Oleh Cindy Dinda Andani Surabaya (Antara Jatim) - Delapan mahasiswa Jepang dari Universitas Setsunan, Osaka, yang sedang menjalani program belajar di Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya, Rabu, menyaksikan dan mencoba langsung praktik pencoblosan di TPS. Setelah menerima pemahaman dari Rektor Unitomo Dr Bachrul Amiq SH MH di TPS 10, Kelurahan Medokan Semampir, Kecamatan Sukolilo, Surabaya, para mahasiswa Jepang itu juga ikut mempraktikkan proses pemilu. Mereka memanggil nomor antrean warga disana, lalu mereka memberikan kertas suara kepada mereka dan akhirnya mereka juga ikut mencelupkan jari kelingking ke tinta ungu. "Kegiatan ini digelar untuk memberikan pembelajaran tentang demokrasi di Indonesia, juga ingin menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia ini sekarang sudah berkembang pesat. Mereka dibawa langsung ke TPS agar tahu tentang jalannya pemilu secara langsung," kata Rektor Unitomo, Dr Bachrul Amiq. Sementara itu, Wakil Dekan Fakultas Sastra Unitomo, Dra. Cicilia Tantri Suryawati MPd, menjelaskan kegiatan ini juga menjadi tugas untuk para mahasiswa Jepang dalam kurikulum Bahasa Indonesia di fakultas mereka. "Dalam kurikulum Bahasa Indonesia, kami memilih mata kuliah studi lapangan, kebetulan ini waktunya pas dengan pemilu. Nantinya ada tugas tulis juga untuk mereka tentang pemilu di Indonesia dan dikomparasi dengan pemilu di Jepang," katanya. Salah satu mahasiswa Jepang, Rena Kusumoto, mengaku pemilu di Jepang dan di Indonesia memiliki persamaan dan perbedaannya. Persamaannya ada pada hal kampanye, yaitu dengan kampanye langsung di jalan dan penempelan poster caleg juga. Perbedaannya ada pada proses berjalannya pemilu itu sendiri. "Kalau di sini, umur 17 tahun sudah boleh ikut, tapi kalau di Jepang, umur 20 tahun baru diperbolehkan. Pemilu di sana kurang dapat apresiasi dari anak mudanya sendiri, sedangkan di sini masyarakatnya antusias untuk mengikuti," katanya. Mahasiswi yang sudah enam bulan di Surabaya itu juga menyatakan kertas suara di Indonesia dan Jepang hampir sama, yaitu hanya nama caleg saja tanpa foto. "Untuk cara pemilihan yang agak berbeda, karena di Jepang tidak dicoblos, melainkan dilingkari nomornya," katanya. Sementara itu, peneliti Australia Dr Dave McRae juga mengaku tertarik untuk meneliti Pemilu 2014 di Surabaya, karena Surabaya dan Jawa Timur itu merupakan wilayah yang strategis di Indonesia, apalagi Surabaya merupakan kota terbesar kedua setelah Jakarta, sehingga kondisi di sini bisa merepresentasikan kondisi di Indonesia, meski tidak mutlak. "Kampanye di Indonesia dan Australia itu berbeda, karena kampanye di Indonesia lebih banyak yang bersifat terbuka di lapangan, sedangkan di Australia lebih banyak kampanye melalui televisi, termasuk televisi lokal," tuturnya di sela-sela seminar 'Re-Imajinasi Pancasila dalam Ke-Indonesiaan Sekarang' di Fisip Unair Surabaya (7/4). Selain itu, Pemilu 2014 juga cukup menarik, karena pemilihan untuk legislatif sudah seperti pemilihan presiden (pilpres), sebab masyarakat dan media massa banyak membicarakan figur daripada program partai. "Yang menarik, pemilu legislatif kali ini sudah seperti pilpres, karena orang bukan bicara PDIP tapi Jokowi, bahkan Prabowo juga dikaitkan dengan prediksi capres Gerindra," kata doktor alumni Australian National University (ANU) itu. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014