Surabaya (Antara Jatim) - Asisten II Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur yang juga Ketua I Tim Pengelola Sementara (TPS) II Kebun Binatang Surabaya (KBS), Hadi Prasetyo, mengatakan pertukaran satwa antarlembaga konservasi diperbolehkan selama mendapat izin Menteri Kehutanan (Menhut). "Jika tak berizin maka tidak diperbolehkan menukar tumbuhan maupun satwa dilindungi. Apalagi sampai ada yang memperjualbelikan satwa yang merupakan koleksi," ujarnya kepada wartawan di Kantor Gubernur Jatim Jalan Pahlawan Surabaya, Selasa. Tidak itu saja, dalam setiap lembaga konservasi, pembinaan dan evaluasi hanya boleh dilakukan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan RI dan di lapangan dilaksanakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat. "Pembinaannya dilakukan terhadap teknis, adminitrasi, dan pemanfaatan tumbuhan serta satwa koleksi yang dipelihara. Semua sudah diatur dan tidak boleh sembarangan dalam melakukan pembinaan maupun pemanfaatannya," kata dia. Di bagian lain, terkait kasus pertukaran satwa di KBS, Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan tersebut mengaku siap memberi keterangan jika dibutuhkan kepolisian. Jika memang dipanggil secara resmi untuk menerangkan maka dirinya siap. Sampai saat ini, ia masih menjabat Ketua I TPS II KBS bentukan Menteri Kehutanan yang belum dibubarkan. Padahal, KBS saat ini sudah dikelola Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) KBS. Penyidik Polrestabes Surabaya sekarang masih melakukan penyelidikan tentang kasus pertukaran satwa di KBS. Petugas juga terus mengumpulkan data dan bukti terkait dugaan pelanggaran yang terjadi. Bahkan, saat ini penyidik sudah memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangannya. Antara lain, Direktur Utama PDTS KBS, Ratna Atjuningrum, dan Direktur Operasional PDTS KBS, dr Liang Kaspe. Rencananya, pekan ini polisi memanggil pihak-pihak yang terlibat, salah satunya Ketua Harian TPS II KBS Tonny Sumampau. Pihaknya ingin menjelaskan bahwa pertukaran satwa dilakukan karena memang ada pengurangan satwa, dan itu memang merupakan kesimpulan tim. "Coba lihat bagaimana penuhnya burung pelikan di kandang. Tentu saja hal itu tidak dibenarkan dalam konservasi. Selain itu juga diperlukan mendatangkan darah baru satwa. Sebab kalau darah campuran, satwa bisa jadi cacat dan idiot," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Akhmad Munir


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014