Surabaya (Antara Jatim) - Tim dari Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Jawa Timur bersama Presiden KSPI, SPSI, dan SBSI mendatangi Kantor Kemenakertrans di Jakarta, Senin, untuk mendesak upah sektoral yang dibahas Dewan Pengupahan Jatim bersama Menakertrans. "Kami datang untuk mengawal upah sektoral yang pembahasannya alot di tingkat Jatim, lalu pembahasan dibawa ke Jakarta. Kami juga didukung anggota Komisi IX DPR RI dan unsur buruh dari anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta," kata perwakilan MPBI Jatim, Jamaludin. Dalam pertemuan yang dihadiri Asisten Kesra Sekdaprov Jatim Edi Purwinarto selaku Ketua Dewan Pengupahan Jatim, Kepala Dinas Tenaga Kerja Jatim Hari Sugiri, Menakertrans, dan Dirjen PHI itu, pihaknya akan memberikan gambaran pentingnya upah sektoral di Jatim. "Pembahasan upah sektoral di Jatim molor dan 'deadlock' akibat lemahnya komitmen Gubernur Jawa Timur, sehingga harus meminta masukan kepada Kemenakertrans," katanya ketika dihubungi Antara dari Surabaya. Menurut dia, upah sektoral harusnya sudah ditetapkan pada 28 Desember 2012, namun pemerintah Jawa Timur tidak segera bersikap dan Gubernur Jatim Soekarwo menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme "bipartit" antara perusahaan dengan buruh. "Kalau perusahaan bisa membicarakan upah sektoral dengan buruh, maka perusahaan akan selalu berkelit dengan kemampuan untuk membayar besaran upah, karena itu kami menolak mekanisme bipartit untuk upah sektoral, sebab aturan upah sektoral itu ada," tuturnya. Oleh karena itu, tim MPBI Jatim mengirim Jamaludin, Jazuli, Achmad Mulyadi, dan Sunandar untuk mengawal pertemuan di Kemenakertrans RI di Jakarta, bahkan MPBI Jatim akan didampingi tiga Presiden Buruh, yakni Iqbal, Andi Gani, dan Mudhofir. "Kami minta Menakertrans segera merekomendasikan upah berbasis sektoral kepada Gubernur Jatim dalam tempo secepatnya dan Gubernur Jatim Soekarwo secepatnya menetapkan UMSK berbasiskan sektoral dengan besaran 5-17 persen," ucapnya. Ia menegaskan bahwa upah sektoral atau upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) se-Jatim sebesar 5-17 persen untuk 30 sektor itu penting, karena UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) Jatim 2013 terlalu murah dan jauh dari layak serta karakteristik, kebutuhan, beban kerja, risiko, "skill", dan kondisi pekerjaan dalam dunia industri yang beragam. "Upah sektoral akan membuat buruh lebih sejahtera sekaligus meningkatkan produktivitas sehingga sistem pengupahan menjadi lebih adil dan fair, seperti industri perbankan memiliki standar upah tidak adil jika disamaratakan dengan sektor lainnya seperti pabrik kerupuk," katanya. Apalagi, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 89 ayat (1) poin b UU No.13/2003 dan Permenaker 1/1999 telah mengatur Upah Minimum Sektoral yang besarannya minimal 5 persen di atas UMK dan akan berlaku untuk sektor tertentu yang ditentukan berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI). "Di 16 Provinsi lain seperti Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, bahkan Kalimantan dan Sumatera, upah sektoral sudah lama diterapkan dengan besaran 5 hingga 30 persen, namun selama 13 tahun di Jawa Timur belum dijalankan dan hanya diberlakukan UMK berbasis wilayah (Kabupaten/Kota)," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013