Oleh Kutnadi Batang (Antara) - Gerakan Masyarakat Tembakau Indonesia (Gemati) menilai aksesi konvensi pengendalian tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan mengancam petani Indonesia yang menggantungkan penghidupannya pada industri tembakau. Koordinator "Gemati" Sri Murtopo di Batang, Kamis, mengatakan petani tembakau mendapatkan perhatian maupun fasilitas yang layak dari perusahaan dan pemerintah. "Akan tetapi harapan para petani ini belum didapatkan, melainkan justru adanya pengebirian yang cenderung merugikan, sebab tembakau Indonesia dilarang, tapi tembakau putih dari negara lain justru bisa masuk," katanya. Menurut dia, untuk memperjuangkan nasib kehidupan para petani tembakau, terutama membangun tata niaga yang berkeadilan maka didirikan organisasi Gerakan Masyarakat Tembakau Indonesia dari sembilan daerah di Jawa Tengah. Deklarasi ini, kata dia, diikuti oleh Serikat Petani Tembakau Lereng Prau (SPTLP) Kendal, Persatuan Masyarakat Tani Tembakau (Permatta) Temanggung, dan Serikat Petani Tembakau Tidar Magelang (SPT2M). Selain itu, Paguyuban Petani Tembakau dan Cengkeh Kabupaten Semarang (PPTC), Organisasi Petani Merapi Merbabu (OPMM), Serikat Tani Klaten (STAK), Paguyuban Petani Tembakau Demak (PPTD), Persatuan Petani Grobogan (PPG), dan Karya Tani Manunggal (KTM). Ia mengatakan petani tembakau adalah komponen penting dalam mata rantai produksi tembakau, tetapi selama ini tidak mempunyai posisi tawar pada tata niaga. "Oleh karena itu, para petani tembakau Jateng sepakat membentuk organisasi Gemati sebagai wadah perjuangan," katanya. Ia mengatakan FCTC merupakan ancaman utama bagi petani tembakau karena mereka sering dihadapkan beban dengan ketidakpastiaan harga tembakau. "Petani tidak mempunyai peranan dalam menentukan harga. Selama ini harga sering kali ditentukan pabrik secara sepihak sehingga hal ini menyebabkan ketimpangan dalam hubungan mata rantai produksi pertembakauan," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014