Surabaya (Antara Jatim) - Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia Jawa Timur mensosialisasikan pajak pertambahan nilai sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak 2013 tentang pajak tambahan nilai sebesar satu persen. Kepala Seksi Pengawasan Konsumen Kantor Pelayanan Pajak Surabaya, Ekawati Surjaningsih menyatakan di Surabaya Rabu, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang tertuang dalam SE33/PJ/2013 dikeluarkan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan. "Di dalam surat edaran itu tertuang pajak pertambahan nilai atas penyerahan jasa pengurusan transportasi 'freight forwarding' di mana tagihannya terdapat biaya transportasi 'freight charges'," katanya. Menurut dia, hal itu merupakan pilihan bagi perusahaan transportasi apakah pajak tersebut akan dimasukkan atau dipisahkan. Jika "freight charges" dimasukkan maka dikenakan pajak satu persen. "Namun, kalau tidak dimasukkan hanya dikenakan pajak 10 persen," ujarnya. Di sisi lain, jelas dia, penerapan pajak pertambahan nilai tersebut harus dibayar dan tidak bisa dikreditkan. Akan tetapi untuk pajak penghasilan sebesar 10 persen masih bisa dikreditkan. "Meski begitu, secara administrasi pemerintah memberi kebebasan kepada 'forwarder'. Apakah harus memisah atau mencantumkan 'freight charges'," katanya. Apalagi, tambah dia, pemerintah melalui Dirjen Pajak sudah melakukan sosialisasi sebelum dikeluarkannya surat edaran yang berlaku tahun lalu. Namun, hingga dikeluarkannya surat edaran itu masih banyak gejolak antara pihak "forwarder" dan vendor. "Kondisi itu memang kami sadari bisa memunculkan masalah," katanya. Tapi, sebut dia, hal tersebut idealnya tergantung apakah tagihan itu dimasukkan biaya angkutan atau tidak. Bahkan, apakah "forwarder" memberikan tagihannya kepada "end user" atau dibayarkan. "Kami pikir, hal Ini yang perlu dibicarakan lebih rinci," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014