Polisi menembak penjahat, terduga teroris, atau bahkan salah tembak, itu sudah biasa, sering terjadi. Polisi sebagai aparat penegak hukum, sebagian besar memang dipersenjatai dan dianggap lumrah kalau dia yang menembak. Tetapi belakangan yang terjadi justru sebaliknya. Seolah zaman berbalik. Polisi yang dipersenjatai dengan tujuan utama untuk perlindungan dan pembelaan diri itu, justru banyak menjadi korban penembakan. Sejumlah polisi menjadi korban penembakan oleh orang tak dikenal, yang hingga kini belum terungkap siapa pelaku dan apa motifnya. Misterius! Polisi yang lazimnya sebagai penembak, justru ditembak. Diteror oleh penembak yang masih misterius, apa dan siapa. Anggota satuan Sabhara Polri Briptu Ruslan Kusuma, menjadi korban perampokan dan penembakan di kawasan Cimanggis, Depok, Jumat (13/9). Walaupun kemudian pihak kepolisian menduga peristiwa tersebut bermotif perampokan sepeda motor korban, namun tetap saja, aparat pengayom dan pelindung masyarakat itu menjadi korban penembakan. Dia ditembak bagian kakinya. Alhamdulillah, nyawanya selamat. Terakhir yang mengenaskan adalah nasib Bripka Sukardi. Dia ditembak oleh orang tak dikenal Selasa (10/9) malam di Jalan Rasuna Said, Jakarta, kawasan depan gedung KPK. Tragisnya, dia ditembak orang tak dikenal saat mengawal iring-iringan enam kontainer pengangkut kayu dan besi di jalur lambat mengarah ke Mampang Prapatan. Peristiwa penembakan itu terekam CCTV KPK. Detik-detik peristiwa tersebut yang disiarkan sebuah media online sungguh mengerikan. Setelah Bripka Sukardi ditembak dan terjatuh dari sepeda motornya --otomatis iring-iringan enam kontainer yang dikawal berhenti--, pengendara sepeda motor lain turun dan menghampirinya, kemudian menembak ke arah dada anggota provos itu dari jarak dekat. Tewas!. Peristiwa penembakan Bripka Sukardi itu merupakan yang ke sekian kalinya di tahun 2013. Pada 7 Juni, peristiwa penembakan terjadi di Kediri dengan korban Bripka Didik Puguh. Tanggal 27 Juli, peristiwa penembakan terjadi di Jalan Cirendeu Raya, Ciputat, dengan korban Aipda Fatah Saktiyono. Pada Rabu 7 Agustus, peristiwa penembakan terjadi di Depan RS Sari Asih, Ciputat, dengan korban Ipda Dwiyanto. Hari Jumat 16 Agustus, peristiwa penembakan terjadi di Pondok Aren, Ciputat, dengan korban Bripda Kus Hendratma dan Bripka Ahmad Maulana. Maraknya peristiwa penembakan dengan target polisi telah mengikis rasa aman masyarakat. Aparat kepolisian yang memiliki senjata saja menjadi sasaran penembakan, apalagi masyarakat biasa. Terkait hal tersebut, Koordinator Advokat Publik LBH Keadilan Ahmad Muhibullah berpendapat, siapapun pelaku penembakan yang belakangan ini marak terjadi merupakan akibat dari tata kelola peredaran senjata api yang nir-akuntabilitas. Tanpa akuntabilitas yang serius, peristiwa penembakan akan terus berulang. Apa sih salah dan dosa polisi sehingga harus menjadi incaran penembak misterius? Mungkinkah mereka menjadi korban balas dendam dari kelompok teroris di negeri ini? Masyarakat umum-pun ada yang mengaitkan dengan hal tersebut, mengingat kelompok teroris telah mengakar, menyebar di negeri ini dan tidak terima ketika banyak rekan mereka dibantai oleh aparat. Kalau itu benar, maka teroris tak lagi hanya menyasar orang asing, khususnya yang berasal dari Amerika Serikat, Australia, dan sekutunya, melainkan telah merambah ke pihak-pihak yang selama ini turut membantai teroris atau terduga teroris, khususnya polisi. Gawat! Jika itu benar, maka sungguh gawat. Kenapa demikian, karena aparat pengayom dan pelindung masyarakat itu tak bisa lagi melaksanakan tugasnya dengan bebas. Tak bisa lagi berdiri sembarangan di jalanan, bahkan tak bisa tidur nyenyak. Mereka tak mampu mengamankan dirinya sendiri, lalu bagaimana mau mengamankan orang lain, masyarakat. Karena itu, Komisi Kepolisian Nasional mengimbau pihak aparat keamanan itu memperkuat peranan intelijen guna mengungkap pelaku teror dan penembakan terhadap personel institusi penegak hukum tersebut. Harapan bergantung kepada kemampuan intelijen untuk memperkuat jaringannya, membuka lebar-lebar mata dan telinganya, agar bisa mengendus setiap gerakan yang hendak menembak polisi, selain mengungkap peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Pagari diri, agar bisa menjadi pagar bagi yang lain. Perbaiki strategi, agar tidak menjadi sasaran balas dendam pihak lain. Tidak lagi main tembak, sekalipun itu terduga teroris, agar tidak menjadi target penembak misterius. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013