Kini, benda yang tertata dalam kaca itu seakan siap bercerita menuturkan banyak kisah.
Kisah lama itu terpampang nyata untuk menjadi pelajaran dan bisa melahirkan sejarah baru pada masa depan.
Debu itu terembus pelan ketika cagar budaya ditemukan dari bawah tanah oleh PT MRT Jakarta saat pembangunan Fase 2A Bundaran HI-Kota yang berlangsung pada Desember 2021.
Proyek MRT Fase 2A dengan panjang 5,8 kilometer terbagi dua segmen, yaitu segmen satu Bundaran HI-Harmoni yang ditargetkan selesai pada 2027 dan segmen dua Harmoni-Kota yang ditargetkan selesai pada 2029.
Fase 2A MRT Jakarta dibangun dengan biaya sekitar Rp22,5 triliun melalui dana pinjaman kerja sama dengan pemerintah Jepang. Lokasinya yang berada di kawasan peninggalan sejarah menjadikan proses pembangunan beriringan dengan pelestarian objek cagar budaya.
Sebelum konstruksi dimulai, dilakukan pekerjaan prakonstruksi dengan melakukan survei bangunan cagar budaya dan mengidentifikasi lebih lanjut temuan arkeologi yang berada di bawah tanah.
Dalam penanganannya, MRT Jakarta berkoordinasi dengan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB), Dinas Kebudayaan, dan ahli arkeologi yang sejalan dengan UU No 10 Tahun 2011 tentang Cagar Budaya.
Ditemukan sejumlah cagar budaya di sepanjang jalur MRT Jakarta Fase 2A (Bundaran HI-Kota Tua) yakni Monumen Nasional (Monas), Museum Nasional, Menara BTN, Istana Presiden RI, Gedung Arsip Nasional, Gedung Sarinah, Museum Bank Indonesia, Gedung Chandranaya, Pantjoran Tea House, Museum Bank Mandiri, Tugu Jam Thamrin, dan Stasiun Jakarta Kota (BEOS).
Selama proses ekskavasi ditemukan artefak atau benda bersejarah, mulai dari tulang sendi dan gigi hewan pemamah biak seperti kerbau, fragmen keramik China, fragmen keramik Eropa, peluru, botol tembikar, hingga koin Belanda. Temuan artefak tersebut diperkirakan berasal dari abad 18 sampai 20 Masehi.
Puluhan artefak itu ditemukan di 14 titik penggalian sepanjang kawasan konstruksi MRT Fase 2A, yakni bawah tanah Jalan MH. Thamrin dan sebagian Jalan Medan Merdeka Barat. Ragam artefak tersebut ditemukan dengan penggalian kedalaman 100–150 sentimeter.
Kemudian, ditemukan sejumlah objek cagar budaya maupun objek yang diduga cagar budaya (OBCD) yakni Jembatan Glodok, saluran pipa air kuno Batavia (Terakota), rel trem Batavia, cerucuk kayu, Tugu Jam Thamrin, dan temuan lepas lainnya. Salah satu yang menarik yakni metode penanganan Tugu Jam Thamrin yang dilakukan.
Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta (Perseroda) Weni Maulina dalam diskusi "Jakarta dari Bawah Tanah" di Bentara Budaya Jakarta, mengatakan saat ini Tugu Jam Thamrin masih tersimpan sementara di area Silang Barat Daya Monas.
Nantinya, tugu jam tersebut akan dikembalikan ke lokasi semula dan akan tersambung dengan struktur stasiun Thamrin.
Pemindahan objek cagar budaya itu dilaksanakan pada Desember 2021. Pemindahan dibagi menjadi tiga bagian, diangkat, dan ditempatkan di area penyimpanan sementara.
Ditekankan pentingnya ketelitian dalam pemindahan, mengingat usia dari Tugu Jam Thamrin yang dibangun pada 1969 dan menjadi tugu jam pertama yang dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Terlebih, proses pengangkatannya pun tidak sembarangan. Pihaknya mengangkatnya satu per satu sesuai dengan prosedur atau tata cara yang sudah disetujui Dinas Kebudayaan DKI.
PT MRT Jakarta (Perseroda) berencana memindahkan kembali Tugu Jam Thamrin ke lokasi semula, tepatnya di perempatan antara Jalan MH. Thamrin dan Jalan Kebon Sirih pada 2026 sehubungan adanya pembangunan jalur MRT Fase 2A Bundaran HI-Kota.
Selain itu, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Nasional Junus Satrio Atmodjo mengatakan rel trem peninggalan Belanda yang ditemukan dalam proyek pembangunan MRT Fase 2A merupakan yang tertua di Indonesia.
Arkeolog yang menjadi konsultan dalam proyek MRT Fase 2A tersebut mengatakan rel kereta pertama dalam sistem perkeretapian di Indonesia itu dibangun pada 1869, yang menghubungkan Kota Semarang dengan Stasiun Tanggung.
Junus menjelaskan meski trem listrik di Jakarta sudah tidak digunakan lagi, rel trem tersebut tidak pernah dihapus dan dihilangkan, tetapi dibenamkan di bawah jalan.
Ia mengatakan sudah memperkirakan akan ditemukan rel trem dalam proyek pembangunan stasiun dan jalur kereta bawah tanah MRT Glodok-Kota.
Sementara, Guru Besar dari Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Cecep Eka Permana mengingatkan PT MRT Jakarta (Perseroda) untuk lebih berhati-hati saat mengeksekusi rute MRT Fase 2A yaitu Bundaran HI-Kota karena di Kota masih banyak kemungkinan temuan arkeologi dari abad ke-16.
Di wilayah Kota, penanganan juga harus penuh kehati-hatian karena struktur wilayah pasti masih ada yang terpendam di dalam tanah sampai kedalaman 5 meter pun masih ada struktur-struktur yang harus diperhatikan.
Selain karena dilalui oleh bangunan bernilai historis tinggi, pengerjaan proyek yang berada di ring satu atau kawasan vital negara ini juga harus memperhatikan perbedaan kontur tanah, terutama di utara Jakarta yang dianggap lebih rentan terjadi penurunan muka tanah.
Oleh sebab itu, harus penuh perhitungan dalam pengerjaannya agar tidak terjadi penurunan struktur bangunan, mengingat seluruh pembangunan stasiun dikerjakan di bawah tanah (underground).
MRT Jakarta memastikan untuk memasang penahan tanah (sheet pile) dan survei sebelum melakukan konstruksi (pre-construction survey) untuk melihat apakah bangunannya akan terdampak miring atau tidak.
Terlebih, selama masa konstruksi MRT berlangsung, PT MRT Jakarta memasang sensor khusus pada bangunan- bangunan cagar budaya yang ada di sekitar lokasi paket kontrak CP203.
Pemasangan sensor ini bertujuan untuk memantau kondisi bangunan cagar budaya selama masa konstruksi dan mencegah kerusakan akibat aktivitas konstruksi berlangsung.
Galeri bersejarah di Monas dan Kota
MRT Jakarta akan memiliki galeri yang berada di Stasiun MRT Monas dan MRT Kota dan direncanakan beroperasi pada 2029. Galeri ini akan dipenuhi oleh temuan benda bersejarah selama pembangunan Fase 2A.
Nantinya, galeri di Stasiun Monas akan menampilkan bangunan-bangunan bersejarah, seperti Monas dan Museum Nasional.
Galeri Monas menyajikan informasi seputar perkembangan CP201, seperti temuan cagar budaya dan diduga cagar budaya selama tahap archeological test pit di area konstruksi, jejak langkah dan dokumentasi perkembangan MRT Jakarta.
Sedangkan, galeri Stasiun Kota/BEOS akan berisikan mulai trem "jadul" (zaman dulu) peninggalan Batavia, serpihan porselen China, hingga saluran air terakota.
Saat ini, wisatawan dapat mengunjungi galeri MRT di Stasiun Jakarta Kota Commuter Line melalui aksesnya dari area parkir barat sisi utara stasiun atau dari area peron stasiun. Galeri dibuka setiap hari mulai pukul 09.00 hingga 17.00 WIB.
Sejarah dan perkembangan terbaru pembangunan fase 2A dari Bundaran HI hingga Kota juga dapat diketahui dari pusat informasi tersebut.
Perawatan cagar budaya
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Bapak Iwan Henry Wardhana mengatakan pihaknya terus melakukan perawatan bagi setiap temuan yang dilakukan dalam pembangunan MRT Jakarta.
Terlebih selama pengerjaannya ke arah Kota, sudah banyak ditemukan benda bersejarah, lantaran kawasan itu merupakan peninggalan budaya Jakarta pada masa lampau.
Iwan mengatakan semakin ke arah utara ekskavasi itu, maka semakin banyak ditemukan fragmen-fragmen struktur bangunan benda-benda budaya dan juga objek diduga bangunan cagar budaya (ODCD). Dalam proses temuan itu, mereka didampingi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB).
Jika ditemukan fragmen atau objek yang diduga cagar budaya, maka akan dihimpun, dikumpulkan, dan diteliti lebih lanjut. Nantinya, barang-barang yang ditemukan itu ditempatkan sementara di gedung penyimpanan kawasan Jalan Tongkol, Jakarta Utara.
Sesuai saran Dinas Kebudayaan, MRT Jakarta akan memamerkan temuan-temuan arkeologisnya di dua stasiun sekitar kawasan kota. Secara bertahap, MRT akan menampilkan galeri yang memungkinkan menjadi museum.
Dinas Kebudayaan DKI menegaskan bahwa MRT adalah salah satu perusahaan yang memiliki kepedulian dan mendukung undang-undang terkait kecagarbudayaan.
Meskipun jalur MRT harus melintasi cagar budaya, dipastikan bahwa tidak ada bangunan bersejarah yang terganggu selama proses pembangunan.
Selain aspek teknis, MRT Jakarta juga menggalakkan program edukasi dan kampanye peduli cagar budaya kepada masyarakat melalui kerja sama dengan komunitas sejarah dan budaya, mengadakan pameran, instalasi seni, serta kegiatan edukatif di stasiun-stasiun yang berada di kawasan bersejarah.
Segala cara dan daya yang dilakukan tersebut juga demi memelihara ketersambungan masa lalu, kini, dan masa depan peradaban bangsa.
Oleh karena itu, jangan pernah melupakan warisan sejarah. Apalagi merusaknya.
Editor: Achmad Zaenal M
Kisah lama itu terpampang nyata untuk menjadi pelajaran dan bisa melahirkan sejarah baru pada masa depan.
Debu itu terembus pelan ketika cagar budaya ditemukan dari bawah tanah oleh PT MRT Jakarta saat pembangunan Fase 2A Bundaran HI-Kota yang berlangsung pada Desember 2021.
Proyek MRT Fase 2A dengan panjang 5,8 kilometer terbagi dua segmen, yaitu segmen satu Bundaran HI-Harmoni yang ditargetkan selesai pada 2027 dan segmen dua Harmoni-Kota yang ditargetkan selesai pada 2029.
Fase 2A MRT Jakarta dibangun dengan biaya sekitar Rp22,5 triliun melalui dana pinjaman kerja sama dengan pemerintah Jepang. Lokasinya yang berada di kawasan peninggalan sejarah menjadikan proses pembangunan beriringan dengan pelestarian objek cagar budaya.
Sebelum konstruksi dimulai, dilakukan pekerjaan prakonstruksi dengan melakukan survei bangunan cagar budaya dan mengidentifikasi lebih lanjut temuan arkeologi yang berada di bawah tanah.
Dalam penanganannya, MRT Jakarta berkoordinasi dengan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB), Dinas Kebudayaan, dan ahli arkeologi yang sejalan dengan UU No 10 Tahun 2011 tentang Cagar Budaya.
Ditemukan sejumlah cagar budaya di sepanjang jalur MRT Jakarta Fase 2A (Bundaran HI-Kota Tua) yakni Monumen Nasional (Monas), Museum Nasional, Menara BTN, Istana Presiden RI, Gedung Arsip Nasional, Gedung Sarinah, Museum Bank Indonesia, Gedung Chandranaya, Pantjoran Tea House, Museum Bank Mandiri, Tugu Jam Thamrin, dan Stasiun Jakarta Kota (BEOS).
Selama proses ekskavasi ditemukan artefak atau benda bersejarah, mulai dari tulang sendi dan gigi hewan pemamah biak seperti kerbau, fragmen keramik China, fragmen keramik Eropa, peluru, botol tembikar, hingga koin Belanda. Temuan artefak tersebut diperkirakan berasal dari abad 18 sampai 20 Masehi.
Puluhan artefak itu ditemukan di 14 titik penggalian sepanjang kawasan konstruksi MRT Fase 2A, yakni bawah tanah Jalan MH. Thamrin dan sebagian Jalan Medan Merdeka Barat. Ragam artefak tersebut ditemukan dengan penggalian kedalaman 100–150 sentimeter.
Kemudian, ditemukan sejumlah objek cagar budaya maupun objek yang diduga cagar budaya (OBCD) yakni Jembatan Glodok, saluran pipa air kuno Batavia (Terakota), rel trem Batavia, cerucuk kayu, Tugu Jam Thamrin, dan temuan lepas lainnya. Salah satu yang menarik yakni metode penanganan Tugu Jam Thamrin yang dilakukan.
Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta (Perseroda) Weni Maulina dalam diskusi "Jakarta dari Bawah Tanah" di Bentara Budaya Jakarta, mengatakan saat ini Tugu Jam Thamrin masih tersimpan sementara di area Silang Barat Daya Monas.
Nantinya, tugu jam tersebut akan dikembalikan ke lokasi semula dan akan tersambung dengan struktur stasiun Thamrin.
Pemindahan objek cagar budaya itu dilaksanakan pada Desember 2021. Pemindahan dibagi menjadi tiga bagian, diangkat, dan ditempatkan di area penyimpanan sementara.
Ditekankan pentingnya ketelitian dalam pemindahan, mengingat usia dari Tugu Jam Thamrin yang dibangun pada 1969 dan menjadi tugu jam pertama yang dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Terlebih, proses pengangkatannya pun tidak sembarangan. Pihaknya mengangkatnya satu per satu sesuai dengan prosedur atau tata cara yang sudah disetujui Dinas Kebudayaan DKI.
PT MRT Jakarta (Perseroda) berencana memindahkan kembali Tugu Jam Thamrin ke lokasi semula, tepatnya di perempatan antara Jalan MH. Thamrin dan Jalan Kebon Sirih pada 2026 sehubungan adanya pembangunan jalur MRT Fase 2A Bundaran HI-Kota.
Selain itu, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Nasional Junus Satrio Atmodjo mengatakan rel trem peninggalan Belanda yang ditemukan dalam proyek pembangunan MRT Fase 2A merupakan yang tertua di Indonesia.
Arkeolog yang menjadi konsultan dalam proyek MRT Fase 2A tersebut mengatakan rel kereta pertama dalam sistem perkeretapian di Indonesia itu dibangun pada 1869, yang menghubungkan Kota Semarang dengan Stasiun Tanggung.
Junus menjelaskan meski trem listrik di Jakarta sudah tidak digunakan lagi, rel trem tersebut tidak pernah dihapus dan dihilangkan, tetapi dibenamkan di bawah jalan.
Ia mengatakan sudah memperkirakan akan ditemukan rel trem dalam proyek pembangunan stasiun dan jalur kereta bawah tanah MRT Glodok-Kota.
Sementara, Guru Besar dari Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Cecep Eka Permana mengingatkan PT MRT Jakarta (Perseroda) untuk lebih berhati-hati saat mengeksekusi rute MRT Fase 2A yaitu Bundaran HI-Kota karena di Kota masih banyak kemungkinan temuan arkeologi dari abad ke-16.
Di wilayah Kota, penanganan juga harus penuh kehati-hatian karena struktur wilayah pasti masih ada yang terpendam di dalam tanah sampai kedalaman 5 meter pun masih ada struktur-struktur yang harus diperhatikan.
Selain karena dilalui oleh bangunan bernilai historis tinggi, pengerjaan proyek yang berada di ring satu atau kawasan vital negara ini juga harus memperhatikan perbedaan kontur tanah, terutama di utara Jakarta yang dianggap lebih rentan terjadi penurunan muka tanah.
Oleh sebab itu, harus penuh perhitungan dalam pengerjaannya agar tidak terjadi penurunan struktur bangunan, mengingat seluruh pembangunan stasiun dikerjakan di bawah tanah (underground).
MRT Jakarta memastikan untuk memasang penahan tanah (sheet pile) dan survei sebelum melakukan konstruksi (pre-construction survey) untuk melihat apakah bangunannya akan terdampak miring atau tidak.
Terlebih, selama masa konstruksi MRT berlangsung, PT MRT Jakarta memasang sensor khusus pada bangunan- bangunan cagar budaya yang ada di sekitar lokasi paket kontrak CP203.
Pemasangan sensor ini bertujuan untuk memantau kondisi bangunan cagar budaya selama masa konstruksi dan mencegah kerusakan akibat aktivitas konstruksi berlangsung.
Galeri bersejarah di Monas dan Kota
MRT Jakarta akan memiliki galeri yang berada di Stasiun MRT Monas dan MRT Kota dan direncanakan beroperasi pada 2029. Galeri ini akan dipenuhi oleh temuan benda bersejarah selama pembangunan Fase 2A.
Nantinya, galeri di Stasiun Monas akan menampilkan bangunan-bangunan bersejarah, seperti Monas dan Museum Nasional.
Galeri Monas menyajikan informasi seputar perkembangan CP201, seperti temuan cagar budaya dan diduga cagar budaya selama tahap archeological test pit di area konstruksi, jejak langkah dan dokumentasi perkembangan MRT Jakarta.
Sedangkan, galeri Stasiun Kota/BEOS akan berisikan mulai trem "jadul" (zaman dulu) peninggalan Batavia, serpihan porselen China, hingga saluran air terakota.
Saat ini, wisatawan dapat mengunjungi galeri MRT di Stasiun Jakarta Kota Commuter Line melalui aksesnya dari area parkir barat sisi utara stasiun atau dari area peron stasiun. Galeri dibuka setiap hari mulai pukul 09.00 hingga 17.00 WIB.
Sejarah dan perkembangan terbaru pembangunan fase 2A dari Bundaran HI hingga Kota juga dapat diketahui dari pusat informasi tersebut.
Perawatan cagar budaya
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Bapak Iwan Henry Wardhana mengatakan pihaknya terus melakukan perawatan bagi setiap temuan yang dilakukan dalam pembangunan MRT Jakarta.
Terlebih selama pengerjaannya ke arah Kota, sudah banyak ditemukan benda bersejarah, lantaran kawasan itu merupakan peninggalan budaya Jakarta pada masa lampau.
Iwan mengatakan semakin ke arah utara ekskavasi itu, maka semakin banyak ditemukan fragmen-fragmen struktur bangunan benda-benda budaya dan juga objek diduga bangunan cagar budaya (ODCD). Dalam proses temuan itu, mereka didampingi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB).
Jika ditemukan fragmen atau objek yang diduga cagar budaya, maka akan dihimpun, dikumpulkan, dan diteliti lebih lanjut. Nantinya, barang-barang yang ditemukan itu ditempatkan sementara di gedung penyimpanan kawasan Jalan Tongkol, Jakarta Utara.
Sesuai saran Dinas Kebudayaan, MRT Jakarta akan memamerkan temuan-temuan arkeologisnya di dua stasiun sekitar kawasan kota. Secara bertahap, MRT akan menampilkan galeri yang memungkinkan menjadi museum.
Dinas Kebudayaan DKI menegaskan bahwa MRT adalah salah satu perusahaan yang memiliki kepedulian dan mendukung undang-undang terkait kecagarbudayaan.
Meskipun jalur MRT harus melintasi cagar budaya, dipastikan bahwa tidak ada bangunan bersejarah yang terganggu selama proses pembangunan.
Selain aspek teknis, MRT Jakarta juga menggalakkan program edukasi dan kampanye peduli cagar budaya kepada masyarakat melalui kerja sama dengan komunitas sejarah dan budaya, mengadakan pameran, instalasi seni, serta kegiatan edukatif di stasiun-stasiun yang berada di kawasan bersejarah.
Segala cara dan daya yang dilakukan tersebut juga demi memelihara ketersambungan masa lalu, kini, dan masa depan peradaban bangsa.
Oleh karena itu, jangan pernah melupakan warisan sejarah. Apalagi merusaknya.
Editor: Achmad Zaenal M