Jakarta, (Antara) - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menilai rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang tidak akan menanggung lagi biaya sertifikasi guru yang diangkat setelah tahun 2006 sebagai tindakan "menganiaya" guru.
"Guru yang ingin mendapatkan sertifikasi mengajar, harus membiayainya sendiri layaknya profesi lain. Padahal dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 82 Ayat (2) sangat jelas bahwa paling lambat sepuluh tahun sejak undang-undang itu disahkan (tahun 2005) guru-guru harus sudah S1/D4 dan bersertifikat pendidik," kata Ketua Umum PB PGRI Sulistiyo kepada pers di Jakarta, Rabu.
UU itu juga dinyatakan bahwa pemerintah dan atau pemerintah daerah menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi dan sertifikat pendidik, untuk guru dalam jabatan.
Guru dalam jabatan menurut Pasal 1 Ayat (9)dinyatakan guru yang sudah mengajar. Artinya, guru yang sudah mengajar biaya sertifikatnya ditanggung pemerintah dan atau pemerintah daerah.
"Siapa saja guru dalam jabatan itu yang bisa disertifikat, yaitu guru tetap. Dalam Pasal 1 Ayat (8) guru tetap itu guru yang diangkat oleh pemerintah, pemerintah daerah, badan penyelenggara pendidikan, dan satuan pendidikan yang telah bekerja minimal 2 tahun," ujarnya.
Jadi semua guru dalam jabatan dan guru tetap harusnya telah disertifikasi paling lambat tahun 2015 dan setelah itu pemerintah hanya mengangkat guru yang telah S1 dan bersertifikat pendidik, katanya.
Karena itu, mestinya semua guru dalam jabatan yang ada hingga sekarang harus disertifikasi dengan cara yang relatif sama dengan biaya dari pemerintah.
"Saya ingin menagih janji Mendikbud, katanya akan menyayangi dan memuliakan guru. Mendikbud harus menghentikan gagasannya yang aneh dan melanggar UU Guru dan Dosen itu," katanya.
Ia mengatakan tidak ada satu kata pun yang menyatakan, bahwa yang dibiayai sertifikasinya hanya guru yang diangkat sebelum 1 Januari 2006, "Tetapi, sekali lagi, guru dalam jabatan. Berarti jika mulai 2016 guru sertifikasi bayar sendiri adalah sistem yang mengada-ada untuk menutupi kegagalan melaksanakan UUGD saja."
"Kalau sampai saat ini masih banyak guru yang belum disertifikasi, masih sebanyak 1.400.000 guru dan bukan 500.000 guru atau sekitar 45 persen, juga bukan karena kesalahan guru," katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Sumarna Surapranata mengatakan mulai 2016, guru harus membiayai sendiri program sertifikasinya.
Ia mencontohkan proses sertifikasi di profesi akuntan atau pengacara. Untuk mengikuti sertifikasi profesi akuntan dan pengacara/advokat, mereka membiayai sendiri dan tidak didanai pemerintah.
Pranata juga mengatakan, sertifikasi merupakan kebutuhan masing-masing guru, apalagi sertifikasi menjadi salah satu syarat seorang guru berhak mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG).
Saat ini, tutur Pranata, dari total 2.294.191 guru PNS dan Guru Tetap Yayasan (GTY), ada 1.580.267 guru yang sudah mendapatkan sertifikasi.
Sertifikasi tersebut diperoleh melalui PSPL (Pemberian Sertifikat Pendidik Secara Langsung), PF (Portofolio) dan PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru).
Sedangkan, sebanyak 166.770 guru belum mendapatkan sertifikasi, dan 72.082 di antaranya sudah memenuhi syarat sebagai peserta program sertifikasi 2015 dan sedang menjalani program sertifikasi.
Mereka semua adalah guru dalam jabatan, yaitu sudah menjadi guru maksimal pada Desember 2005, sehingga program sertifikasinya masih menjadi tanggung jawab pemerintah.
Sedangkan, sebanyak 547.154 orang, katanya, akan memulai program sertifikasi pada tahun 2016. Mereka adalah orang-orang yang mulai menjadi guru pada 1 Januari 2006 ke atas.
Sertifikasi akan dilakukan melalui Program PPG (Pendidikan Profesi Guru), Program Afirmasi dan pembiayaan sendiri dari guru yang bersangkutan. (*)
PGRI : Sertifikasi Biaya Sendiri "Menganiaya" Guru
Rabu, 9 September 2015 15:09 WIB