Pamekasan (Antara Jatim) - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Pamekasan, Jawa Timur, menegaskan akan memberikan sanksi pada oknum kadernya Yanto Waluyo karena telah menyelenggarakan karapan sapi dengan cara kekerasan. "Apa yang dilakukan kader PPP Yanto Waluyo itu sebenarnya merupakan kegiatan dia secara pribadi, tapi masyarakat kan tetap membacanya sebagai kader PPP dan anggota DPRD Pamekasan juga," kata juru bicara PPP Pamekasan Halili, Selasa. Yanto Waluyo adalah anggota DPRD dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang selama ini gencar menyuarakan penolakan praktik kekerasan dalam pelaksanaan karapan sapi karena dinilai bertentangan dengan ajaran Islam. Akan tetapi yang bersangkutan justru menjadi pelaksana karapan sapi dengan menggunakan pola kekerasan. Padahal sejak 2012 pemerintah telah melarang pelaksanaan karapan dengan kekerasan, atas saran para ulama Madura, termasuk ulama dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). "Di DPRD Pamekasan kami akan meminta klarifikasi dan demikian juga di PPP," kata Halili, yang juga Ketua DPRD Pamekasan itu menambahkan. Anggota DPRD dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Pamekasan Yanto Waluyo menjadi pelaksana karapan sapi dengan pola kekerasan pada tanggal 18 Agustus 2013. Tindakan Yanto ini sebenarnya tidak melanggar hukum, melainkan hanya melanggar instruksi Gubernur Jatim tentang pelaksanaan karapan sapi tanpa kekerasan. Akan tetapi, sebagai kader partai Islam dan sebagai anggota DPRD Kabupaten Pamekasan, pelaksanaan karapan sapi yang dilakukan Yanto Waluyo jelas mencederai institusi DPRD dan PPP sebagai partai yang menentang keras atas kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam itu. "Sanksi yang akan diberikan itu bergantung kepada sejauh mana tingkat kesalahannya. Bisa berupa teguran, baik secara lisan maupun tertulis, atau bisa pemecatan nantinya," kata Halili. Yanto sendiri mengatakan pelaksanaan karapan sapi yang digelarnya ketika itu, dalam rangka untuk melestarikan budaya masyarakat Madura dan ia tetap menggunakan pola kekerasan karena mengikuti keinginan para pemilik sapi karapan. Usulan menghapus praktik kekerasan dalam pelaksanaan karapan sapi ini mulai gencar disuarakan para pecinta hewan, kalangan budayawan, ulama Madura dan aktivis pemuda Islam dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Pulau Garam, Madura sejak 2010. Tahun 2011, Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan (Bakorwil) IV Pamekasan selaku penanggung jawab kegiatan pelaksanaan tahunan lomba karapan sapi di Pulau Garam itu berupa menghapus praktik kekerasan itu dengan menyosialisasikan kepada para pemilik sapi karapan, namun tidak terlaksana. Pada tahun 2012, lomba balap sapi memperebutkan Piala Presiden RI terpecah menjadi dua, yakni menggunakan kekerasan dan karapan sapi tanpa kekerasan. Karapan sapi Piala Bergilir Presiden RI dengan kekerasan digelar di Lapangan Kerap Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, sedangkan karapan tanpa kekerasan di lapangan Stadion RPH Moh Noer, Kabupaten Bangkalan.(*)

Pewarta:

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013