisan resep obat (prescribing) maupun penggunaan obat oleh pasien yang menggunakan organizer ini. "Pasien, apoteker dan dokter juga memiliki persepsi positif terkait penerimaan organizer ini bagi keselamatan pasien dan peningkatan sistem pelayanan kesehatan. Dokter merasa terbantu, sehingga dapat mengontrol efek samping penggunaan obat dan interaksi obat yang dikonsumsi pasien," kata dosen pembimbing, Lisa Aditama S.Si M.Farm-Klin Apt. (*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014