Pemilihan Gubernur Jatim dijadwalkan berlangsung pada akhir Agustus 2013, namun jauh hari berbagai tokoh dan kalangan masyarakat sudah gembar-gembor mempromosikan calon atau dirinya menjadi jago bakal meraih kursi "Jatim 1" itu.
Secara umum, tipikal pemilih di Jatim terpragmentasi pada dua "kelompok" besar, yaitu kalangan Nahdlatul Ulama (Nahdiyin) maupun kalangan Nasionalis.
Jauh hari, pejabat kini alias "incumbent" Soekarwo yang karib dengan sapaan Pakde Karwo sudah mendeklarasikan nyaman berpasangan bersama Wagub saat ini H Saifullah Yusuf alias Gus Ipul yang saat maju pada Pilgub 2008 mengusung "tagline" KarSa (Karwo-Saifullah).
Keduanya merupakan perpaduan Nasionalis (Pakde Karwo, GMNI yang kini menjabat Ketua DPD PD Jatim) dan Gus Ipul (mantan Ketua Umum PP GP Ansor yang nahdliyyin). Memang kalau berdasar kalkulasi politik -- di atas kertas --, perpaduan Nasionalis dan NU atau NU-Nasionalis, memiliki kans besar menguasai "Bumi Majapahit".
Namanya juga politik, KarSa jadi "buyar" tatkala kalangan Nahdliyyin tidak menghendaki hanya menjadi "orang kedua" alias Wagub, tapi kalangan NU harus jadi "orang pertama" alias Gubernur, bukan hanya pendamping atau ban serep belaka.
Dua tokoh NU yang juga mantan menteri di era Presiden RI ke-4 Gus Dur, yaitu Gus Ipul dan Khofifah Indar Parawansa. Gus Ipul adalah mantan Ketua Umum PP GP Ansor, sedangkan Khofifah masih menjabat Ketua Umum PP Muslimat NU.
Keduanya juga termasuk generasi muda, karena usianya baru 47 tahun. Keduanya juga mewakili gender, satu pria dan satunya wanita. Kapabilitas dan kualitasnya maupun potensinya bisa dikatakan setara, sehingga para tokoh NU menghadapi dilema untuk menentukan calon unggulan yang bisa meraih kursi "Jatim 1".
Andai pilih Gus Ipul, bisa jadi mengecewakan kalangan Muslimat maupun pendukung Khofifah yang merasa kemenangannya saat Pilgub 2008 "dirampok" oleh KarSa. Bila pilih Khofifah, pendukung dan penyokong Gus Ipul tentunya akan kecewa dan Gus Ipul bisa berpotensi memecah suara kalangan Nahdliyyin bila "balik kucing" dengan Pakde Karwo.
Solusinya, laksanakan saja usulan salah satu tokoh NU yang juga adik kandung Gus Dur yang kini memimpin Ponpes Tebu Ireng Jombang, Salahuddin Wahid. Pilih saja calon dari NU melalui survei yang dilakukan lembaga independen, dan apapun hasilnya kelak semua pihak harus "fair" serta mau menerima, yang menang maju dan kalah mendukung.
Tentunya, survei dimaksud harus juga mempertimbangkan kesetaraan gender. Pasalnya, survei yang telah dilakukan kebanyakan kepada pria atau kiai, yang tentu hasilnya jelas Gus Ipul, coba kalau surveinya terhadap Muslimat atau Fatayat, tentu hasilnya Khofifah. Ya, harus "fair", semua terwakili.
Siapa "jago" NU ?! PWNU Jatim masih berencana melakukan permusyawaratan dengan tokoh NU, tokoh pesantren, para ulama, dan kader NU yang "dijagokan" untuk Pilgub Jatim 2013. Jadi, kita tunggu saja.... (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012