Malang (Antara Jatim) - Pengadaan kereta monorel untuk mengatasi kemacetan arus lalu lintas di Kota Malang masih terhambat oleh pembebasan lahan milik warga. Wali Kota Malang Peni Suparto di Malang, Senin, mengatakan harga lahan yang terkena proyek pembangunan monorel tersebut "melangit" dan harga yang ditetapkan tim apraisal diabaikan warga. "Warga yang lahannya terkena proyek pembangunan monorel ini mematok harga Rp2 juta per meter, sedangkan tim apraisal menetapkan seharga Rp200 ribu per meter. Kondisi ini yang masih menjadi kendala realisasi monorel," tegas Peni. Menurut Peni, pembangunan monorel tersebut seharusnya sudah dimulai tahun ini, namun pembebasan lahan milik warga sampai saat ini belum juga tuntas. Ia mengakui lambatnya proses pembebasan lahan tersebut, membuat konsep pembangunan juga belum selesai. Rencananya, monorel tersebut akan dibangun di jalan protokol mulai Jalan Ahmad Yani hingga Alun-alun Merdeka Kota Malang. Karena lambatnya penyelesaian pembebasan lahan inilah, lanjut Peni, sampai sekarang pihaknya belum tahu titik jatuhnya monorel, sebab untuk menentukannya tergantung pembebasan lahannya. Apakah lahan yang di tengah kota bisa dibebaskan sesuai harga yang ditetapkan oleh tim aprisal atau lokasinya yang digeser. Menyinggung anggaran pembangunan monorel, Peni mengaku belum tahu. "Yang pasti Pemkot Malang menanggung biaya pembebasan lahan dan konstruksinya akan ditangani oleh investor," tegas Peni. Selain monorel, upaya Pemkot Malang bersama Pemkab Malang dan Pemkot Batu juga pernah menggagas bus umum Trans Maya yang melintasi tiga wilayah di Malang raya. Setelah bus Trans Maya gagal, muncul gagasan komuter dari Lawang hingga Kepanjen yang melintas wilayah Kota Malang. Namun, gagasan demi gagasan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, terutama di tengah Kota Malang itu selalu gagal, bahkan membangun jalur lingkar timur dan lingkar barat pun sampai sekarang juga belum terealisasi. "Upaya mengatasi kemacetan arus lalu lintas di Kota Malang untuk jangka panjang adalah merealisasikan jalur lingkar timur dan lingkar barat. Ini sudah sangat mendesak, sebab pelebaran jalan tidak mungkin dilakukan, karena sudah padat dengan rumah penduduk," kata pakar transportasi Universitas Brawijaya (UB) Prof Dr Harnen Sulistyo belum lama ini.(*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013