Surabaya (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr.rer.pol. Mada Sukmajati menyatakan Indonesia dapat mewujudkan politic programmatic pada pemilu 2024 jika didukung seluruh pihak yang kedepannya tak sekadar menjual nama saja, namun adu program, visi dan gagasan.
"Masyarakat Indonesia sudah lebih rasional terhadap politik identitas. Sehingga politic programmatic bisa dijadikan momentum bangsa Indonesia untuk memilih calon pemimpin yang sanggup memimpin lima tahun ke depan pada Pemilu 2024," katanya dalam keterangannya yang diterima di Surabaya, Kamis pagi.
Menurut Sukmajati, fenomena calon pemilih saat ini sangat berbeda dari pemilu 2014, dikarenakan masyarakat menginginkan pemimpin yang dekat dengan masyarakat, sederhana, ramah dan kerja nyata.
"Saat ini publik menginginkan sosok pemimpin nasional yang menawarkan program untuk meneruskan program presiden sebelumnya. Mungkin publik tak akan suka dengan gaya kepemimpinan nasional yang menawarkan kebijakan yang berbeda atau mendekonstruksi dari kebijakan Presiden Jokowi selama ini,"
Survei dari Indikator Politik Indonesia, lanjutnya, juga menunjukkan saat ini pemilih tak menginginkan calon pemimpin nasional yang sekadar menjual kepopuleran, tidak punya visi misi yang jelas untuk memajukan bangsa dan kerap bermain isu menggunakan politik identitas.
"Saat ini politics programmatic belum terlalu kuat. Politik di Indonesia masih didominasi politik identitas dan politik uang," ucapnya.
Oleh karena itu, berdasarkan survei yang dibuat pada 1-6 Desember 2022 oleh Indikator Politik Indonesia, tingginya elektabilitas pasangan Ganjar-Erick dikarenakan publik masih menginginkan sosok kepemimpinan bangsa seperti Presiden Joko Widodo
"Jika tak ada aral melintang, hasil survei yang Indikator Politik Indonesia tak akan jauh berbeda dengan hasil akhir pilpres dan pileg 2024 mendatang," tuturnya.
Sukmajati menjelaskan, kunci untuk mempertahankan elektabilitas capres cawapres ditentukan oleh masing-masing kandidat, Jika capres-cawapres tidak melakukan aksi yang menimbulkan reaksi negatif, hasil survei tersebut tak akan jauh berbeda dengan hasil akhir pilpres atau pileg 2024.
"Naik atau turunnya elektabilitas ditentukan mereka sendiri, capres cawapres harus pintar-pintar mengelola isu yang tengah berkembang. Oleh sebab itu dukungan partai dan publik dalam pilpres dan pileg mendatang cukup dominan," ujarnya.
Oleh karena itu, Parpol harus dapat memilih calon yang 'laku' dijual' dengan berkaca dari pemilu 2019 yang lalu, efek ekor jas sangat mendominasi untuk meningkatkan kemenangan partai.
"Harusnya dengan calon yang bagus dan didukung parpol yang solid, efek ekor jas di pemilu 2024 dapat terjadi. Ganjar sebagai kader PDIP seharusnya dapat memberikan efek ekor jas. Sehingga kerjasama antara parpol dan capres-cawapres untuk memikat pemilih sangat vital,"ucap Sukmajati.(*)
Pengamat : Indonesia dapat wujudkan "politic programmatic" pada pemilu 2024
Kamis, 5 Januari 2023 11:58 WIB
Masyarakat Indonesia sudah lebih rasional terhadap politik identitas